DPRD Sidoarjo ‘Boikot’ Paripurna LKPJ 2024 Bupati, Pengamat: “Rakyat Tetap yang Jadi Korban!”

Boikot Paripurna DPRD Sidoarjo
DPRD Sidoarjo boikot sidang LKPJ 2024. Pakar politik: rakyat bisa jadi korban tarik-ulur kepentingan. Apa yang sebenarnya terjadi? Foto: Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang.co.id – Suasana ruang Paripurna di gedung DPRD Sidoarjo, kesekian kalinya kembali berubah tegang. Pada Kamis 10 Juli 2025, forum penting yang dijadwalkan yang sejatinya untuk menyampaikan Pandangan Akhir (PA) terhadap LKPJ Bupati Subandi Tahun Anggaran 2024, mendadak gagal total karena tidak kuorum terjadi aksi boikot anggota dewan.

Hanya 29 dari 50 anggota DPRD yang hadir. Tensi politik makin terasa panas. Tetapi ironisnya, hanya beberapa hari sebelumnya berselang, RPJMD Bupati Subandi 2025–2029 justru disetujui oleh DPRD dalam sidang paripurna.

Situasi kontras ini menjadi perbincangan hangat di kalangan publik Sidoarjo. Ada yang berpendapat sesuatu yang dianggapnya lucu, atau semacam banyolan badut – badut politik dari kedua belah pihak.

Hingga muncul pertanyaan, bagaimana mungkin kinerja masa lalu seorang kepala daerah ditolak, namun rencana strategis lima tahun ke depan disetujui? Apakah ini bentuk ketegasan pengawasan atau hanya manuver politik tanpa arah?

Aksi Boikot, Penolakan Politis atau Penegasan?

Ketidakhadiran massal fraksi Gerindra, serta sebagian kecil anggota Golkar, PKB, PDIP, PAN, dan Nasdem, pada PA LKPJ Bupati menjadi sorotan.

Terutama Gerindra, yang seluruh sembilan anggotanya tidak hadir, seperti makin menguatkan sinyalemen ‘pencabutan dukungan politik’ terhadap Bupati Subandi. Kemungkinan juga sebaliknya sebagai tanda terang sebuah pengkhianatan komitmen politik.

M. Nizar, Ketua Fraksi Golkar DPRD Sidoarjo mengklarifikasi atas ketidakhadiran seorang anggotanya di Paripurna LKPJ Bupati Subandi. Dikatakan Nizar, anggotanya dipastikan hadir. Yang bersangkutan sudah hadir meski agak sedikit terlambat.

“Kebetulan kemarin saya yang jadi juru bicara (jubir) fraksi partai kami. satu anggota saya yang tidak hadir dan sudah mengkonfirmasikan begini, kemarin itu beliau masih sempatkan untuk hadir paripurna. Semuanya hadir di paripurna, meski flight beliau tiba sedikit terlambat. Sedangkan paripurna berlangsung siang tepat waktu. Rapat paripurna selesai lebih cepat, karana diputuskan untuk ditunda,” ungkap Nizar.

Baca Juga  Dua Target IKU Jatim 'Jebol' di Tengah Keterbatasan Anggaran Infrastruktur

Ini alasan Cak Nasik sang ketua pemimpin paripurna memutuskan untuk ditunda, lantaran jumlah anggota parlemen lebih banyak yang tidak hadir dan dinyatakan tidak memenuhi kuorum untuk pengambilan keputusan PA fraksi – fraksi tentang LKPJ Bupati tahun 2024.

“Sesuai Tatib (tata tertib) Pasal 101 ayat 4, karena tidak kuorum, sidang terpaksa ditunda dan akan dijadwalkan ulang maksimal tiga hari,” tegas Ketua DPRD Abdillah Nasih, atau akrab disapa Cak Nasik, saat memimpin paripurna PA LKPJ Bupati Subandi, Kamis (10/7/2025).

Namun ia mengingatkan, agar aksi ini jangan sampai berlarut – larut yang dapat menghambat pembangunan, yang telah dituangkan dalam RPJMD disetujui DPRD.

“Jangan sampai karena perbedaan persepsi terhadap LKPJ, kita abaikan apa yang sudah disepakati untuk kemajuan Sidoarjo,” tambahnya.

“Ini Bukan Konflik, Tapi Koreksi” dari DPRD?

Menurut Cak Nasik, persoalan ini murni dinamika politik, bukan perseteruan personal. Ia menegaskan bahwa penolakan LKPJ adalah bagian dari hak pengawasan dewan.

“Hubungan kami dengan Bupati baik-baik saja. Tapi fraksi-fraksi tentu punya pertimbangan politik dan administratif masing-masing dalam menilai kinerja 2024,” ujarnya lugas.

Ketua DPRD juga mengaku siap menjembatani komunikasi lintas fraksi dan partai, bahkan membuka ruang diskusi dengan pimpinan parpol jika diperlukan.

“Demokrasi yang sehat itu bukan tanpa kritik, justru dari kritik itulah kita bangun perbaikan,” katanya.

Bupati Subandi Anggap “Itu Biasa Saja”

Menanggapi sidang LKPJ yang ditunda, Bupati Subandi terlihat memilih merespons dengan tenang.

“Ndak apa-apa. Ini tidak mempengaruhi WTP yang sudah diraih Pemkab Sidoarjo,” ujar Subandi usai putusan sidang ditunda.

Ia pun kemungkinan membuka ruang konsultasi ke Gubernur Jawa Timur, jika sidang lanjutan nantinya masih tetap tidak kuorum dewan dalam mengambil keputusan.

Baca Juga  Sidoarjo Bidik Swasti Saba Wistara, Wujudkan Kabupaten Sehat

“Kalau masih belum kuorum, bisa pakai Perkada (Peraturan Kepala Daerah) sebagai dasar acuannya,” tambahnya.

Sikap kalem Subandi menuai pujian, tapi Ia juga memunculkan tanda tanya. Apakah ini strategi kompromi sang politikus birokrat, atau sebuah pertahanan dalam menghadapi tekanan politik?

Pengamat Politik: Beda Fungsi, Bukan Kontradiksi Jatuhkan Subandi

Fenomena ini langsung dikaji oleh akademisi dan pengamat politik daerah, Nanang Haromain dari Institute of research and publik development (IRPD). Ia menjelaskan bahwa tidak ada yang aneh dalam sikap DPRD yang menolak LKPJ namun menyetujui RPJMD.

“LKPJ itu evaluasi kinerja masa lalu. Sedangkan RPJMD adalah perencanaan masa depan. Sangat logis jika DPRD tidak puas terhadap kinerja sebelumnya, tapi tetap memberi ruang pada perbaikan melalui RPJMD,” jelasnya.

Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sidoarjo ini berpendapat, bahwa dinamika ini menunjukkan fungsi kontrol DPRD berjalan sehat.

“Ini bukan pertanda permusuhan, tapi check and balance. Penolakan adalah kritik, persetujuan adalah harapan,” ujar Nanang.

Rakyat Bisa Jadi Korban, Jika Kendali Ego Tak Terkelola

Meski secara hukum penolakan LKPJ tak berdampak pada jabatan kepala daerah, namun secara praktis bisa mengganggu kinerja birokrasi dan agenda pembangunan. Terlebih jika perbedaan politik berubah menjadi tarik-ulur yang berkepanjangan.

“Ketika relasi Bupati dan DPRD memburuk, fungsi anggaran dan legislasi bisa terganggu. Yang dirugikan tentu rakyat,” tegas pengamat politik berambut pirang ini.

Tapi Ia mengingatkan agar dua lembaga ini tidak terjebak dalam adu emosi, adu ego, apalagi sampai gengsi diri dan kelompok.

Jika pemandangan “seteru” itu juga dapat menjadikan kritik sebagai vitamin demokrasi. “Perbedaan itu sehat, asal tidak mengorbankan pelayanan publik,” katanya bijak.

Seteru Paripurna Ajang Adu Kepentingan Kelompok?

Pengamat politik ini berharap dan mengajak seluruh pemangku kepentingan di Kabupaten Sidoarjo untuk merenung.

Baca Juga  Bulu Tangkis Sidoarjo Bersatu: Dien Fahrur Pimpin Aklamasi, Pecah Telur Dualisme!

Boikot bukan solusi jika tidak disertai tawaran perbaikan. Penolakan harus disertai penjelasan. Bukan didiam dan laksana mulutnya sengaja dilakban. Persetujuan harus diiringi komitmen pelaksanaan.

Rakyat tidak menuntut drama politik. Mereka hanya ingin jalan mulus, sekolah lancar, air mengalir, dan bantuan tepat sasaran.

Jika politik menjadi penghambat, maka kepercayaan publik bisa runtuh lebih cepat daripada kursi kekuasaan.

Dewasa Berdemokrasi, Bukan Lukai Rakyat

Apa yang terjadi di Sidoarjo sejatinya adalah potret demokrasi yang sedang tumbuh. Tapi sang pengamat ini mengatakan, demokrasi tidak boleh tumbuh dengan membiarkan rakyat jadi korban.

Boikot LKPJ, jika benar untuk koreksi, maka arahkan ke perbaikan. Persetujuan RPJMD, jika benar demi masa depan, maka kawal agar tidak hanya jadi dokumen tanpa aksi.

Kepada Ruang.co.id publik Sidoarjo percaya, bahwa kedewasaan politik ditunjukkan bukan dalam debat panas di ruang paripurna. Namun dalam dinginnya kepala dan hangatnya hati, untuk melayani rakyat dengan nurani.