Sidoarjo, Ruang.co.id – Polemik pembangunan perumahan Hasbana Land di Desa Damarsi, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, masih terus menuai sorotan dan catatan tajam.
Bukan hanya soal hiruk-pikuk truk pengangkut material yang melintasi jalan desa, kini masyarakat dihadapkan pada dugaan kejanggalan hukum dalam dokumen resmi yang dikeluarkan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (PUBMSDA) Sidoarjo.
Dokumen dispensasi/ rekomendasi pemanfaatan jalan yang ditandatangani secara elektronik oleh Kepala Dinas PUBMSDA, Dwi Eko Saptono, tertanggal 20 Agustus 2025, diduga mencantumkan dasar hukum yang janggal.
Penelusuran media menemukan nomor keputusan pemerintah dalam surat itu tidak terdaftar dalam basis regulasi resmi pemerintah daerah maupun pusat. Ketiadaan kajian teknis juga menambah tanda tanya besar.
Sementara itu, pengembang Hasbana Land terkesan bungkam membisu. Saat ditemui di kantornya di Ruko Delta Sari Indah, Iqbal, manajer operasional PT Madina Cipta Nusantara, mengaku hanya menjalankan aturan sesuai arahan dinas.
“Soal surat dispensasi pemanfaatan jalan, silakan tanya langsung ke Dinas PUBMSDA Sidoarjo. Kami sebagai pengembang hanya mengikuti aturan yang berlaku,” ujarnya, Selasa (9/9/2025).
Namun, ketika disinggung mengenai dugaan pelanggaran rute dan tonase truk yang melintas, ia memilih berhati-hati sedikit bicara.
“Itu nanti akan saya sampaikan ke pihak kontraktor pengurukan. Intinya, kami sudah menyampaikan sesuai aturan yang berlaku,” tambahnya.
Sayangnya, kontraktor pengurukan yang kata dia bernama Rofik, hingga kini tidak memberikan keterangan.
Pesan konfirmasi wartawan melalui WhatsApp dibiarkan tanpa balasan. Diamnya pihak kontraktor justru mempertebal kecurigaan masyarakat bahwa ada praktik yang tidak transparan di balik proyek ini.
Sebenarnya, proyek pengurukan lahan seluas 7 hektare lebih itu, menggunakan akses jalan dua desa, yakni Desa Damarsi dan Desa Sawohan.
Seorang warga Desa Damarsi yang enggan disebut namanya mengaku resah. Ia menyebut truk-truk bermuatan besar kerap melintas di jalan desa yang sempit dan rentan rusak.
“Kami sering lihat truk-truk besar lewat. Kalau memang aturannya jelas, kenapa masih ada yang melanggar?” ungkapnya.
Kekhawatiran warga bukan tanpa alasan. Jalan Desa Damarsi dan Jalan Kampung Desa Sawohan yang sempit serta cukup padat pemukiman warga, merupakan akses vital bagi aktivitas harian masyarakat. Ketika dilintasi kendaraan bermuatan lebih dari delapan ton, kerusakan infrastruktur tidak bisa dihindari.
Sayangnya, surat dispensasi atau rekomendasi dari PUBMSDA tidak mencantumkan analisis dampak dan jaminan perlindungan bagi warga.
Hingga berita ini ditulis, Kepala Dinas PUBMSDA, Dwi Eko Saptono, masih juga belum memberikan klarifikasi. Kondisi ini membuat warga semakin menuntut keterbukaan informasi.
Seorang warga lain di desa itu menegaskan, pemerintah daerah tidak boleh abai atas pembangunan proyek perumahan ini.
“Kami hanya ingin ada kepastian. Jangan sampai proyek besar seperti ini melanggar aturan dan akhirnya merugikan masyarakat,” ujarnya.
Publik Desa Damarsi dan Desa Sawohan menilai, diamnya pengembang dan lemahnya pengawasan pemerintah bisa membuka ruang praktik manipulasi dokumen dan pelanggaran hukum.
Transparansi adalah kunci, agar proyek perumahan tidak berubah menjadi sumber konflik.
Kini bola ada di tangan Pemkab Sidoarjo. Keberanian untuk mengaudit dokumen, mengawasi lapangan, serta memastikan aturan ditegakkan menjadi harapan utama masyarakat Damarsi.
Jika tidak, polemik Hasbana Land bisa menjadi cermin kelam lemahnya tata kelola proyek infrastruktur di daerah.

