Ruang.co.id ā Langkah tegas Pemerintah Kota Surabaya dalam menata tata kelola parkir tak berhenti di toko modern saja. Kini, giliran rumah makan dan restoran yang menjadi sorotan. Dalam semangat menciptakan kota yang lebih tertib, adil, dan transparan, Pemkot Surabaya menertibkan izin parkir seluruh tempat usaha kuliner yang beroperasi di wilayah kota pahlawan ini.
“Kami tidak pandang bulu. Baik minimarket maupun rumah makan, semua wajib patuh. Tempat usaha harus menyediakan lahan parkir dan juru parkir resmi,” tegas Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, usai rapat paripurna di DPRD Surabaya, Senin (16/6/2025).
Aturan tersebut merujuk pada Perda Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perparkiran. Di dalamnya, tertuang kewajiban setiap pemilik usaha menyediakan fasilitas parkir dan menyetorkan pajak parkir sebesar 10 persen dari total penerimaan parkir ke kas daerah.
Namun, bukan sekadar menarik retribusi, Pemkot juga memberi ruang bagi kreativitas pengelola usaha. Mereka diberi dua skema pilihan, parkir berbayar langsung ke konsumen atau dibayar di awal bulan oleh pemilik usaha dengan sistem ābebas parkir.ā
āKalau parkir dibayar di awal, harus ada tulisan besar ābebas parkirā di depan. Tapi kalau narik langsung ke konsumen, datanya harus jujur. Jangan sampai ada toko besar tapi pajak parkirnya cuma Rp175 ribu per bulan,ā ungkap Eri, menyoroti temuan lapangan.
Tak hanya menyoal keuangan daerah, kebijakan ini juga menyentuh aspek pelayanan publik dan keadilan sosial. Sebab sering kali warga mengeluhkan liar dan semrawutnya sistem parkir di rumah makan, bahkan tanpa juru parkir resmi.
āKami sudah kumpulkan pemilik-pemilik usaha. Ini bukan soal semata pemasukan, tapi soal ketertiban kota. Kalau tidak punya jukir resmi, bisa-bisa usahanya kami segel,ā tandas Wali Kota Eri.
Pernyataan senada datang dari Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya, Tundjung Iswandaru, yang menegaskan bahwa pemantauan dan verifikasi jumlah kendaraan akan dilakukan secara digital.
āKami akan gunakan rekaman CCTV dan pemindaian kendaraan sebagai dasar validasi data. Kami ingin pengusaha jujur, tapi juga tetap diberi ruang untuk berkembang,ā jelasnya.
Sementara itu, Siska Ramadhani (32), pemilik rumah makan di kawasan Rungkut, mengaku mendukung langkah ini.
āKalau aturannya jelas dan adil, kami siap ikut. Yang penting, kami juga dapat pembinaan teknis dari Pemkot soal pengelolaan parkir,ā ujarnya.
Kebijakan ini bukan sekadar soal administrasi. Ia menyentuh akar persoalan masyarakat, yakni ruang kota yang terbatas, kenyamanan warga, dan kejujuran publik.
Di tengah hiruk-pikuk kota, parkir bukan sekadar tempat berhenti, tapi harapan warga ini jadi cermin etika usaha yang bertanggung jawab.

