Sidoarjo, Ruang.co.id – Suasana tampak cukup lengang di deretan depan diperuntukkan bangku anggota parlemen Sidoarjo, di ruang Sidang Paripurna DPRD Kab. Sidoarjo, Selasa siang (6/5). Dimana digelar dua sidang paripurna yakni Paripurna 1 yang digelar pada sesi 2 tentang Pembacaan surat masuk; Penyampaian Nota Penjelasan Bupati Sidoarjo atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Sidoarjo tahun 2025; dan penyampaian pidato Bupati Subandi.
Sedangkan sidng Paripurna 2 yang berlangsung di sesi pertama, tentang Laporan DPRD Kabupaten Sidoarjo atas pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Sidoarjo Tahun 2024; Penyerahan Rekomendasi DPRD Kabupaten Sidoarjo kepada Bupati; dan Sambutan resmi dari Bupati Sidoarjo.
Di dua paripurna itu, dipimpin oleh Ketua DPRD Abdillah Nasih, dihadiri 16 orang anggota dari 50 anggota parlemen, atau hampir 70 persen anggota dari berbagai fraksi yang ada tidak mengikutinya. Bangku deretan separuh ke belakang paripurna itu justru dipadati anggota forkompimda, sekretaris daerah dan jajaran pemkab., pimpinan BUMD dan pimpinan cabang BUMN, pimpinan perguruan tinggi, undangan LSM, dan para jurnalis peliput.
Ketidakhadiran sebagian besar anggota DPRD ini dikaitkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap Bupati Subandi?. “Kalau ketidakhadiran sebagian besar anggota ini disebut semata karena kecewa dengan bupati, saya kira tidaklah. Cuma hubungan anggota eksekutif dengan legislatif saat ini memang kurang harmonis. Itu tidak bisa dipungkiri,” ujar M. Nizar, Ketua Fraksi Golkar di sidang paripurna.
Sebelum sidang digelar nampaknya ada aroma yang kurang sedap di ruang paripurna. Sempat beredar kasak-kusuk tentang sikap sebagian besar anggota DPRD yang konon akan melakukan ‘boikot’.
Benarkah mereka masih belum bisa menerima atas statemen yang pernah terlontar dari abah Bandi sapaan akrab Bupati Subandi?, yang pernah mengungkapkan bahwa kinerja DPRD hanya menghambur-hamburkan uang. Bahkan isu terakhir berhembus soal sikap Bupati Subandi yang cenderung kurang menghormati lembaga legislatif ini.
Disinggunh soal memenuhi kuorum, yang semestinya minimal 2/3 dari jumlah anggota hadir dalam paripurna, Ketua DPRD Abdillah Nasih menjawab dalam sidang paripurna kali ini agendanya bukan pengambilan keputusan, sehingga anggota dewan yang hadir, tidak harus memenuhi kuorum. Artinya berapa pun jumlah anggota yang hadir tidak berpengaruh, sidang paripurna bisa dilanjutkan.
“Diantara yang tidak hadir, empat orang beralasan karena kesibukan, empat orang lagi tengah menunaikan ibadah haji. “Kalau mau jujur, sebenarnya hal ini juga sering terjadi di mana-mana. Dan kalaupun ada alasan lain, bahwa sebagian besar anggota absen karena kecewa, itu pun juga bisa saya pahami,” ujar Nasih. Dua agenda paripurna pun tetap dilanjutkan dan berlangsung lancar hingga berakhir sekitar pukul 16.00 WIB.
Keputusan anggota DPRD untuk tidak hadir dalam rapat paripurna LKPJ Bupati sebagian dapat dipahami dalam konteks tertentu. Jika anggota DPRD dikategorikan melakukan boikot sebagai bentuk protes terhadap kebijakan atau kinerja Bupati, perlu dipertimbangkan apakah tindakan ini efektif dan konstruktif dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Usman, legislator DPRD Sidoarjo beberapa saat usai paripurna dalam sebuah obrolan perdebatan WhatsApp Group / WA grup, mengaitkan ketidakhadiran sebagian besar anggota dewan di paripurna itu, salah satunya merupakan wujud protes legislator terhadap kinerja Bupati.
“Tidak hadir (legislator) Rapat Paripurna itu jangan diartikan malas / tidak menjalankan tugas. Tapibisa juga karena mengambil sikap politik anggota DPRD. Karena antara Bupati dan DPRD kedudukannya sejajar tapi dalam fungsi yang berbeda. Jadi jangan sekali kali masing – masing pihak merasa paling kuasa,” tukas Usman.
Ketidakhadiran kebanyakan legislator diluar yang izin menunaikan ibadah Haji, memang telah menjadi haknya yang diatur dalam regulasi. Merupakan hak legislator bila memang menolak hadir pada paripurna DPRD, yang telah diatur dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yakni mengatur tentang tugas, wewenang, dan kewajiban anggota DPRD. Dalam Tata Tertib DPRD, mengatur tentang prosedur dan mekanisme kerja DPRD, termasuk ketentuan tentang kehadiran anggota dalam rapat paripurna.
Atau terdapat pula dalam Peraturan DPRD yang memiliki peraturan internal, mengatur tentang sanksi dan konsekuensi bagi anggota yang tidak hadir dalam rapat paripurna tanpa alasan yang sah. Alasan itu meliputi izin sakit atau keadaan darurat, tugas resmi lainnya yang tidak dapat ditinggalkan, dan izin dari pimpinan DPRD.
Sedangkan sanksi bagi anggota yang tidak hadir tanpa alasan yang sah dapat berupa teguran, potongan tunjangan, atau sanksi lainnya yang diatur dalam Tata Tertib atau peraturan DPRD. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa DPRD dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan efektif dan efisien.
Dalam beberapa kasus, boikot dapat menjadi pilihan terakhir jika anggota DPRD merasa bahwa kehadiran mereka tidak akan membawa perubahan positif. Namun, perlu diingat bahwa tindakan ini juga dapat berdampak pada proses legislasi dan pengawasan yang sedang berjalan.
Pada akhirnya, keputusan untuk hadir atau tidak hadir dalam rapat paripurna LKPJ Bupati harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan tujuan yang jelas.
Perlu dipertimbangkan beberapa aspek dari tidak hadirnya legislator di Paripurna, antara lain sebagai lembaga legislatif, DPRD memiliki tugas untuk mengawasi dan menilai kinerja pemerintah daerah, termasuk LKPJ Bupati. Kehadiran dan partisipasi aktif dalam rapat paripurna sangat penting untuk menjalankan fungsi ini.
LKPJ Bupati merupakan salah satu mekanisme akuntabilitas dan transparansi pemerintahan daerah. Dengan tidak hadir, anggota DPRD mungkin melewatkan kesempatan untuk memperoleh informasi penting dan melakukan pengawasan yang efektif.