ruang

Kasus Suap Hakim PN Surabaya, Sahlan Azwar Minta Kejaksaan Agung Selidiki Peran Instansi Hukum Lain

Sahlan Azwar pengamat hukum Surabaya
Kejaksaan Agung resmi menahan tiga hakim PN Surabaya yang diduga menerima suap dalam kasus vonis bebas Ronald Tannur. Pengamat hukum menyoroti dugaan keterlibatan instansi lain dalam rekayasa hukum yang merugikan keadilan korban.
Ruang redaksi
Print PDF

Surabaya, Ruang.co.id – Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diduga menerima suap untuk memutus vonis bebas terhadap Ronald Tannur, terdakwa kasus penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia Dini Sera Afrianti, kini resmi ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ketiganya ditempatkan di ruang isolasi Rutan Cabang Kelas 1 Surabaya di bawah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) setelah sebelumnya terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di lokasi berbeda.

Kasus ini menyulut perhatian publik, terutama terkait dugaan rekayasa yang melibatkan lebih dari satu instansi hukum. Sahlan Azwar, seorang pengamat hukum dari Surabaya, menyatakan keprihatinannya atas penangkapan ini. Ia menyebut bahwa meski penahanan tiga hakim tersebut merupakan langkah baik, keterlibatan pihak dari instansi lain patut dicurigai.

“Kami prihatin dengan kasus ini, tetapi tak terkejut. Sejak awal, banyak kejanggalan dalam putusan bebas Ronald Tannur, padahal ada bukti korban meninggal akibat penganiayaan. Dugaan kami, desain kasus ini sudah disusun sejak tahap awal proses hukum, tidak hanya di pengadilan,” jelas Sahlan.

Sahlan menjelaskan bahwa kejanggalan tidak hanya muncul dalam persidangan, tetapi juga pada bukti yang disajikan dan proses penyidikan. Ia menyoroti adanya ketidaksesuaian antara hasil visum dan otopsi. Salah satu visum menyatakan korban mengalami luka-luka, sementara hasil otopsi menunjukkan faktor alkohol sebagai penyebab kematian. “Ada inkonsistensi yang menunjukkan rekayasa. Rekaman CCTV yang seharusnya memperkuat tuduhan justru tidak berpengaruh besar dalam persidangan. Hal ini memicu dugaan kuat bahwa pihak lain juga berperan dalam rekayasa kasus ini,” tambahnya.

Sahlan mendesak agar Kejaksaan Agung tidak hanya memfokuskan penyelidikan pada tiga hakim tersebut. Ia menyarankan penyelidikan lebih lanjut terhadap kemungkinan keterlibatan penegak hukum lain yang berwenang dalam proses penyidikan dan pengadilan. “Jika memang ada upaya mendesain kasus ini dari awal, maka sangat mungkin proses rekayasa sudah dimulai sejak tahap penyelidikan oleh instansi lain. Perlu ada kolaborasi antara berbagai pihak hukum untuk menelusuri peran masing-masing,” ujarnya.

Baca Juga  Jalani Sidang Pidana Terdakwa Maria Helena Diduga Menipu Mama Mama TK 741 Juta

Kasus ini, menurut Sahlan, menunjukkan pentingnya transparansi dalam penanganan perkara. Ia berharap agar proses hukum berjalan secara terbuka dan menyeluruh, termasuk melibatkan pemeriksaan terhadap pihak kejaksaan, kepolisian, dan unsur lain yang mungkin terlibat. “Jika benar ada aliran dana yang terlibat, perlu dicari tahu apakah dana tersebut hanya mengalir ke hakim atau juga menyentuh penegak hukum lain. Ini penting agar korban dan keluarganya mendapatkan keadilan yang seharusnya,” tutup Sahlan.

Kasus ini menjadi sorotan bukan hanya karena dugaan suap, tetapi juga karena mencoreng kredibilitas instansi hukum di Indonesia. Kejaksaan Agung diminta segera membuka informasi secara rinci dan melakukan investigasi menyeluruh demi memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.