Surabaya, Ruang.co.id – Di era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Hampir setiap momen berharga ingin kita abadikan dan bagikan kepada orang-orang terdekat. Salah satu tren yang semakin populer adalah membagikan foto dan video anak-anak di platform media sosial.
Selain sebagai bentuk kebanggaan atas pencapaian si kecil, tindakan ini juga menjadi cara untuk mendokumentasikan pertumbuhan mereka dan membangun komunitas online dengan orang tua lainnya yang memiliki minat serupa.
Sharenting, istilah yang menggabungkan kata “share” (berbagi) dan “parenting” (pengasuhan), merujuk pada tindakan orang tua yang sering membagikan foto, video, atau informasi pribadi anak-anak mereka di media sosial.
Meskipun niat awal seringkali baik, yakni ingin berbagi kebahagiaan dan momen berharga, namun praktik ini menyimpan sejumlah risiko yang perlu diperhatikan.
Kehilangan Kontrol
Ketika orang tua dengan bebas membagikan foto, video, atau informasi pribadi anak di media sosial, anak-anak secara tidak langsung kehilangan kendali atas kehidupan digital mereka. Mereka tidak memiliki pilihan untuk menolak atau menyetujui konten yang dibagikan tentang diri mereka. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan ketidakberdayaan pada anak.
Potensi Penyalahgunaan
Foto dan video anak yang kita unggah di media sosial dapat dengan mudah untuk siapa saja mengaksesnya, termasuk orang-orang yang berniat jahat. Pedofil, penipu, atau orang-orang dengan maksud buruk lainnya dapat memanfaatkan konten tersebut untuk tujuan yang tidak etis, bahkan kriminal. Ini adalah ancaman nyata yang dapat membahayakan keselamatan dan kesejahteraan anak.
Jejak Digital Seumur Hidup
Informasi yang sudah terunggah di internet sangat sulit, bahkan hampir mustahil, untuk menghapus sepenuhnya. Ini berarti bahwa foto, video, atau komentar negatif tentang anak dapat terus ada di dunia maya dan berpotensi memengaruhi reputasi mereka di masa depan, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.
Penculikan
Dengan semakin canggihnya teknologi, penculik dapat dengan mudah melacak lokasi seseorang berdasarkan informasi yang mereka bagikan di media sosial. Jika orang tua secara terbuka membagikan foto anak mereka sedang berlibur di tempat tertentu, misalnya, hal ini dapat memberikan petunjuk berharga bagi penculik untuk menemukan anak tersebut.
Cyberbullying
Anak-anak yang sering menjadi objek postingan orang tua di media sosial lebih rentan menjadi sasaran cyberbullying. Komentar-komentar negatif, hinaan, atau ancaman yang ditujukan pada anak dapat menyebabkan trauma psikologis yang serius.
Penipuan
Data pribadi anak yang kita bagikan secara terbuka dapat orang lain manfaatkan untuk melakukan berbagai jenis penipuan. Hal ini seperti pencurian identitas atau penipuan finansial. Informasi seperti nama lengkap, tanggal lahir, dan lokasi dapat digunakan untuk membuat dokumen palsu atau membuka rekening bank atas nama anak.
Tekanan Sosial
Anak-anak yang tumbuh dengan kehidupan pribadinya yang terekspos di media sosial sering merasa tertekan untuk selalu tampil sempurna. Mereka mungkin merasa perlu untuk memenuhi ekspektasi orang lain dan menjaga citra positif yang telah dibangun oleh orang tua mereka. Hal ini dapat memicu kecemasan, depresi, dan gangguan makan.
Masalah Kepercayaan
Ketika orang tua dengan bebas membagikan informasi pribadi anak tanpa persetujuan mereka, anak-anak mungkin merasa bahwa privasi mereka tidak dihargai. Hal ini dapat merusak hubungan antara orang tua dan anak, karena anak-anak akan kesulitan untuk membangun kepercayaan dengan orang tua yang tidak menghormati batas-batas pribadi mereka.
Untuk melindungi privasi anak di media sosial, orang tua perlu berhati-hati dalam membagikan informasi baik foto maupun video. Hindari berbagi detail pribadi seperti nama lengkap, tanggal lahir, atau alamat lengkap.
Sebelum memposting, pertimbangkan apakah informasi tersebut penting dan apakah anak merasa nyaman dengan itu. Atur privasi akun media sosial agar hanya orang-orang terdekat yang bisa melihat postingan. Ajarkan anak sejak dini tentang pentingnya menjaga privasi di dunia digital.
Jika anak sudah cukup dewasa, libatkan mereka dalam pengambilan keputusan terkait konten yang akan kita bagikan.