Eksekusi Rumah Janda Purnawirawan TNI di Surabaya Bikin Hati Rakyat Miris Menangis

Eksekusi rumah janda
Eksekusi rumah janda TNI di Surabaya menuai tangis & kontroversi. Dugaan mafia tanah, surat Komnas HAM diabaikan, hukum diuji nurani dilukai. Foto: Nurudin
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Ruang.co.id – Isak tangis pecah di Jalan Dr. Soetomo Nomor 55 Surabaya, Kamis (19/6). Di tengah terik matahari, aparat berseragam lengkap dan ratusan massa berhadap-hadapan. Pukul 10.00 WIB, semula dijadwalkan mulainpukul 07.00 WIB, rumah yang telah dihuni keluarga pahlawan laut selama lebih dari 60 tahun itu resmi dieksekusi oleh juru sita Pengadilan Negeri Surabaya.

Diluar dugaan, massa GRIB Jaya, Kobra 08 dan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jatim yang menghadang petugas APH, berhasil disingkirkan dengan cukup mudah. Sekalipun sempat terjadi gesekan kecil yang tidak berarti fatal bagi para pihak.

Tri Kumala Dewi, putri mendiang Laksamana Soebroto Joedono – mantan Wapangab era Presiden Soeharto – harus menerima kenyataan pahit ini. Rumah warisan ayahnya dikosongkan paksa, meski proses hukumnya menyisakan tanda tanya besar.

“Ini bukan soal bangunan. Ini soal harga diri, soal keadilan. Rumah ini saksi sejarah, bukan milik mafia,” ujar Heru Satrio Ketua MAKI Jatim yang ikut mendampingi Tri, diapit kerabat dan aktivis yang datang memberi dukungan.

 

Putusan yang Dikebut, Dugaan Mafia Tanah Menguat

Eksekusi ini berdasarkan putusan PN Surabaya Nomor 391/Pdt.G/2022/PN.Sby tertanggal 5 Desember 2022, yang memenangkan Handoko Wibisono sebagai pemilik sah. Namun proses kepemilikan Handoko penuh kontroversi. Ia membeli SHGB dari Rudianto Santoso, yang sebelumnya Rudianto ditetapkan sebagai DPO oleh Polda Jatim karena dugaan pemalsuan akta jual beli tanah itu.

Di hari yang bersamaan dengn jadwal eksekusi, Handoko Wibisono sang pemohon ekseskusi dan notarisnya juga mendapat panggilan kedua pemeriksaan di Dirtipidum dan Barekarim Mabes Polri, setelah pemanggilan yang pertama Minggu lalu keduanya mangkir datang.

“Logikanya di mana? Orang yang masih mangkir dari panggilan polisi, justru didukung oleh negara lewat putusan eksekusi. Ini bencana hukum,” kata Heru lagi.

Baca Juga  Dari Balap Liar ke Tawuran, JOGOBOYO 97 Tak Gentar Hadapi Ancaman Kota

Heru bahkan menyebut adanya permainan mafia tanah dan mafia peradilan. Ia menyatakan akan mengajukan laporan ke Mahkamah Agung untuk mengevaluasi tiga hakim yang mengabulkan gugatan Handoko. “Kami anggap ini cacat hukum, cacat nurani, cacat moral,” tegasnya.

 

Komnas HAM Turun Tangan, Tapi Tak Digubris

Sebelum pelaksanaan eksekusi, Komnas HAM RI telah mengirim surat resmi ke PN Surabaya agar menunda eksekusi. Alasannya jelas: ada indikasi kuat pelanggaran hak asasi manusia dan penyidikan terhadap pemohon yang masih berjalan di Bareskrim Polri.

Sayangnya, surat tersebut seolah tak berarti. Kabag Ops. Polrestabes Surabaya AKBP Wibowo tetap dengan lantang mengawal penuh jalannya eksekusi.

“Siapa pun yang menghalangi akan kami tangkap. Ini tugas kami menegakkan hukum,” kata AKBP Wibowo dalam pernyataan tegas sebelum juru sita membacakan putusan.

 

Rakyat Melawan dengan Air Mata

dr. David, Ketua GRIB Jaya Jatim, tak kuasa menahan emosi saat menyaksikan peristiwa memilukan itu.

“Kalau hukum sudah tak berpihak pada yang lemah, pada siapa lagi kami mengadu? Kami ini rakyat kecil. Jangan anggap kami tak paham. Nurani itu lebih tinggi dari hukum yang bengkok,” ucapnya sambil menatap kosong ke truk pengangkut barang milik keluarga Tri.

Massa GRIB dan MAKI datang dalam damai. Tak ada bentrokan besar seperti yang ditakutkan sebelumnya. Hanya ketegangan, sesekali ricuh kecil, dan puluhan pasang mata yang menyaksikan sejarah kelam di jantung kota Surabaya.

 

Perlawanan Moral Dilanjutkan

MAKI Jatim mengaku telah melaporkan Handoko dan notarisnya ke Bareskrim Mabes Polri. Panggilan sudah dilayangkan, namun keduanya mangkir dua kali.

“Kalau hari ini mereka mangkir lagi, jemput paksa adalah opsi. Kami dorong proses hukum dipercepat,” ungkap Heru Satrio.

Baca Juga  Ratusan Massa GRIB Jaya Gagalkan Eksekusi Rumah Ahli Waris Pejuang 45 di Surabaya, Soroti Praktik Mafia Tanah

Sementara itu, pihak keluarga Tri berharap ada keadilan dari institusi tertinggi negara.

“Kami akan kirim surat terbuka ke Presiden dan Ketua MA. Kami minta rumah ini dikembalikan secara sah, dan pelaku mafia tanah dihukum,” ujar Heru menirukan ucapan Puji, suami Tri.

 

Keadilan Diuji, Nurani Ditinggalkan

Eksekusi rumah ini membuka luka lama bangsa Tontonan putusan hukum kerap tajam ke bawah, tumpul ke atas. Kata Heru, saat rumah janda pahlawan diambil paksa karena dokumen yang diduga palsu, siapa yang akan peduli pada keadilan?

Dan publik pun bertanya, jika tanah leluhur bisa direbut karena surat bermasalah, lalu publik mempertanyakan, setiap permasalahan perkara hukum semacam ini, mungkinkah jaminan rumah-rumah keamanan dan kenyamanannya oleh sang pemutus hukum.

Di penghujung cerita kisah eksekusi ini menjadi cermin dari harapan Tri Kumala Dewi. Adanya penegakan pisau putusan hukum baginya, untuk memperoleh berkeadilan hukum, selaras dengan norma dan kemanusiaan yang beradab.