Keprihatinan Guru Honorer di Jatim, Dari Surabaya hingga Malang, Aduan Menggema di DPRD

aduan forum komunikasi guru honorer di dprd jawa timur
Anggota komisi DPRD Jawa Timur Sule Daim, mewakili Ketua Komisi E menemui Guru honorer mengadukan nasib mereka di DPRD Jawa Timur
Ruang Gentur
Ruang Gentur
Print PDF

Ruang.co.id – Keprihatinan tentang nasib guru honorer kembali mencuat. Kamis (23/1), puluhan guru honorer dari berbagai kota di Jawa Timur, seperti Surabaya, Kediri, dan Malang, bersama perwakilan wali murid dari SMAN 1 Turen, Kabupaten Malang, menyambangi Komisi E DPRD Jatim. Mereka menyampaikan sejumlah aduan melalui Forum Komunikasi Guru Honorer Negeri (FKGHN) dan Forum Guru R3 PPPK.

Pertemuan yang berlangsung di ruang Badan Anggaran DPRD ini dipimpin oleh Sule Daim, mewakili Ketua Komisi E. Para guru honorer dan wali murid menyuarakan keresahan mereka terkait kondisi pendidikan di tingkat menengah atas, khususnya soal kesejahteraan guru yang dinilai tidak memadai.

Subagyo, salah satu perwakilan FKGHN, mengungkapkan bahwa gaji guru honorer masih jauh dari layak. “Kami hanya menerima Rp 900 ribu per bulan. Itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujar Subagyo yang merupakan guru di SMK Negeri Mojokerto.

Ia juga menyoroti ketidakadilan dalam sistem pengangkatan Guru PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Menurutnya, guru honorer yang sudah mengabdi belasan tahun sering kali terpinggirkan, sementara lulusan baru bisa langsung diangkat menjadi PPPK.

Aduan guru honorer di komisi E DPRD Jatim
Subagyo, Wakil FKGHN

“Kami merasa ada tebang pilih. Ini sangat tidak adil. Kami berharap apa yang disepakati dalam pertemuan ini dapat direalisasikan oleh pemerintah,” tambah Subagyo.

Merespons aduan tersebut, Sule Daim menjelaskan bahwa para guru honorer hanya menuntut kejelasan status dan jaminan kesejahteraan. “Seharusnya guru honorer, termasuk yang statusnya R3, diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti seleksi PPPK. Jangan sampai kalah oleh guru swasta atau lulusan baru,” tegas Sule.

Anggota Komisi E lainnya, Hj Zeiniye, turut menyampaikan pandangannya. Ia menekankan pentingnya penghapusan potongan honor guru GTT (Guru Tidak Tetap) dan sertifikasi. “Honor guru honorer harus mengikuti standar yang berlaku, baik dari provinsi maupun sekolah. Kesejahteraan mereka harus dijamin,” ujar Zeiniye dengan nada tegas.

Baca Juga  Menyongsong Generasi Emas, Program Makan Bergizi Gratis di MAN Surabaya

Selain masalah kesejahteraan, pertemuan ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi guru honorer dalam sistem pendidikan di Jawa Timur. Forum Komunikasi Guru Honorer berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih serius terhadap nasib para guru honorer, terutama mereka yang telah lama mengabdi.

Masalah kesejahteraan guru honorer bukan hanya menjadi isu lokal, tetapi juga menyangkut masa depan pendidikan di Indonesia. Dengan adanya langkah konkret dari DPRD Jatim, para guru dan wali murid berharap perubahan positif dapat segera terwujud.

Melalui aduan ini, suara Forum Komunikasi Guru Honorer Kota Surabaya, Kediri, dan Malang, menjadi pengingat bahwa peran guru honorer tidak bisa dipandang sebelah mata. Kini, bola ada di tangan pemerintah untuk menunjukkan komitmennya dalam memperbaiki sistem pendidikan di Jawa Timur.