Ruang.co.id – Di tengah hiruk-pikuk revolusi fisik 1945, Indonesia tak hanya bertempur dengan senjata, tapi juga dengan kertas. Oeang Republik Indonesia (ORI) hadir sebagai senjata ekonomi melawan uang NICA Belanda dan Dai Nippon Jepang. Inilah kisah bagaimana secarik kertas menjadi bukti nyata kedaulatan bangsa yang baru lahir.
Kekacauan Moneter: Medan Pertempuran yang Terlupakan
Pasca-proklamasi, peredaran uang menjadi simbol kekuasaan yang saling tarik-menarik. Uang Jepang yang sudah tak bernilai bersaing dengan uang NICA yang dipaksakan Belanda. Menteri Keuangan A.A Maramis menyadari, tanpa mata uang sendiri, kemerdekaan hanyalah ilusi. Dekrit 2 Oktober 1945 menjadi pukulan telak terhadap otoritas keuangan kolonial, memutus rantai ketergantungan yang telah berabad-abad.
Percetakan Salemba: Markas Rahasia Pembuat Uang Revolusi
Di sebuah gedung tak mencolok di Salemba, Jakarta, sejarah keuangan Indonesia ditorehkan dengan mesin cetak tua. Percetakan Republik Indonesia bekerja siang-malam secara rahasia sejak Januari 1946. Desainnya sederhana—hanya tulisan “ORI” dan nominal—tapi maknanya luar biasa: inilah currency of revolution. Tantangannya berat: kertas langka, tinta terbatas, dan ancaman razia musuh.
Baca Juga: Parenting Styles Decoded 4 Pola Asuh yang Membentuk Masa Depan Anak
30 Oktober 1946: Hari Dimana Uang Indonesia Akhirnya Bernyanyi
Ketika ORI resmi beredar pada 30 Oktober 1946, rakyat dibuat bingung sekaligus bangga. Nilainya fluktuatif akibat inflasi, tapi semangatnya tak ternilai. Di pasar-pasar Jawa, pedagang mulai menolak uang NICA. Di Sumatera, ORI menjadi barang berharga yang diperjuangkan. Pemerintah gencar berkampanye dengan poster “ORI Uang Kita, Uang Merdeka!”—sebuah narasi patriotik yang menyatukan ekonomi dan nasionalisme.
Warisan ORI: Jejak Revolusi dalam Rupiah Modern
ORI mungkin hanya bertahan hingga 1949, tapi rohnya hidup dalam Rupiah. Nilai-nilai itu terlihat dari simbol Garuda Pancasila yang menggantikan cap ORI, atau frasa “Bank Indonesia” yang kini menjadi penjaga kedaulatan moneter. Setiap kali kita memegang uang kertas, ingatlah: ini bukan sekadar alat tukar, tapi senjata ekonomi yang pernah memenangkan pertempuran paling dahsyat—pertempuran mengukuhkan Indonesia di peta dunia.
(Berbagai Sumber)