Sidoarjo, Ruang.co.id ā Pendopo Delta Wibawa, menjadi saksi ketika nama-nama pejabat satu per satu disebut dalam acara pelantikan mutasi pejabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo, Senin (16/9/2025).
Bupati Sidoarjo, Subandi, resmi melantik sebanyak 61 pejabat eselon II dan III. Namun sayangnya, momen penting ini terasa berbeda, tanpa kehadiran Wakil Bupati Mimik Idayana untuk mendampingi bupati.
Lalu, di balik deret nama besar yang mendapatkan jabatan baru di pelantikan, ada kisah kecil yang menyentuh hati. Kepala Bagian Hukum Pemkab Sidoarjo, I Komang Ray Waryawan, hampir saja meninggalkan pendopo karena namanya tak kunjung dipanggil.
āSebenarnya saya sudah mau balik kanan. Karena sejak awal saya sudah hadir dan diminta duduk di depan, tapi sampai akhir nama saya tidak disebutkan. Beruntung akhirnya nama saya disebut paling akhir,ā ucap Komang kepada wartawan.
Mutasi ini menempatkan M Ainur Rahman sebagai Kepala Bappeda, dr Atok Irawan sebagai Dirut RSUD RT Notopuro, hingga Misbakhul Munir yang dipercaya memimpin BKD.
Empat jabatan eselon II tetap kosong, antara lain Kepala Dinas Perikanan dan Kepala Dinas Kesehatan.
Bupati Subandi menegaskan bahwa mutasi bukan sekadar pergeseran posisi, melainkan ikhtiar memperkuat fondasi pemerintahan dan pelayanan publik.
āMelalui manajemen talenta pegawai, setiap ASN harus siap ditempatkan di mana saja. Karena semua ini demi pengembangan pelayanan pemerintahan. Emban amanah ini sebaik-baiknya,ā tegas Subandi.
Kepada para pejabat yang terlantik, Subandi mengingatkan, agar pejabat baru menjaga integritas, bekerja dengan hati, dan menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan kelompok.
āTolong tidak lagi ada yang dikotak-kotak sebagai orangnya ini dan itu. Semua akan kita tata demi pelayanan Kabupaten Sidoarjo,ā pungkasnya.
Pelantikan 61 pejabat eselon kab. Sidoarjo itu, Mendapat respon positif dari Kusumo Adi Nugroho, Anggota Fraksi PDI-P DPRD Sidoarjo.
Menanggapi pelantikan pejabat di lingkungan eksekutif, ia memuji kinerja Subandi Mimik.
āMerupakan suatu langkah kemajuan dalam periode kepemimpinan Subandi dan Mimi dalam rangka mengisi jabatan publik yang kemarin banyak dirangkap sehingga di nilai kurang fokus, menjadi lebih fokus kedepannya untuk kepentingan pelayanan terhadap masyarakat Sidoarjo,ā ujar Kusumo, yang juga Wakil Ketua Komisi B DPRD Sidoarjo.
Ia juga menyampaikan, āTak lupa saya ucapkan selamat bertugas kepada para pejabat baru di lingkungan pemerintah, agar cepat beradaptasi terhadap kinerja yang baik terhadap kepentingan masyarakat Sidoarjoā.
Pungkas dia, mutasi kali ini bukan hanya soal jabatan, melainkan juga tentang harapan baru, apakah sebuah tekad untuk membangun Sidoarjo yang bersih, transparan, dan berpihak pada masyarakat. Ataukah hak prerogatif seorang bupati untuk kepentingan yang sesuai keinginannya?.
Wabup Mimik Kecewa Berat Tersisih, “Saya Jadi Alat Legitimasiā
Suasana hangat pelantikan 61 pejabat eselon II dan III di Pendopo Delta Wibawa, Rabu (17/9), mendadak terasa getir. Wakil Bupati (Wabup) Sidoarjo, Mimik Idayana, kepada Ruang co.id lewat pesan singkat WhatsApp (WA), memilih absen dari momen penting itu.
Mungkin sedang sibuk atau lebih memilih kesibukannya di dapur, memberikan hidangan makanan istimewa kepada sang suami. Memasak Nasi Goreng ala Mak Mimik.
Sekaligus ingin mencoba dari rasa penasaran beras Bulog bermerek SPHP yang dibilang apek dan tidak āPuntel, eh Punel,ā seperti yang disampaikan diakun medsosnya.
Dari rumah dinasnya yang hanya berjarak beberapa langkah, Wabup Mimik menyampaikan kekecewaannya dengan suara bergetar.
Ia menilai pelantikan itu cacat prosedur !. āSaya hanya dijadikan alat legitimasi seolah-olah prosesnya sah. Padahal, semua masukan saya dalam rapat TPK diabaikan. Kali ini saya sungguh kecewa, tak ada lagi toleransi,ā ucapnya tegas.
Kekecewaan Mimik kian dalam, karena tak satu pun nama yang ia usulkan diakomodir Bupati Subandi.
Sebaliknya, Bupati Subandi tetap melantik pejabat sesuai pilihannya, mulai dari Kepala Dinas, Camat hingga Sekretaris Kecamatan. Beberapa nama strategis pun dipasang, termasuk Kepala Bappeda, Dirut RSUD, hingga Kepala BKD.
Drama politik Sidoarjo bukanlah Drama Korea yang bersuteradara ini, seakan membuka tabir betapa rapuhnya hubungan Bupati dan Wabup yang dulu berpasangan demi suara rakyat.
Kini, Wabup Mimik merasa tersisih, suaranya tak didengar. Sebuah ironi, pemimpin yang seharusnya saling menguatkan, justru terjebak dalam jurang kekecewaan yang dalam.
āGerundelanā Mengeras Protes atas Pelantikan itu
Konon kabarnya, saat acara pelantikan Wabup Mimik tidak sedang dalam agenda kegiatan, melainkan masih berdiam diri di rumah dinas (rumdin) yang berada di samping belakang Pendopo.
Sontak saja suasana dibalik acara pelantikan sepertinya tampak memanas, lantaran masih ada ganjalan dan āgerundelanā protes mengeras, di lingkungan pejabat daerah dan politisi, terutama pada parpol Gerindra di Kab. Sidoarjo.
Sontak saja pula sejumlah media siber, terutama media lokal menjadikan topik ā topik berita menarik atas ketidakhadiran Wabup Mimik Idayana di pelantikan itu.
Sementara, belum ada bukti kuat yang secara langsung dari pelantikan itu mengarah kuat dugaan aroma ābernuansa kepentingan politikā dan ākepentingan sepihakā.
Namun setidaknya, beberapa hal yang cukup mendukungnya terkait fakta dan indikasinya. Yakni, pertama, Keberatan Wabup Mimik (Mak Mimik sapaannya di Medsos) terhadap proses mutasi, tidak tampak hadir dalam acara mutasi pejabat.
Kepada wartawan ia menilai proses pelantikan / mutasi tersebut ātidak melalui mekanisme yang benarā, atau ānon-prosedural dan bahkan dianggap cacat hukumā.
Hal itu dapat dipastikan telah menunjukkan ada keprihatinan dari dalam pemerintahan, bahwa prosedur formal mungkin tidak dipenuhi.
Kedua, Jumlah pejabat dan tingkat eselon yang dilantik
Mutasi/ pelantikan dilakukan oleh Bupati Subandi, meliputi 61 pejabat eselon II dan III termasuk Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Kabag/Kabid, Camat, dan Sekretaris Kecamatan.
Skala mutasi ini cukup besar, yang bisa memperkuat persepsi bahwa ada pengaturan struktural yang signifikan, yang kadang-kala identik dengan kepentingan politik manuver.
Ketiga, Kekhawatiran soal kriteria yang dipakai
Ada laporan bahwa dalam wacana mutasi/rotasi ini, selain kompetensi, ada kriteria subjektif seperti āamanah / tidak amanahā, yang dianggap tidak tercantum dengan jelas dalam peraturan yang berlaku.
Hal ini bisa menjadi pintu masuk politisasi, jika kriteria tersebut digunakan untuk memilih pejabat berdasar kedekatan, kepercayaan politik, loyalitas, atau afiliasi partai/agama, bukan murni kinerja dan kompetensi.
Keempat, Keterlibatan atau ketiadaan Wakil Bupati dalam proses kepada wartawan pula
Mak Mimik menyebut, bahwa dirinya diluar proses pengambilan keputusan mutasi, tidak diajak koordinasi, dan tidak tahu beberapa pejabat yang akan dilantik sampai diumumkan melalui media.
Keterlibatan pejabat struktural di eksekutif seperti Wakil Bupati, biasanya menunjukkan transparansi dan checks and balances; ketiadaan bisa memicu anggapan bahwa keputusan dibuat secara sepihak.
Hak Prerogatif Kepala Daerah, Tapi Tidak Absolut
Polemik dan kontroversi yang timbul dari mutasi jabatan/ dan pelantikan pejabat eselon II dan III di Pendopo Kab. Sidoarjo, memang masih memanas.
Namun, menjadi kewenangan dan hak prerogatif kepala daerah atau bupati, untuk memutasi dan melantik pejabat bawahannya.
Ada Dasar Hukum Umum Mutasi dan Pelantikan Pejabat ASN yang telah mengaturnya.
UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan, bahwa mutasi, promosi, dan pelantikan pejabat harus berdasarkan merit system (kualifikasi, kompetensi, kinerja) serta dilarang dipengaruhi kepentingan politik.
Peraturan Pemerintah atau PP No. 11 Tahun 2017 jo. PP No. 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS, mengatur tata cara pengisian jabatan, rotasi, promosi, hingga pelantikan.
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan kepada kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Sebagai PPK, Bupati memang memiliki hak prerogatif dan kewenangan untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian ASN dalam jabatan pimpinan tinggi pratama (eselon II), administrator (eselon III), dan pengawas (eselon IV).
Namun kewenangan ini tidaklah absolut, karena tetap harus mematuhi ketentuan ā ketentuan antara lain: Rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), untuk memastikan seleksi sesuai merit sistem.
Ketentuan berikutnya dari BKN (Badan Kepegawaian Negara), terkait administrasi dan legalitas mutasi/promosi. Persetujuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) wajib dipatuhi bupati, untuk jabatan tinggi pratama/eselon II di daerah).
Sehingga hak prerogatif bupati mempunyai batasan atau tidak absolut yang mengatur sebagai berikut:B tidak bisa semata-mata memilih āorang dekatā tanpa dasar kompetensi atau tanpa mekanisme formal.
Jika terbukti mutasi dipengaruhi kepentingan politik atau nepotisme, KASN berwenang memberi teguran, bahkan bisa membatalkan pelantikan.
Mutasi dan promosi juga dilarang dilakukan 6 bulan sebelum dan sesudah Pilkada (Pasal 71 UU No. 10 Tahun 2016), kecuali mendapat izin tertulis dari Mendagri.
Pelantikan 61 pejabat eselon di Sidoarjo memang merupakan hak prerogatif Bupati Subandi sebagai PPK, tetapi bukan hak prerogatif penuh dan mutlak.
Ia wajib mengikuti regulasi ASN, mendapatkan rekomendasi/izin dari lembaga terkait, serta memastikan bahwa mutasi dilakukan berdasarkan kompetensi dan kebutuhan organisasi, bukan karena kepentingan politik.

