Kisruh di Paripurna DPRD Sidoarjo: Bupati Swasta Menyatir, Budayawan Serukan Rekonsiliasi, Rakyat Butuh Solusi

Sidang Paripurna DPRD Sidoarjo
Sidang Paripurna DPRD Sidoarjo memanas usai permintaan maaf Bupati Subandi tak diterima. Legislator berbagai fraksi lakukan walk out massal. Foto: Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang co.id – Ketegangan politik kembali menghangat di Gedung DPRD Sidoarjo, Selasa (17/6/2025), setelah aksi ā€œWalk Outā€ atau WO massal anggota dewan saat rapat paripurna yang diwarnai permintaan maaf Bupati Subandi.

Namun, reaksi publik justru mengarah pada kritik tajam terhadap sikap para legislator, salah satunya dari sosok yang dikenal luas dengan julukan ā€œBupati Swastaā€, Sujani, S.Sos.

Sujani, tokoh publik peraih penghargaan Tokoh Masyarakat Peduli Budaya Nusantara, menyentil sikap dewan yang dinilainya terlalu emosional.

ā€œAnggota dewan seperti taman kanak-kanak,ā€ ujar Sujani dengan gaya satir khasnya, mengingatkan publik pada humor politik Gus Dur.

Menurutnya, WO itu tidak mencerminkan sikap kenegarawanan. ā€œKalau Bupati sudah minta maaf, mari bicarakan substansi, bukan lagi gesture. Lebih baik mereka bikin perda yang manfaatnya bisa dirasakan rakyat,ā€ tegasnya.

Seperti diketahui, permintaan maaf Bupati Subandi terkait pernyataannya pada Maret lalu soal ā€œPokir DPRD hanya menghambur-hamburkan uangā€ justru memantik respons balik.

Sekitar 30 legislator lintas fraksi memilih meninggalkan sidang, menilai permintaan maaf tersebut tidak tulus dan tidak spesifik.

Di tengah polemik ini, mantan aktivis mahasiswa yang kini menjadi pengamat kebijakan publik, Buwas, menilai tindakan WO sebagai kemunduran etika politik. ā€œRakyat tidak butuh drama. Yang dibutuhkan adalah solusi nyata. Jangan sampai ego merusak ruang dialog,ā€ ujarnya.

Buwas menambahkan, fungsi DPRD adalah memperjuangkan kepentingan publik, bukan memperkeruh suasana dengan gestur simbolik. ā€œGesekan itu wajar, tapi jangan sampai membuat pembangunan terhambat,ā€ tambahnya.

Sementara itu, suara dari warga Sidoarjo lain juga menguat. Salah satunya, Luluk Mustofa (42), warga Waru, menilai anggota dewan harusnya lebih dewasa. ā€œIni bukan sinetron. Mereka digaji dari uang rakyat, sudah semestinya profesional menyikapi konflik,ā€ ujarnya.

Baca Juga  Wali Kota Eri Cahyadi dan Bupati Sidoarjo Sinergi Bangun Infrastruktur dan Ekonomi Regional

Senada, M. Yunus Alwili, M.M.Pd., Pemangku Kampung Seni Pondok Mutiara, menilai kurang elok dari sudut pandang budaya, terutama dalm budaya Islam, ketika seorang bupati sudah meminta maaf dan direspons dengan aksi WO anggota legislatif. Yunus berharap, bupati dan para wakil rakyat tidak menjadikan emosional sebagai dasar bertindak.

ā€œSebagus – bagus manusia itu adlah meminta maaf dan yang paling bagus lagi adalah yang memaafkan. Saya pikir para anggota dewan adlah orang – orang pilihan dan orang kepercayaan rakyat di dapilnya masing – masing. Sangat disayangkan kalau dari satu sisi sudah meminta maaf, sisi yng lainnya tidak mau memaafkan,ā€ ujarnya.

Jika konflik ini tidak segera disudahi, Yunus khawatir akan dapat merugikan rakuat Sidoarjo. Karena menurutnya, eksekutif dan gegislatif bekerja untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan individu maupun kelompok. Meskipun Ia berharap konflik kepentingan itu untuk segera disudahi.

ā€œBupati sudah minta maaf, ayo lanjutkan kerja. Saya harap konflik ini segera disudahi. Biarkan bupati kerja majukan Pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat lebih penting dari urusan ego. Tugas dewan untuk mengawasi kinerja bupatiā€ tuturnya.

Sebagai budayawan Sidoarjo, Yunus mengusulkan forum dialog terbuka semacam rekonsiliasi yang dihadiri Bupati, pimpinan DPRD, dan tokoh agama dan masyarakat, termasuk budayawan.

ā€œKalau mereka bisa duduk bareng, menekan ego pribadi, lalu bersama merumuskan kebijakan yang berdampak, itulah kemenangan rakyat,ā€ ungkap Yunus.

Pendekatan rekonsiliasi menurutnya, perlu dikedepankan dengan semangat kolaborasi agar terwujud kekuatan pemimpin – pemimpin daerah yang harmoni, bukan kompetisi. Harus ada komitmen bersama bahwa perbedaan adalah bagian dari demokrasi, tapi kepentingan publik/ rakyat Sidoarjo tetap harus menjadi prioritas utama.

ā€œIni saatnya membuktikan bahwa politik lokal tidak selalu penuh intrik. Politik lokal yang Arif dan bijaksana dengan melakukan rekonsiliasi, bisa juga menjadi teladan kedewasaan demokrasi. Mari kita rawat harapan rakyat bersama,ā€ pungkas Yunus penuh optimis.

Baca Juga  Mayoritas Fraksi DPRD Sidoarjo Tolak LPJ APBD 2024, Subandi Terpojok dan Ditinggal Pendukungnya!