Konpers Polresta Ungkap OTT di Sidoarjo: Tiga Kades Tersangka, Praktisi Hukum Bilang Bukan OTT

Ott Kades
Tiga kades ditangkap Polresta Sidoarjo dalam OTT. Praktisi hukum sebut bukan OTT. Ada dugaan salah tangkap & kebocoran soal ujian. Foto: Nurudin
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang.co.id – Akhirnya hampir sebulan ini Polresta Sidoarjo, menggelar Konferensi Pers gelar kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan korupsi dalam seleksi perangkat desa di lingkungan Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo. Senin (23/6/2025). Setidaknya, gelar kasus ini mulai ada titik terang duduk perkara sebenarnya.

Meski agak molor satu jam lebih dari jam yang dijadwalkan, gelar kasus OTT dipimpin langsung oleh Kapolresta Sidoarjo, Kombes. Pol. Christian Tobing, S.I.K., M.H., M.Si., didampingi Waka Polresta, Kasat Reskrim beserta timnya, dan Kahumas Polresta Sidoarjo.

Kombes Christian Tobing menjelaskan, dari tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dua kepala desa aktif dan satu mantan kepala desa.

Mereka antara lain dengan inisial MAS (40) Kepala Desa Sudimoro, S (50) Kepala Desa Medalem, dan (55) mantan Kepala Desa Banjarsari, Buduran.

ā€œModus operandinya, ketiga orang ini diduga menerima sejumlah uang dari peserta seleksi perangkat desa dengan janji bisa meluluskan,ā€ ungkap Kombes Tobing.

Dalam OTT yang dilakukan 26 Mei kemarin, anggota Satreskrim Polresta mengintai pertemuan tiga orang itu, di sebuah rumah makan di jalan frontage road kawasan Gedangan.

ā€œAnggota saya mendapati tersangka SY membagikan lembaran kertas isinya semacam kisi – kisi soal seleksi perangkat desa,ā€ ungkapnya lagi.

Usai pertemuan, beberapa waktu kemudian polisi menangkap MAS dan S, di jalan raya Tebel Gedangan, dalam sebuah mobil station warna putih.

Polisi kemudian mengamankan mereka beserta bukti uang tunai senilai Rp 185 juta, yang tersimpan di jok kiri depan mobil.

Penyelidikan berkembang cepat. Barang bukti bertambah, rekening koran, catatan transaksi, hingga percakapan ponsel para pelaku.

Polisi menyebut, SY yang menjadi perantara utama turut menunjukkan kisi-kisi soal ujian kepada para peserta. Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya kebocoran soal dari pihak internal penyelenggara.

Baca Juga  Pemkab Sidoarjo Bangun Jembatan Kesetaraan bagi Difabel Lewat Ranperda Inklusif!

ā€œSoal ujian itu hanya kisi-kisi untuk belajar,ā€ ujar Christian Tobing. Namun belum dijelaskan dari mana SY memperoleh materi itu.

Tobing menyebut, keuntungan yang didapat masing-masing tersangka bervariasi, antara Rp 10 juta hingga Rp 40 juta perorang. Uang diserahkan setelah peserta dinyatakan lulus.

Total uang yang berhasil disita Polresta, Rp 1.099.830.000. Selain uang tunai, penyidik juga menyita satu unit mobil dan motor.

ā€œKetiga tersangka dijerat dengan pasal gratifikasi, yakni Pasal 12 huruf a dan b serta Pasal 12B, ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999,ā€ ujar Tobing.

ā€œDengan ancaman penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun, dan denda maksimal Rp 1 miliar. Ujarnya lagi.

Kepada wartawan, Tobing mengaku ini belum final, masih terus dilakukan pendalaman dan pengembangan. Tidak menutup kemungkinan ada penambahan tersangka lainnya, dan jeratan pasal tindak pidana korupsi tentang siap menyuap.

Menuai Apresiasi dan Ragam Penilaian Dugaan Salah Tangkap

Winarto, Bupati LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) Sidoarjo, ikut memantau gelaran konpers di Mapolresta. Ia mengaku ikut mengawal proses perkara ini dari awal.

“Kami mengapresiasi Polresta Sidoarjo, dan konpers dinilai molor itu kami anggap sebagai kehati-hatian Polresta agar tidak salah melangkah,” katanya.

Meski begitu, ia mendesak agar proses ini tak berhenti di tiga tersangka. ā€œKalau pasalnya suap, seharusnya menjalar ke mana-mana.ā€

Lain hal pendapat Faisal pegiat anti korupsi PKN Sidoarjo. Ia mencermati kasus itu, bahwa penangkapan terhadap para tersangka oleh Polresta Sidoarjo dinilainya bukan dari bagian Operasi Tangkap Tangan (OTT).

ā€œMenurut saya OTT itu operasi tangkap tangan yang dilakukan ketika sedang ada transaksi, entah itu kolusi, nepotisme atau suap. Dan apabila operasi tangkap tangan dilakukan ketika tidak ada transaksi, atau detektif sedang tidak melakukan itu namanya bukan OTT tapi penangkapan secara paksa,ā€ tandas Faisal.

Baca Juga  Drama Akhir LPJ APBD 2024 Sidoarjo, Ketika Demokrasi Menguji Integritas Kepala Daerah

ā€œMasak orang lagi santai – santai di rumah sambil ngudang burung kesayangannya, tiba – tiba di datangi polisi kemudian di tangkap. Apa itu OTT?,ā€ imbuh tandasnya.

Faisal menduga, operasi yang dilakukan anggota Sat Reskrim Polresta Sidoarjo terlalu gegabah dan kurang pendalamannya sebelum penangkapan. ā€œInformasi yang juga masuk ke PKN, kakau Polresta dapat info awal kasus itu dari cupunya salah satu oknum jurnalis Sidoarjo,ā€ pungkas Faisal.

Penilaian lainnya soal OTT Polresta Sidoarjo, datang dari Exnaim Sinaga, SH, MH., Kepala Bidang (Kabid) Hukum Lembaga Bantuan Hukum Duta Pena.

Naim, sapaan akrabnya, juga mengapresiasi yang dilakukan Polresta Sidoarjo dalam penegakan hukum kasus gratifikasi maupun kasus suap yang ada di Sidoarjo.

ā€œApqpun pasal yang disangkakan oleh Polresta Sidoarjo, mau gratifikasi atau kasus suap menyuap yang semuanya bagian dari korupsi, meskipun beda penerapan pasal dan beda sanksi hukumnya, nanti diuji materiil penerapan pasalnya yang tepat,ā€ ujar Naim.

Namun ia mengkritisi dari penyampaian Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Christian Tobing dalam konferensi pers kemarin. Ia mencermati kronologi yang diucapkan oleh Kombes Tobing, kalau menurutnya bukanlah bagian dari OTT bagian dari jual beli jabatan perangkat desa di Tulangan.

ā€œApa penjelasan detailnya saat di lokasi pertemuan ketiga pejabat desa itu di sebuah rumah makan? Ada transaksi apa penjelasannya? Dan A1 ditangkap OTT kah saat di rumah makan itu?. Ini yang harus secara transparan dijelaskan oleh pihak Polresta Sidoarjo,ā€ ungkap Naim.

Ahli dan juga praktisi hukum spesialis menangani kasus suap ini mengaku juga mendapatkan info dari sumber lainnya, kalau OTT versi Polresta itu sepertinya ada yang salah tangkap orang.

ā€œKami punya dasar bicara itu. Seperti apa jelasnya, ya silahkan para jurnalis lakukan investigasi dan ungkap dalam karya tulisnya untuk diketahui publik, khususnya warga Sidoarjo, agar tidak terjadi penyebaran informasi dn tulisan yang salah tafsir,ā€ tutup pendapatnya.

Baca Juga  Pemkab Titip Harapan Emas di Pelantikan Pelajar NU Sidoarjo

Beragam pendapat ini merupakan bagian dari bentuk perhatian elemen – elemen publik terhadap kepolisian, agar Marwah penegakan Presisi tetap dijaga dengan sebaik – baiknya. Meskipun ada pendapat elemen masyarakat lainnya yang mengatakan ā€œAda bohir perempuanā€.

Ada yang mengaitkannya kasus itu ada dugaan keterlibatan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kab. Sidoarjo dan Prov. Jatim, yang sampai saat ini masih misterius dibalik kasus itu. Semua dugaan itu wajib dibuktikan dengan profesionalisme kinerja Polresta Sidoarjo.

Apalagi sebentar lagi Polisi akan merayakan hari jadinya yang ke 79 tahun. Mungkin kasus ini menjadi hadiah atau kado ulang tahun bagi Polresta Sidoarjo, untuk melakukan keterbukaan akses informasi dari kemurnian perkaranya.