Sidoarjo, Ruang.co.id – Nasib pilu dan tragis masih terus menimpa Eva Yusnita, warga Kec. Tulangan, mantan pegawai bagian pembelian dan Kepala produksi di PT Semoga Berkah Sukses, perusahaan home living di Tulangan, Sidoarjo. Tak hanya kehilangan pekerjaan, Eva mengaku menjadi korban PHK (Pemutusn Hubungan Kerja Sepihak), dikriminalisasi, intimidasi, almi penyekapan hingga pemerasan yang diduga dilakukan oleh pihak perusahaan.
Setelah mendatangi perusahaan yang sebelumnya bekerja dan Polsek Tulangan, Sidoarjo, belakangan baru – baru ini Eva dan keluarga besarnya mengalami teror yang dilakukan seseorang, yang mendatamgi rumahnya.
“Saya kebetulan pas jaga warung, suami saya dan adik saya yang menghadapinya. Di rumah juga ada ibu saya. Dia datang awalnya mengaku dari ketua RT desa lain, mau nyari Ketua RT sini dan mau tanya alamat rumah saya. Suami saya kan ketua RT-nya. Kepada adik dan suami saya, dia juga mengaku kerabat pak ”D” mantan bos saya kerja, dia juga mengaku sahabatnya mantan bos saya. Intinya dia datang disuruh negosiasi ajakan damai,” ungkap Eva yang didampingi suami, adik, dan tim kuasa hukumnya.
Hal itu dibenarkan Yohanes, suami Eva korban PHK sepihak. “Gelagatnya mencurigakan saat saya persilahkan bicara apa maksud kedatangannya. Sudah mengaku kerbatnya mantan bos istri saya, mengaku ketua RT, mengaku sahabasahabatnya bos istri saya, gak jelas statusnya, meski gak mengaku jujur yang akhirnya saya poin, anda kan kuasa hukum barunya mantan bos istri saya kan?,” ungkap Yohanes.
Yohanes menceritakan, saat pertemuan di rumahnya itu, ujung – ujungnya menawarkan damai, dia bilang uang yang sudah kami bayar sebesar Rp150 dari kami dan Rp50 dari Maya itu, dianggapnya sudah cukup sebagai ganti rugi perusahaan.
Sedangkan sisa uang kekurangan yng dimintanya dari jumlah Rp500 juta sekian, yang Rp150 tidakbusah dibayarkan dan biarlah menjadi tanggungan pihak kuasa hukum mantan bosnya yang membayarkan. Sedangkan sisanya dianggap oleh perusahaan sebagai uang pesangon yang tidak perlu dikembalikan ke perusahaan.
“Tentu saja saya jadi makin marah besar, saya bilang ke dia, dulu sebelum jadi rame gini kami minta penyelesaian damai dan mau mengganti yang sesuai kemampuan kami. Motor sudah kami jual ke polisi yang menangani istri saya, uang tabungan ludes. Sekarang ujung – ujungnya sana minta damai. Gak bisa! Kasus ini tetap kami lanjutkan ke yang berwajib!,” tandas tegas Yohanes yang diamini keluarga besarnya.
Kedatangan lelaki yang diduga pengacara baru D mantan bos perusahaan tempat Eva bekerja, awalnya ditemui sang ibundanya Eva. Kepada ibundanya, lelaki itu bercerita memutar balikkan fakta kejadian masih menyudutkan anaknya bersalah dan sekaligus melontarkan ancaman yang membuat sang ibundanya mendadak shock berat. Karena apa yang diceritakan Eva dan Yohanes serta adiknya, tidaklah sama.
“Sejak dia datang ke rumah, kondisi ibu saya sampai sekarang masih shock. Saya minta pertanggungjawabannya perlakuan terhadap keluarga besar saya selama ini. Semuanya telah saya serahkan kepada tim kuasa saya, timnya Bu Sus,” ungkap Eva lagi.
Tim kuasa hukum Eva, Sus Retno,SH ,MH. dan Partner, membenarkan kejadian itu hingga terbarunya ini. Sangat disayangkannya, mengapa kuasa hukum mantan bos perusahaan klien kami datang ke rumah kliennya tanpa izin dan sepengetahuan tim kuasa hukum sebelumnya.
“Apa yang dilakukannya malam itu di rumah klien kami, dia sebagai kuasa hukum baru perusahaan, itu langkah yang sangat bodoh. Kalau dia mengaku pengacara, dia jelas sudah melanggar UU Advokat dan Kode Etik Profesi. Apalagi kedatangannya juga mengandung unsur teror dan Intimidasi kepada keluarga besar klien kami. Pasti dong dia akan kami laporkan ke organisasi profesinya, hingga ke kementerian,” tandas tegas Sus Retno.
“Tindakan lelaki yang mendatangi rumah klien kami itu perbuatan yang tidak terpuji. Bila memang terbukti dia berprofesi pengacara, dia sudah membuat malu dan melecehkan profesi advokat!,” tandas Hayoni, anggota tim kuasa hukum Eva.
Lantaran keadaan yang dialami kliennya beserta keluarga besarnya masih merasa dibawah tekanan dan ancaman, tim hukum dan Eva beserta keluarganya, Rabu Siang mendatang Mapolda Jatim, untuk melaporkan segala perbuatan dan tindakan mantan perusahaan Eva.
“Setelah somasi kami dua kali tidak diindahkan dan pihak mantan perusahaan klien kami terus melakukan perlawanan, kami sepakat melaporkan ke sini, SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Polda Jatim. Mbak Eva klien kami dampingi untuk melapor kesini,” tukas Sus Retno.
Selama sekitar 4 jam, akhirnya Eva telah mengantongi bukti resmi surat pelaporannya. Tim kuasa hukum Eva juga mendatang Dit Propam Mapolda Jatim, guna melaporkan para pihak penyidik di Polsek Tulangan, atas segala perlakuannya yang dialami Eva.
“Kami tim kuasa hukum mewakili klien kami, mbak Eva, yang bersamaan diproses di SPKT untuk lapor, kami juga laporkan pihak Polsek Tulangan yang menangani klien kami saat diperiksa hingga di verbal lalu cabut verbal,” ujar Wenny Saraswati, anggota tim kuasa hukum Eva.
“Klien kami melapor ke Polda Jatim ini dengan tuntutan pasal 333 KUHP, ayat 1 dan 2. Kemerdekaan hak pribadi klien kami telah dirampas oleh pihak mantan perusahaan klien kami, dan oknum – oknum polisi yang menangani klien kami saat itu. Kmu sangkakan pasal itu dulu, tidak menutup kemungkinan, pastinya akan kami sangkakan pasal – pasal yang linnya,” tukas Sus Retno menutup jumpa persnya.
Seperti yang diberitakan Ruang co.id sebelumnya, Eva Yusnita mengalami perlakuan sebagai korban PHK sepihak dari pimpinan peruaahaannya. Semua itu bermula dari transaksi pembelian karung sak jumbo yang seharusnya menjadi solusi atas masalah operasional.
“Saya hanya cari jalan keluar agar produksi tetap jalan. PO (Purcashing Order) sudah disetujui atasan, tidak ada mark-up, dan tidak pernah saya nikmati pribadi. Tapi saya dituduh mark-up, dipaksa ganti rugi Rp515 juta,” ujar Eva saat ditemui di Mapolsek Tulangan, Rabu (18/6/2025).
Uang ganti rugi senilai itu dikatakan direktur yang juga pemilik perusahaan, akumulasi 10% dari total sebesar Rp.5,9 miliar kerugian perusahaan dalam hal pembelian terhitung sejak tahun 2021 hingga sekarang, yang dituduhkan pada Eva.
Dari nilai Rp 515 juta, Eva mengaku telah membayar Rp200 juta dari tabungan pribadi dan hasil penjualan motor untuk pembayaran tahap awal yng diminta paksa oleh perusahaan.
Uang itu dibayarkannya atas permintaan Davi Kusuma Adam sng Direktur yng juga pemilik perusahaan, diminta mentransfer ke rekening pribadi pemilik, bukan ke rekening resmi perusahaan.
“Yang bikin saya terpukul, saya juga disekap 10 jam sendirian di ruang direksi. HP saya disita, saya dipaksa tandatangani pengakuan untuk berita acara pelaporan ke polisi, dan surat pengunduran diri,” lanjut Eva, dengan mata berkaca-kaca.
Langkah hukum pun ditempuh. Eva didampingi pengacaranya, Sus Retno, SH., MH. dan Partners, menyambangi kantor yang juga pabrik Eva bekerja. Namun hanya ditemui staf HRD. Pihak pemilik perusahaan terkesan menghindar.
Eva dan rombongan tim kuasa hukumnya mendatangi Mapolsek Tulangan, tempat ia dilaporkan perusahan dan diperiksa hingga terbit BAP, sampai kemudian dilakukan pencabutan BAP dan laporan oleh pemilik pabrik.
Kapolsek Tulangan AKP Abdul Cholil yang saat itu menerima tim hukum Eva menyatakan siap membantu mediasi. Ia menyampaikan permohonan maaf atas kekeliruan penanganan sebelumnya dan berjanji menjembatani proses hukum dengan perusahaan.
“Polisi harus netral. Kami siap bantu cari solusi terbaik bagi kedua belah pihak,” ujar Sus Retno menirukan ucapan AKP Abdul Cholil, didampingi Kanit Reskrim yang baru, Iptu Abdul Haris.
Kini, perjuangan Eva bukan sekadar menuntut hak, tetapi juga memperjuangkan martabat dan keadilan.
Kasus ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya perlindungan hukum bagi pekerja, terutama perempuan, di tengah minimnya edukasi soal hak dan prosedur di tempat kerja.
Menurut Sus Retno, kisah Eva menjadi cermin penting soal keadilan industrial. Isu ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga soal nurani. “Semoga aparat dan semua pihak bersikap jujur dan berpihak pada kebenaran,” pinta pungkasnya.