Sidak RTLH Wabup Mimik Idayana: Meski Mbah Mesna Menolak, Tetap Jadi Prioritas Bantuan Pemkab Sidoarjo

Mbah Mesna
Mbah Mesna tolak renovasi rumah reyotnya. Wabup Sidoarjo tetap prioritaskan bantuan dan kesejahteraan lansia. Viral menyentuh hati publik. Foto: Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang.co.id – Rumah sederhana berdinding bambu milik Mbah Mesna (90) di Desa Candipari tak sekadar menjadi tempat bernaung, melainkan juga simbol keteguhan hati seorang lansia yang memilih setia pada sejarah hidupnya. Kunjungan Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, pada Jumat (13/6/2025), menguak kisah unik di balik penolakan Mbah Mesna terhadap renovasi rumahnya melalui program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).

Bagi sebagian orang, rumah itu mungkin terlihat rapuh dan tidak memadai. Namun, bagi Mbah Mesna, setiap bilah bambu dan celah-celahnya menyimpan kenangan puluhan tahun yang tak tergantikan. ā€œRumah ini bukan hanya bangunan. Ini hidup saya,ā€ ucapnya dengan suara lirih namun penuh makna. Kalimat sederhana ini mengungkap kedalaman emosi yang jarang terlihat dalam kebijakan pembangunan fisik semata.

Wabup Mimik, yang datang bersama Camat Porong, perangkat desa, dan petugas Puskesmas, mengaku tersentuh oleh keteguhan Mbah Mesna. ā€œKami menghargai keputusannya, meski niat kami tulus ingin memberinya tempat tinggal yang lebih layak,ā€ ujarnya. Respons ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya melihat aspek teknis, tetapi juga menghormati nilai-nilai personal yang melekat pada warga.

Meski renovasi ditolak, Pemkab Sidoarjo tidak lantas meninggalkan Mbah Mesna. Mimik menegaskan komitmennya untuk memastikan kebutuhan dasar lansia tersebut terpenuhi, terutama dalam hal kesehatan dan kesejahteraan. ā€œKami akan terus berkoordinasi agar beliau mendapat pelayanan kesehatan dan bantuan sosial rutin,ā€ tegasnya. Pendekatan ini menggarisbawahi bahwa pembangunan yang manusiawi tidak selalu harus berbentuk fisik, melainkan juga berupa perhatian dan jaminan terhadap hak-hak dasar warga.

Kisah Mbah Mesna viral di media sosial, memicu apresiasi netizen terhadap sikap Pemkab yang tidak memaksakan kehendak. Banyak yang melihat langkah Wabup Mimik sebagai contoh nyata dari pemerintahan inklusif—yang tidak hanya berfokus pada angka dan proyek, tetapi juga pada empati dan penghormatan terhadap pilihan individu.

Baca Juga  Fakta LKPJ ke Perkada: Anggaran Sidoarjo Terhambat, Aspirasi Masyarakat Tersandera

Fenomena ini menjadi refleksi penting di tengah arus modernisasi dan krisis ekonomi: pembangunan sejati harus berangkat dari pemahaman mendalam tentang manusia di baliknya. Rumah bambu Mbah Mesna mungkin rapuh secara material, tetapi justru di situlah letak kekuatannya—sebagai pengingat bahwa kebijakan terbaik adalah yang lahir dari hati, bukan sekadar kertas perencanaan.

Kisah ini bukan sekadar tentang seorang nenek dan rumahnya, melainkan tentang bagaimana sebuah pemerintah bisa tetap ā€œmembangunā€ tanpa merusak nilai-nilai yang sudah mengakar. Di era di banyak daerah berlomba mengejar pembangunan fisik, Sidoarjo justru menunjukkan bahwa terkadang, kemajuan sesungguhnya terletak pada kemampuan mendengar dan merangkul cerita-cerita kecil yang penuh makna.