Surabaya, Ruang.co.id – Puluhan warga yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) cabang kota Surabaya dan LKMD masyarakat nelayan serta petani tambak di Surabaya dengan tegas menolak reklamasi laut yang berada di sekitar pantai Kenjeran Surabaya.Penolakan dari para nelayan yang tergabung dalam masyarakat maritim madani ini disampaikan langsung dalam rapat dengar pendapat di ruang badan musyawarah DPRD Jawa Timur, Kamis (3/10) petang.
Rapat dengar pendapat itu dipimpin langsung oleh ketua DPRD sementara Anik Maslachah, didampingi anggota DPRD lainnya, yaitu Lilik Hendrawati dari Fraksi PKS, Ony Setiawan dari PDIP, dan dr. Sriatun dari PKB.
Selain diikuti masyarakat nelayan dan anggota DPRD, hadir pula dalam rapat, Kepala Dinas Kelautan Provinsi (DKP) Isa Anshori yang didampingi beberapa stafnya serta beberapa pimpinan OPD pemprov Jatim yang terkait dengan masalah tersebut.
Selain dari unsur pemerintahan Jatim, hadir pula rombongan tim direksi dari PT Granting Jaya yang dipimpin direktur utamanya Luis dan owner perusahaan Setiyadi Yudo. Perusahaan inilah yang menjadi pengembang yang akan mengerjakan proyek reklamasi laut Kenjeran.
Perusahaan ini berdalih sudah mendapatkan izin dari Kementerian KKP pusat untuk mengerjakan proyek reklamasi dengan membuat pulau baru di sekitar daerah perairan Kenjeran yang masih termasuk Selat Madura.
Dengan alasan sudah mendapat izin dari pusat dan diperbolehkan melaksanakan proyek membuat pulau baru seluas 182 hektar, perusahaan tersebut bersiap segera melaksanakan pengerjaannya yang menurut mereka sudah menjadi program proyek strategis nasional (PSN).
Namun demikian, dalam rapat dengar pendapat tersebut, pihak developer yakni PT Granting Jaya tidak diperbolehkan memaparkan rencana proyek tersebut dalam rapat itu. Hal ini karena saat ketua rapat Anik Maslachah akan memberi kesempatan pihak developer bicara, langsung diputus oleh para pimpinan elemen nelayan dan warga nelayan. Warga hanya ingin mendengarkan penjelasan dari pihak DKP Jawa Timur tentang mekanisme pemberian izin reklamasi tersebut. Beberapa pimpinan nelayan dari wilayah Bulak Banteng, Tambak Bayan, hingga Rungkut menyela pembicaraan ketua DPRD sementara yang akan memberikan kesempatan pihak PT Granting Jaya bicara.
“Kami tidak mau mendengar pihak PT Granting bicara. Kami hanya minta pihak DKP Jatim yang berbicara menjelaskan mengapa izin bisa diberikan kepada mereka. Karena sudah jelas-jelas merusak ekosistem laut dan menjadikan nelayan tidak bisa mencari ikan. Di rapat ini kami hanya menginginkan pihak DKP dan DPRD yang bicara. Dari PT Granting nanti, biarkan terakhir. Karena kami sudah tahu akan kemana arah bicaranya,” tegas beberapa sesepuh dan perwakilan nelayan yang menolak pihak PT Granting Jaya bicara dalam forum tersebut.
Penolakan itu membuat Anik Maslachah akhirnya memberikan kesempatan dari pihak DKP untuk menjelaskan. Namun demikian, Kadis DKP Isa Anshori sepertinya hanya menjelaskan seputar aturan tentang reklamasi. Sedangkan yang memberi izin adalah pihak Kementerian KKP. Sehingga pihaknya tidak punya kewenangan untuk mencabut izin reklamasi itu.
“Saya mengerti aspirasi bapak-ibu yang ada di sini. Tapi bukankah perizinan sudah dikeluarkan dari pusat, karena masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) sehingga kami tidak punya wewenang. Bahkan proyek ini sudah mendapat persetujuan presiden,” ujar Isa seakan terkesan melemparkan beban masalah reklamasi itu ke pihak kementerian KKP.
Kemudian setelah pihak DKP dan dinas terkait lainnya berbicara, para nelayan bergantian berbicara. Bahkan ahli teknologi kelautan dari ITS, Prof. Mustain juga angkat bicara dan menjelaskan tentang manajemen pengerjaan proyek reklamasi yang harus melibatkan masyarakat nelayan.
Namun hingga rapat berakhir, belum ada kesimpulan yang dapat diambil dalam rapat itu. Namun sebagian besar warga nelayan dengan tegas menolak reklamasi, karena merusak ekosistem laut yang berdampak pada pendangkalan laut sehingga tidak ada ikan yang bersarang di sekitarnya. Sehingga nelayan kehilangan mata pencaharian.
Ketua DPC HNSI Surabaya Heru SR mengatakan bahwa nelayan Jawa Timur merupakan penghasil ikan terbesar nomor satu di Indonesia dengan hasil tangkapan ikan lebih dari seratus ribu ton per hari. Karena itu, proyek reklamasi ini harus dikaji kembali. Jika masih diteruskan, sebaiknya dipindah ke luar wilayah perairan Surabaya.
Rapat dengar pendapat itu akhirnya berakhir lewat Maghrib. Karena alat kelengkapan dewan belum terbentuk, sehingga ketua DPRD sementara, menampung terlebih dahulu penolakan para nelayan ini dan akan menindaklanjuti kembali jika alat kelengkapan dewan sudah terbentuk dan berjalan normal.
Sementara itu, usai RDP, anggota DPRD dari PKS Lilik Hendrawati mengatakan, pihaknya belum mengetahui detail tentang bagaimana proyek reklamasi ini. Karena adanya rapat ini terjadi setelah warga nelayan melakukan demo sebelumnya beberapa waktu lalu. Sehingga pihaknya hanya memfasilitasi agar mendengar langsung dari kedua belah pihak. Namun kenyataannya pihak pengembang masih belum mendapat kesempatan berbicara.
“Kami masih akan mendalami masalah ini dengan mempelajari dulu rencana proyeknya. Nanti kalau sudah ada alat kelengkapan dewan baru kita akan bahas lebih dalam lagi,” tutup Lilik yang sebelumnya menerima para nelayan yang masuk dalam dapilnya itu