Agung Wibowo Tolak Tuntutan 8 Tahun Penjara, Tuntut Keadilan di Sidang TPPU Sidoarjo

Agung Wibowo
Agung Wibowo di persidangan TPPU Sidoarjo menolak tuntutan 8 tahun penjara, menuntut keadilan hukum.
Mascim
Mascim
Print PDF

Ruang.co.id – Sidang perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Agung Wibowo kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo pada Kamis, 20 Maret 2025. Persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Bambang Tranggono, S.H., M.H., bersama Hakim Anggota Yuli Efendi, S.H., M.H., dan Rudy Setiawan, S.H., ini mengusung tuntutan berat bagi Agung: 8 tahun penjara. Namun, Agung menolak tuntutan tersebut, menyatakan bahwa kasus ini penuh kejanggalan.

Dalam nota pembelaannya, Agung Wibowo dengan tegas menolak tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). “Saya tidak sepakat dan menolak tuntutan jaksa karena tidak sesuai dengan fakta hukum sebenarnya. Saya disangka, ditangkap, ditahan, dan diadili tanpa adanya pelapor. Bagaimana saya bisa menjawab atau membuktikan sesuatu jika pihak yang melaporkan saya tidak ada?” ujar Agung.

Ia juga mempertanyakan dasar hukum penetapannya sebagai tersangka. Laporan polisi nomor LP-B/472/VI/RES.1.11/2020/UM/SPKT Polda Jatim tanggal 13 Juni 2020 justru mencantumkan nama Miftahur Roiyan dan Musofaini sebagai terlapor, bukan dirinya. Hal ini semakin memperkuat argumen bahwa Agung tidak seharusnya menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Saksi pelapor, Antony Hartato Rusli, memberikan kesaksian yang mengejutkan di persidangan. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak pernah melaporkan Agung Wibowo atas dugaan TPPU. “Saya tidak pernah melaporkan Pak Agung Wibowo. Saya juga tidak merasa dirugikan oleh beliau. Tidak ada aliran dana dari rekening saya atau perusahaan ke Pak Agung,” tegas Antony.

Lebih lanjut, Antony menjelaskan bahwa pembayaran dalam transaksi jual beli dilakukan langsung kepada Miftahur Roiyan sebesar Rp15 miliar dan H. Musofaini sebesar Rp28,7 miliar. “Setahu saya, Pak Agung hanya berperan sebagai makelar,” tambahnya. Kesaksian ini semakin memperkuat posisi Agung bahwa kasus ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Baca Juga  Kasus Perkosaan Anak Disabilitas di Sidoarjo, Tim Hukum Terdakwa Tolak Tuntutan JPU 13 Tahun

Kuasa hukum Agung Wibowo, Agus Purwono, menilai tuntutan delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan sangat tidak adil. Menurutnya, seluruh transaksi senilai Rp43 miliar dalam perkara ini adalah pembayaran kepada penjual, bukan tindakan pencucian uang.

“Kami akan membuktikan bahwa semua transaksi ini adalah untuk kepentingan penjual, yakni Musofaini dan Miftahur Roiyan. Tidak ada kaitannya dengan dugaan TPPU. Oleh karena itu, barang bukti yang disita oleh kejaksaan maupun kepolisian harus dikembalikan,” tegas Agus Purwono.

Sidang yang telah berlangsung panjang ini ditunda selama satu minggu untuk memberi waktu kepada tim kuasa hukum dalam menyusun pembelaan lebih lanjut. “Kami berharap majelis hakim dapat memberikan keputusan yang adil. Jika memang tidak terbukti melakukan TPPU, maka Mas Agung harus dibebaskan,” harap Agus.

Kasus ini kembali menyoroti ketidakadilan dalam penegakan hukum di Indonesia. Banyak pihak berharap agar majelis hakim dapat mempertimbangkan semua bukti dan kesaksian secara objektif, sehingga tidak ada lagi rakyat kecil yang menjadi korban kesalahan hukum.


Agung Wibowo adalah terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang sedang disidang di Pengadilan Negeri Sidoarjo.

Agung Wibowo dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Saksi pelapor, Antony Hartato Rusli, menyatakan bahwa dirinya tidak pernah melaporkan Agung Wibowo dan tidak merasa dirugikan olehnya.

Kuasa hukum Agung Wibowo menyatakan bahwa transaksi senilai Rp43 miliar adalah pembayaran kepada penjual, bukan tindakan pencucian uang, dan menuntut pengembalian barang bukti yang disita.

Sidang ditunda selama satu minggu untuk memberi waktu kepada tim kuasa hukum dalam menyusun pembelaan lebih lanjut.