Ruang.co.id – Panitia Khusus ( Pansus ) DPRD Jawa Timur, memasukan program kesejahteraan keluarga dan Rancangan peraturan daerah ( Raperda ) Perlindungan anak dan perempuan ( PPA ) ke dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah ( RPJMD ) 2025. Pembacaan rekomendadi dalam RPJMD ini disampaikan Pansus melalui juru bicaranya Lilik Hendarwati pada rapat paripurna DPRD Jatim, kamis, (26/6).
Dalam rekomendasi RPJMD yang dibacakan Lilik, ada lima belas point yang direkomendasikan Pansus. LImabelas rekomendasi tersebut, merupakan kaitan dengan delapan program prioritas Gubernur seperti Jatim Kerja, Jatim Harmoni, Jatim akses dan lainnya.
Dari rekomendasi tersebut selain program pertumbuhan ekonomi, pendapatan daerah, BUMD dan pemerataan kesejahteraan dibeberapa daerah miskin. Juga ada satu yang dimasukan dalam RPJMD, rekomendasi tentang kesejahteraan keluarga.
“Salah satu yang kita rekomendasikan adalah kesejahteraan dalam keluarga. Kita tahu tingginya angka perceraian di Jatim saat ini akan berdampak pada kondisi psikologis anak. Inilah yang secara preventif harus kita lakukan. Karena jika angka perceraian banyak, bukan tidak mungkin pada 2045 nanti kita tidak melahirkan generasi emas seperti yang kira harapkan. Karena itu dalam RPJMD ini, kita harus bisa mencegah dengan mengurangi angka perceraian,” ujar Lilik.
Selain itu masalah BUMD juga menjadi rekomendasi Pansus. Menurut Lilik, BUMD yang tidak bisa dipertahankan, sebaiknya di merger atau dilikuidasi sekalian.
Sementara itu, dalam rapat Paripurna tersebut, Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak yang hadir sebagai pihak eksekutif, mengaku mendukung penuh pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak yang dibahas dalam RJPMD Jatim.
Menurut Emil, regulasi baru ini dibutuhkan karena aturan lama, yakni Perda Nomor 16 Tahun 2012 dan Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang PPA dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi serta peraturan terbaru. Ia menegaskan pentingnya pelindungan terhadap perempuan dan anak yang berhak hidup aman, bebas dari kekerasan dan diskriminasi.
“Perempuan dan anak harus dilindungi dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan yang merendahkan martabat kemanusiaan,” ujarnya.
Data dari Aplikasi Simfoni Kementerian PPPA menunjukkan angka kekerasan masih tinggi. Untuk kasus kekerasan terhadap perempuan, tercatat 840 kasus pada 2021, naik menjadi 900 di 2022, lalu 993 pada 2023, dan kembali meningkat jadi 1.041 kasus tahun ini.
Sementara itu, kasus kekerasan terhadap anak tercatat 901 kasus di 2021, naik ke 968 di 2022, sedikit naik lagi menjadi 972 pada 2023, dan menurun menjadi 771 kasus pada 2024.
Terkait penggabungan dua perda lama menjadi satu regulasi baru, Emil menyatakan dukungannya. Ia menilai langkah itu selaras dengan upaya penyederhanaan regulasi agar pelaksanaan di lapangan lebih efisien. Pemprov berharap Raperda ini dapat segera dibahas dan disahkan.