Sidoarjo, Ruang.co.id — Dukungan moral dan intelektual datang dari kalangan mahasiswa untuk DPRD Sidoarjo, yang secara tegas menolak Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPP) APBD Tahun Anggaran 2024.
Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) PC Sidoarjo menyebut keputusan itu bukan hanya sah, tetapi urgent sebagai sinyal korektif bagi pemerintahan daerah.
Ketua Umum SEMMI PC Sidoarjo, Bayhaqqi Sayyid, menilai banyak kejanggalan dalam pelaksanaan APBD 2024 yang berdampak langsung pada stagnasi pelayanan publik.
Ia menyebut anggaran habis dibelanjakan, tetapi masyarakat tak merasakan manfaat signifikan.
“Kami mendukung penolakan LPP ini sebagai bentuk koreksi struktural atas pola pengelolaan anggaran yang selama ini minim transparansi, miskin partisipasi publik, dan terlalu elitis. Rakyat Sidoarjo berhak tahu bagaimana uang mereka dikelola dan untuk siapa sebenarnya pembangunan ini diarahkan,” tegas Bayhaqqi.
SEMMI menilai, bahwa pembangunan selama ini hanya menjadi proyek simbolik tanpa daya ungkit sistemik.
Di sisi lain, masyarakat menghadapi layanan dasar yang belum merata, mulai dari pendidikan, infrastruktur, hingga kesehatan.
“APBD bukan alat kekuasaan, melainkan amanah rakyat. Jika penggunaannya tidak jelas, tidak adil, dan tidak memberikan kesejahteraan, maka sudah sepantasnya DPRD menolak LPJ tersebut. SEMMI akan berdiri di garis paling depan untuk memastikan evaluasi ini tidak mandek di meja rapat, tetapi sampai ke akar masalah,” ujar Bayhaqqi, penuh ketegasan.
Dukungan SEMMI juga disertai seruan, agar Pemkab Sidoarjo melakukan perombakan serius dalam proses perencanaan anggaran.
Mereka menuntut perencanaan berbasis data, kebutuhan riil masyarakat, serta pelibatan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan.
“Jika pembangunan hanya memuaskan elite dan kelompok tertentu, maka itu bukan pembangunan – itu adalah pengkhianatan terhadap rakyat,” pungkas Bayhaqqi Sayyid dengan nada tajam.
Langkah DPRD dan respons dari SEMMI ini membuka lembaran baru, tentang bagaimana transparansi dan akuntabilitas seharusnya ditegakkan.
Bukan hanya sebagai prosedur administratif, tapi juga sebagai wujud keberpihakan pada suara rakyat.
Seperti diketahui yang pernah diunggah Ruang.co.id beberapa waktu lalu, dalam Paripurna LPP/ LKPJ Anggaran 2024 Bupati yang disampikan Subandi, sebanyak 1,5 Fraksi yang menerima, dan 4,5 fraksi DPRD Sidoarjo yang menolak.
Yang menyetujui, yakni hanya Fraksi PKB dan Demokrat (dari gabungan Fraksi Demokrat-Nasdem).
Sedangkan yang menolak, mayoritas fraksi dalam Koalisi Sidoarjo Maju, yaitu Fraksi PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, PKS dan PPP (Fraksi Gabungan), serta NasDem (dari gabungan Fraksi Demokrat-Nasdem).
Dalam LPP itu para fraksi terutama yang menolak, telah mendapatkan temuan dugaan kebocoran anggarannya.
Alasan Penolakan oleh mayoritas Fraksi Koalisi Sidoarjo Maju, berdasarkan enam sorotan utama yang dianggap merugikan publik Sidoarjo, dan menunjukkan tata kelola anggaran yang buruk.
Apa saja? Pertama, Penanganan Banjir Tidak Efektif. Beberapa kecamatan seperti Waru, Taman, Tanggulangin, Sedati, Porong masih kerap digenangi banjir musiman. Bahkan muncul titik genangan baru di Krian, Tulangan, Prambon, dan Kec. Tarik.
Kedua, Program Penciptaan Lapangan Kerja Tidak Jelas. Dimana target 100.000 lapangan kerja tanpa indikator capaian dan sektor pelaksana yang jelas.
Pada akhirnya, pengangguran tetap tinggi: 6,49% (tertinggi di Jatim), dan hanya 34,6% pekerja terlindungi jaminan sosial.
Ketiga, Maraknya Pungli di Pendidikan yang menjadi sorotan prioritas yang memilukan. Pungutan liar masih terjadi di SD/SMP negeri dengan dalih “kesepakatan komite”. Gedung sekolah banyak yang rusak, fasilitas sangat memprihatinkan.
Keempat, Birokrasi Tidak Akuntabel. BPK RI menemukan kesalahan penganggaran belanja barang dan modal di 27 OPD. Hal itu cerminan lemahnya pengawasan internal dan profesionalisme pimpinan daerah .
Kelima, Infrastruktur Jalan Buruk & Tidak Merata. Tercatat lebih dari 445 titik kerusakan jalan di berbagai kecamatan hingga pertengahan 2025. Adapun adanya aksi perbaikan akibat tidak terencana dan bersifat tambal sulam.
Keenam, Tata Kelola Anggaran Kurang Transparan. Realisasi anggaran banyak tidak sesuai RPJMD 2021–2026. Keterbukaan informasi dan partisipasi publik dalam penyusunan Raperda LPP .
Inti temuan kebocoran/ masalah anggarannya, yakni anggaran besar tapi kinerja tidak sebanding. Realisasi surplus kecil, belanja tidak efektif, banyak poin anggaran (pendapatan BUMD, hibah, DAK) tidak dijelaskan secara rinci oleh Banggar.
Kurangnya transparansi, akuntabilitas dan informasi publik soal penggunaan anggaran, termasuk dana operasional kepala daerah, dianggap tidak memadai oleh DPRD.
Fakta yang terungkap dalam Paripurna itu, mayoritas fraksi DPRD Sidoarjo menolak LPP/LKPJ APBD 2024, dengan alasan minimnya dampak nyata untuk masyarakat. Pengelolaan anggaran lemah, infrastruktur buruk, birokrasi tak profesional, dan rendahnya transparansi.
Oleh karenanya tegas SEMMI, Pemerintah tidak cukup hanya menyusun laporan, tetapi juga harus memastikan bahwa setiap rupiah anggaran menetes hingga ke titik terdalam kebutuhan publik.

