Sidoarjo, Ruang.co.id – Badan Penganggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo dikejutkan dengan laporan pengesahan hasil Sidang Paripurna yang juga dihadiri Pemkab Sidoarjo di DPRD Sidoarjo pada Sabtu siang (30/11) kemarin.
Dimana dalam Sidang Paripurna, sebelum dilakukan pengesahan tentang alokasi anggaran dana hibah untuk tiga Ormas Islam di Sidoarjo, tiba – tiba berubah dihapuskan yang dianggapnya tidak sesuai dengan rapat – rapat penganggaran sebelumnya di DPRD Sidoarjo.
Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dana hibah yang diberikan kepada tiga ormas yang dimaksudkannya tersebut, yakni Muslimat, Aisyiyah dan Fatayat NU di Kabupaten Sidoarjo untuk tahun 2025.
Oleh pihak Banggar, dinilai perubahan dokumen tersebut adanya dugaan kesalahan mekanisme persetujuan Rncangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kab. Sidoarjo tahun 2025.
Anggota Banggar DPRD Kab. Sidoarjo dari fraksi PKB, H. Usman, selanjutnya mendatangi kantor BK (Badan Kehormatan) DPRD Kab. Sidoarjo, untuk menyerahkan dokumen dugaan kesalahan mekanisme dalam proses persetujuan RAPBD Sidoarjo 2025.
Dugaan kesalahan tersebut, ditemukannya terkait pembahasan terakhir menjelang pembahasan terakhir APBD 2025, Sabtu (30/11) yang lalu.
Hal tersebut diakui Ketua BK, Dr. H. Emir Firdaus,ST.,MM., dimana kepada awak media pihaknya telah menerima berkas laporan Usman. Namun Ia mengaku belum membuka berkas yang tersimpan dalam amplop besar berwarna coklat yang diserahkannya.
Entah apa alasan yang mendasarinya, dari informasi yang didapatinya, Emir menegaskan poinnya adalah soal penghapusan dana hibah Muslimat, Fatayat dan Aisyiah. Berkas tersebut, katanya, nanti dibuka bersama 4 anggota BK lain, untuk dikaji bersama-sama. Ia berjanji dalam 2 atau 3 hari lagi akan mengadakan rapat BK untuk menyikapinya.
“Saya tidak tahu siapa saja penerima dana hibah yang dihapuskan. Setahun saya baru 3 Ormas. Mungkin ada Ormas lain yang juga dihapus setelah saya nanti buka dokumen laporan pak Usman, ” Tandasnya.
Menurut Emir, laporan dugaan tersebut terkait mekanisme dalam proses persetujuan APBD, yang tidak melibatkan Banggar DPRD Sidoarjo dalam penghapusan hibah Ormas.
Dirinya sebagai anggota Banggar DPRD Sidoarjo tidak mengetahui tentang penghapusan itu, padahal alokasi dana hibah sudah dicantumkan dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) – Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), ” tandasnya. Karena Banggar belum sepakat dengan penghapusan hibah itu, pimpinan lalu menarik seluruh fraksi untuk dimintai persetujuan.
Sedangkan menurut Usman, kepada awak media mengatakan mekanisme rapat pimpinan dengan fraksi untuk membahas penghapusan hibah ini tidak sesuai PP 12/2018 dan Tata Tertib (Tatib) DPRD. Karena fraksi bukan alat kelengkapan dewan. “Kita punya Banggar, kenapa mengajak fraksi, ” jawab singkat Usman.
Dari informasi yang diperoleh, dana hibah yang dihapus dari Ormas, dialihkan untuk kepentingan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kab. Sidoarjo.
“Padahal dana hibah ini tidak melanggar aturan, dari tahun ke tahun APBD sudah digunakan untuk dana hibah Muslimat dan aisyiah, kenapa baru sekarang dimasalahkan?” tanya Usman.
Anggota Banggar DPRD Kab. Sidoarjo dari PAN, Bangun Winarso, juga membenarkan bahwa hibah itu sudah masuk KUA-PPAS, untuk Muslimat Rp 6 miliar, Aisyiah Rp 4 miliar dan Fatayat Rp 4 miliar. Tapi Tim Anggaran Pemkab tidak mau memasukkan dana hibah dalam APBD. Kecuali bila dana itu untuk biaya kegiatan.
“Kami tidak pernah menolak pemberian hibah, justru Tim anggaran Pemkab yang menolak setelah dapat masukan petinggi aparat hukum di Sidoarjo, ” Ujarnya.
Menurut Bangun, jika penghapusan tersebut digunakan ata dialihkan untuk kegiatan OPD, itu akan menyulitkan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD). “Itu nanti membuat repot OPD, ” ujar Bangun lagi.
Hingga berita ini diturunkan, belum diketahui penjelasan resmi tentang terjadinya perubahan yang diduganya sebagai kesalahan prosedur penetapan tersebut. (DIN)