Dugaan Kuat Penggelapan Rp200 Juta dalam Kepailitan CV Zion di Bongkar Kuasa Hukum

dugaan penggelapan dana pailit
Edo Prasetyo, kuasa hukum buruh CV Zion, buka suara soal dugaan penggelapan Rp200 juta oleh kurator dan penyidikan lamban Polres Malang. Foto: ruangcoid
Mascim
Mascim
Print PDF

Ruang.co.id – Kuasa hukum buruh CV Zion, Edo Prasetyo Tantiono, secara terang-terangan membongkar dugaan penggelapan dana kepailitan yang melibatkan dua kurator. Ia sekaligus menyoroti kinerja aparat kepolisian yang dinilai lamban dan tidak profesional dalam menangani laporan. Selasa, (09/12/2025). Kasus sengketa kepailitan ini menyisakan pertanyaan besar tentang akuntabilitas pengelolaan aset dan perlindungan hak-hak pekerja yang justru sering terabaikan.

Edo Prasetyo menjelaskan bahwa proses kepailitan CV Zion yang resmi ditetapkan pada 22 Maret 2022, ternyata diwarnai kejanggalan serius. Dua kurator berinisial ML dan EIG yang ditunjuk untuk mengurus likuidasi aset perusahaan diduga melakukan manipulasi laporan keuangan. “Namun, muncul kejanggalan serius dalam penjualan salah satu aset pailit, yakni sebuah gudang di Malang,” tutur Edo Prasetyo. Temuan ini menjadi titik awal terkuaknya potensi malpraktik kurator dalam tata kelola kepailitan yang sehat.

Lebih detail, Edo memaparkan bahwa penjualan aset pailit berupa gudang di Malang tersebut memiliki nilai transaksi penuh sebesar Rp1,9 miliar. Nilai ini tercapai dari uang muka Rp170 juta dan pelunasan Rp1,730 miliar, dengan seluruh dana mengalir ke rekening kurator. Bukti transfer dan keterangan transaksi perbankan dinyatakan lengkap dan valid. Anehnya, dalam laporan pertanggungjawaban kurator yang disampaikan kepada hakim pengawas pengadilan niaga, nilai yang tercantum tiba-tiba menyusut.

Kurator hanya melaporkan angka sebesar Rp1.698.272.000. “Kami mempertanyakan, ke mana hilangnya sekitar Rp200 juta yang telah masuk ke rekening kurator? Data transaksinya jelas. Tetapi angkanya tidak sesuai saat dilaporkan kepada hakim pengawas,” ungkap pengacara dari kantor hukum EPrast & Associates Law Firm tersebut. Selisih dana kepailitan yang mencapai ratusan juta rupiah ini menguatkan indikasi pidana korupsi dalam proses penyelesaian pailit. Publik pun mulai mempertanyakan standar profesionalitas kurator yang seharusnya menjadi pihak paling dipercaya dalam proses hukum kepailitan.

Merespons dugaan tindak pidana penggelapan ini, kuasa hukum para buruh telah mengambil langkah resmi dengan melaporkan kedua kurator ke Polres Malang Kabupaten. Sayangnya, respons yang diberikan justru memantik kritik baru tentang kinerja aparat penegak hukum. Laporan yang telah berusia tujuh bulan lamanya hingga kini masih berputar-putar pada tahap penyelidikan awal tanpa kemajuan substansial. Penanganan kasus kepailitan ini dinilai berjalan di tempat.

Edo Prasetyo menyayangkan sikap polisi yang dianggap tidak tegas. “Hasil gelar perkara malah mengarahkan dugaan penggelapan ini menjadi perkara perdata. Padahal jelas-jelas ada unsur pidana. Mengapa aparat tidak berani bertindak tegas?” katanya. Alih status perkara dari pidana ke perdata ini dinilai sebagai upaya pelemahan kasus yang merugikan posisi buruh sebagai korban. Lambatnya penyidikan polisi ini menimbulkan kesan adanya hambatan hukum yang sengaja diciptakan, sehingga proses hukum terhadap kurator sulit bergerak maju.

Di balik dugaan korupsi dalam kepailitan, tersimpan drama kemanusiaan yang lebih mendasar. Sebelas orang buruh korban kepailitan CV Zion sama sekali tidak menerima pembayaran upah mereka, sementara para kreditur separatis perusahaan justru telah mendapatkan pembayaran penuh sekitar Rp1,2 miliar. Fakta ini merupakan pelanggaran nyata terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi tentang hak upah buruh. Putusan nomor 67/PUU-XI/2013 tersebut secara eksplisit menegaskan bahwa hak upah buruh memiliki prioritas utama, mengungguli tagihan kreditur separatis sekalipun.

“Buruh dapat 0 rupiah, tapi kreditur separatis dibayar penuh. Ada apa ini? Putusan MK jelas menyatakan hak buruh harus didahulukan,” ujar Edo. Pelanggaran hak upah buruh ini menunjukkan bagaimana dalam prakteknya, perlindungan pekerja dalam kepailitan sering hanya menjadi wacana di atas kertas. Implikasi sosial kepailitan bagi karyawan begitu besar, sementara aspek hukum perlindungan buruh seolah dilupakan dalam eksekusi aset perusahaan pailit.

Menghadapi kebuntuan di tingkat penyidikan dan kompleksnya masalah hukum dalam kepailitan, Edo Prasetyo Tantiono akhirnya menyampaikan permohonan langsung. Ia meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk turun tangan dan mengawal langsung penegakan hukum dalam kasus CV Zion. Permohonan ini adalah upaya untuk menerobos kebuntuan dan memastikan proses hukum yang transparan.

“Kami memohon Kapolri mengawal perkara ini. Jangan sampai pidana dibelokkan menjadi perdata. Ini perjuangan hak buruh, hak orang kecil yang bergantung pada gajinya untuk hidup,” tegasnya. Seruan ini menekankan bahwa kasus ini bukan sekadar persoalan selisih angka, melainkan tentang keadilan bagi pekerja dan akuntabilitas sistem kepailitan Indonesia. Peran pengawasan kapolri diharapkan dapat memangkas hambatan dalam laporan polisi dan mengembalikan koridor hukum pada tempatnya.

Pada akhirnya, tuntutan yang diajukan sangatlah mendasar. Para buruh hanya menginginkan hak mereka yang sah, yaitu upah yang belum dibayarkan sejak perusahaan tempat mereka bekerja dinyatakan pailit. “Buruh adalah pihak yang paling dirugikan, mengingat gaji mereka masih belum dibayar hingga saat ini,” tutup Edo. Pernyataan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa dalam setiap gelombang kepailitan perusahaan di Indonesia, selalu ada suara para pekerja yang menuntut keadilan di pengadilan niaga dan penyelesaian sengketa kepailitan yang memihak pada nilai-nilai kemanusiaan.