ruang

Nusa Penida dan Gili Matra Resmi Menjadi PSSA Pertama di Indonesia

Dosen ITS berperan dalam PSSA Indonesia
AA Bagus Dinariyana Dwi P ST MES PhD (tiga dari kiri) bersama tim Kementerian Perhubungan RI, dan anggota dari IMO usai Technical Group PSSA di London pada 3 Oktober 2024 lalu
Ruang redaksi
Print PDF

Surabaya, Ruang.co.id – Tim dosen ITS kembali menunjukkan komitmennya terhadap pengembangan maritim di Indonesia dengan terlibat dalam pengesahan Nusa Penida dan Gili Matra di Selat Lombok sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA) pertama di Indonesia. Pengesahan ini dilakukan dalam forum International Maritime Organization (IMO) yang berlangsung di London pada Kamis, 3 Oktober 2024.

Ketua tim dosen ITS, A A Bagus Dinariyana Dwi P ST MES PhD, menjelaskan bahwa saat ini hanya ada 18 PSSA yang telah ditetapkan oleh IMO di seluruh dunia. Dengan demikian, penetapan Pulau Nusa Penida dan Gili Matra sebagai PSSA ke-19 sekaligus yang pertama di Indonesia sangatlah signifikan. “Penetapan PSSA Selat Lombok ini sangat penting karena letak geografisnya yang merupakan jalur pelayaran internasional,” ungkap Dinar.

Dinar melanjutkan, PSSA adalah kawasan laut khusus yang ditetapkan untuk melindungi ekosistem laut yang unik dan rapuh dari ancaman aktivitas maritim. Selat Lombok sendiri memenuhi beberapa kriteria untuk ditetapkan sebagai PSSA, antara lain keanekaragaman hayati, ekologi, sosial-ekonomi, dan ilmiah. “Terdapat pula zona inti yang tidak boleh dieksploitasi selain oleh peneliti,” imbuh dosen dari Laboratorium Keandalan dan Keselamatan Sistem ITS ini.

Proses pengajuan Selat Lombok menjadi PSSA telah berlangsung sejak 2017. Dalam dua tahun terakhir, tim dosen dari Laboratorium Keandalan dan Keselamatan Sistem di Departemen Teknik Sistem Perkapalan (Siskal) dan Laboratorium Ekologi di Departemen Biologi ITS bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan RI untuk menyusun proposal pengajuan. Proposal tersebut disampaikan ke IMO pada Juni 2024 dan dievaluasi dalam sidang Komite Perlindungan Lingkungan Kelautan (MEPC) ke-82 pada tanggal 30 September hingga 4 Oktober 2024.

Dinar menambahkan bahwa hasil pemaparan proposal, yang diwakili oleh tim dosen ITS, dinilai lengkap dan komprehensif oleh 22 delegasi yang hadir dalam sidang. Salah satu poin kunci yang mendukung diterimanya proposal Indonesia adalah keberadaan Associated Protective Measures (Skema Perlindungan Terkait) berupa Traffic Separation Schemes (Bagan Pemisah Lalu Lintas) yang telah diberlakukan oleh IMO sejak 2020.

Baca Juga  Kerap Bolos, 13 Siswa SMA Negeri 6 Surabaya Tidak Naik Kelas

Lebih jauh, Dinar mengungkapkan bahwa salah satu poin penting dalam proposal adalah konsep Tri Hita Karana (Harmoni dengan Tuhan, Manusia, dan Alam), yang dituangkan dalam enam upaya menjaga keharmonisan alam di Bali. Hal ini menjadi faktor penguat untuk kriteria sosio-kultural yang jarang tercantum dalam proposal-proposal PSSA sebelumnya. “Ada komentar dari delegasi negara lain bahwa proposal Indonesia bisa menjadi rujukan untuk negara-negara lain dalam penetapan PSSA di masa mendatang,” ungkap Dinar dengan bangga.

Dinar berharap, penerapan PSSA di Indonesia dapat meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan tentang pentingnya pelestarian lingkungan laut, serta membuka peluang untuk tindakan serupa di wilayah lain di Indonesia.