Ruang.co.id – Pemerintah Amerika Serikat secara resmi menggeser pemberlakuan kenaikan tarif impor dari Indonesia sebesar 32% menjadi hanya 10% untuk jangka waktu 90 hari ke depan. Keputusan ini ibarat pisau bermata dua bagi perekonomian nasional. Di satu sisi memberi napas lega bagi eksportir, di sisi lain menjadi ujian kecerdikan diplomasi ekonomi Indonesia di hadapan kebijakan transaksional pemerintahan Donald Trump. Jum”at, (11/4/2025).
Adik Dwi Putranto, Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur, dengan tegas menyatakan bahwa kebijakan ini bukan sekadar keringanan melainkan bagian dari strategi besar diplomasi ekonomi AS. “Ini adalah bentuk stick and carrot diplomacy yang khas Trump,” ujarnya dalam konferensi pers di Surabaya. Pola kebijakan seperti ini sepenuhnya mengabaikan prinsip multilateralisme dan lebih berfokus pada transaksi bilateral berbasis kekuatan tawar.
Para analis perdagangan internasional memandang periode 90 hari ini sebagai masa uji kesetiaan ekonomi. Pemerintah AS secara implisit meminta negara-negara mitra untuk menunjukkan komitmen nyata melalui peningkatan pembelian produk-produk Amerika. Bagi Indonesia, momentum ini menjadi kesempatan emas untuk meraih posisi tawar lebih baik sekaligus perangkap potensial jika salah mengambil langkah.
Pertama, sektor-sektor yang selama ini menjadi andalan ekspor seperti tekstil, alas kaki, dan produk pertanian mendapat jeda dari ancaman lonjakan tarif drastis. Kedua, industri yang bergantung pada bahan baku impor dari AS bisa memanfaatkan tarif 10% yang relatif lebih ringan. Ketiga, terbuka peluang untuk negosiasi lebih lanjut guna mendapatkan pengecualian tarif pada komoditas tertentu.
Kadin Jatim merekomendasikan pendekatan multitrack dalam menghadapi situasi ini. Di level pemerintah, perlu dibangun komunikasi intensif dengan otoritas AS sambil mempersiapkan skenario terburuk. Pelaku usaha diharapkan bisa memanfaatkan jeda waktu ini untuk diversifikasi pasar ekspor sekaligus meningkatkan daya saing produk.
Masa 90 hari ini menjadi periode krusial bagi industri ekspor untuk melakukan penyesuaian strategi. Sektor-sektor yang selama ini menggantungkan diri pada pasar AS perlu mulai membuka kanal ekspor alternatif ke negara lain. Di sisi lain, momentum ini bisa dimanfaatkan untuk memperkuat posisi tawar melalui peningkatan kualitas dan standardisasi produk.
Pola kebijakan Trump menunjukkan preferensi jelas pada hubungan dagang yang bersifat timbal balik. Indonesia memiliki peluang untuk memposisikan diri sebagai mitra strategis dengan menunjukkan komitmen nyata namun tetap menjaga kedaulatan ekonomi. Pendekatan win-win solution menjadi kunci dalam setiap negosiasi yang dilakukan.
Para ekonom memprediksi kebijakan ini akan membentuk pola baru dalam hubungan dagang bilateral. Indonesia dituntut untuk lebih lincah dalam merespons dinamika kebijakan perdagangan global yang semakin tidak terprediksi. Kemandirian ekonomi dan ketahanan sektor riil menjadi faktor penentu dalam menghadapi gejolak perdagangan internasional.