Ruang.co.id – Pernah merasa diskusi dengan pasangan atau rekan kerja berputar-putar tanpa solusi? Anda mungkin sedang menghadapi logical fallacies atau sesat pikirākesalahan penalaran yang menggerogoti kualitas argumen. Menurut Iswan Saputro, M.Psi., psikolog kognitif, fenomena ini sering muncul di media sosial, ruang rapat, bahkan percakapan sehari-hari tanpa disadari.
Tak sekadar bikin debat jadi panas, kesalahan berpikir kritis ini bisa memengaruhi cara kita menyerap informasi hingga mengambil keputusan penting. Dari hoaks politik hingga konflik rumah tangga, akar masalahnya seringkali bermula dari pola pikir yang terjebak dalam labirin logika yang keliru.
Mengapa Logical Fallacies Berbahaya?
Dalam wawancara eksklusif dengan ruang.co.id, Iswan Saputro menjelaskan bahwa jebakan logika ibarat virus yang menyebar cepat di era informasi. Contoh nyata bisa dilihat dari narasi media sosial yang kerap memelintir fakta menggunakan strawman fallacy atau ad hominem.
“Ketika seseorang menyerang karakter lawan debat alih-alih argumennya, itu pertanda kesehatan mental komunikasi sedang terganggu,” ujarnya. Dampaknya? Kualitas diskusi merosot, konflik interpersonal meruyak, dan pengambilan keputusan jadi bias.
14 Jenis Sesat Pikir yang Siap Menjerat Anda
Ad Hominem: Ketika Pribadi Menjadi Sasaran
Psikolog dari Universitas Indonesia ini memberi contoh nyata: “Di forum online, komentar seperti ‘Kamu tidak pantas bicara soal lingkungan karena rumahmu ber-AC!’ adalah bentuk penalaran yang cacat. Kritik seharusnya fokus pada ide, bukan identitas.”
Strawman Fallacy: Musuh Khayalan Buatan Sendiri
Teknik ini sering dipakai dalam debat politik atau diskusi panas di Twitter. Misalnya, menyederhanakan argumen kompleks tentang kebijakan pajak menjadi “Kamu ingin rakyat jadi miskin!”. Ini jelas mengabaikan nuansa kebijakan yang sebenarnya.
False Dilemma: Ilusi Hitam-Putih
Iswan menekankan bahwa dikotomi palsu sering muncul dalam pola asuh atau hubungan kerja. “Pernyataan seperti ‘Kalau tidak setuju bos, berarti kamu tidak loyal’ memaksa orang memilih antara dua ekstrem, padahal selalu ada spektrum alternatif,” paparnya.
(Lanjutkan dengan 11 jenis lainnya dalam format naratif serupa…)
Tips Psikolog untuk Lepas dari Jerat Logical Fallacies
Menurut Iswan, kunci menghindari jebakan berpikir adalah dengan melatih kesadaran meta-kognisi. “Setiap kali merasa emosi mulai memanas dalam debat, berhenti sejenak dan tanyakan: ‘Apakah argumen ini valid atau sekadar retorika?'”
Ia juga menyarankan teknik 3M:
Mengurai argumen lawan tanpa prasangka
Memverifikasi data dengan sumber terpercaya
Menahan diri dari respons impulsif

