Prof Hufron Dikukuhkan Jadi Guru Besar, Soroti Urgensi UU Lembaga Kepresidenan

UU Lembaga Kepresidenan
Prof Hufron dikukuhkan sebagai Guru Besar Untag Surabaya. Dalam orasinya, ia soroti urgensi pembentukan UU Lembaga Kepresidenan untuk batasi kekuasaan. Foto: Ruangcoid
Mascim
Mascim
Print PDF

Ruang.co.id – Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya telah mengukuhkan dua guru besar baru dalam sidang senat terbuka yang digelar di Auditorium Graha Wiyata. Prof. Hufron, S.H., M.H. resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara dan menyampaikan pandangan kritis mengenai sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam orasi ilmiah yang dibacakannya, ia menekankan kebutuhan mendesak atas pembentukan undang-undang lembaga kepresidenan yang selama ini belum terwujud. Senin, (16/9/2025).

ā€œSebesar apapun kekuasaan presiden, harus ada mekanisme pembatasan,ā€ tegas Prof Hufron dalam pidatonya. Pernyataan ini menjadi dasar argumennya bahwa Indonesia memerlukan payung hukum khusus untuk mengatur lembaga kepresidenan. Ia membandingkan dengan lembaga tinggi negara lain seperti Mahkamah Agung dan DPR yang telah memiliki undang-undang organik yang mengatur secara jelas tugas dan wewenangnya.

Mengapa pembentukan UU ini menjadi begitu penting? Prof Hufron menjelaskan bahwa dalam sejarah Indonesia, lembaga kepresidenan never memiliki regulasi khusus yang mengatur secara detail. Padahal, Presiden Indonesia memegang peran ganda sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dengan kewenangan yang sangat luas. Kekuasaan ini bahkan dapat diperluas dengan pembentukan badan-badan ad hoc dan pengangkatan berbagai penasihat khusus.

Baca Juga  Prof. Dr. Hufron Ingatkan DPR Kembali ke Jati Diri

Tanpa pembatasan yang jelas melalui sebuah undang-undang, kekuasaan yang sedemikian besar berpotensi menjadi tidak terkendali. ā€œSupaya tidak menjadi kepresidenan ini, lembaga yang nanti kita sebut sebagai power eksesif,ā€ ujar pria kelahiran Lumajang tersebut. UU Lembaga Kepresidenan ini dirancang untuk menjadi instrumen kontrol yang menjamin kekuasaan eksekutif tetap dalam koridor demokratis.

UU Lembaga Kepresidenan
Prof Hufron Dikukuhkan Jadi Guru Besar, Soroti Urgensi UU Lembaga Kepresidenan. Foto: Istimewa

Masa transisi pemerintahan menjadi periode yang paling riskan menurut analisis Prof Hufron. Pada masa antara pemilu dan pelantikan, presiden petahana yang masa jabatannya hampir berakhir masih memiliki semua kewenangan, namun pengawasan dari DPR telah melemah. Situasi ini menciptakan celah untuk penyalahgunaan wewenang.

ā€œKondisi tersebut sering melahirkan praktik midnight appointment dan midnight regulation,ā€ ungkapnya. Midnight appointment merujuk pada pengangkatan jabatan strategis secara mendadak, sementara midnight regulation adalah penerbitan peraturan terburu-buru. Kedua praktik ini dapat membebani pemerintahan baru dan merusak tata kelola negara.

Peringatan Prof Hufron ini juga relevan dengan konteks politik terkini. Ia menyoroti pentingnya pembatasan kekuasaan dalam sistem presidensial kita. UU Lembaga Kepresidenan bukan hanya untuk membatasi presiden saat ini, tetapi untuk melindungi sistem ketatanegaraan Indonesia dari potensi penyalahgunaan wewenang di masa depan.

Baca Juga  Prof. Dr. Hufron Beberkan Dasar Hukum Royalti Musik untuk Bisnis

ā€œKita khawatir dalam satu genggaman ini menimbulkan pemerintahan yang otoriter,ā€ tegasnya. Instrumen hukum ini akan menjadi legacy terbaik untuk memperkuat fondasi demokrasi kita. Pembentukan UU ini menjadi semakin mendesak mengingat konfigurasi kekuasaan yang semakin kompleks di Indonesia.

Sementara itu, Rektor Untag Surabaya, Prof dr. Mulyanto Nugroho, menyatakan kebanggaannya atas pencapaian ini. Pengukuhan guru besar merupakan bukti keseriusan dosen dalam menjalankan tri dharma perguruan tinggi. Dengan penambahan ini, Untag Surabaya kini memiliki 30 guru besar aktif yang siap berkontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bangsa.

Baca Juga  Amnesti dan Abolisi untuk Kasus Korupsi: Preseden Baru atau Intervensi Politik? Ini Analisis Prof. Dr. Hufron