Sidoarjo, Ruang.co.id ā Apa jadinya jika Anda ditagih utang hingga Rp 1,4 miliar padahal tak pernah meminjam sepeser pun?. Itulah yang dialami Erick Eko Priyombodo, pengusaha muda asal Sidoarjo, yang selama satu tahun penuh harus menghadapi tekanan, teror, dan stigma sosial akibat tuduhan palsu dari layanan pinjaman online (pinjol). Namun perjuangannya membuahkan hasil: kebenaran berpihak padanya, dan ia resmi dinyatakan tidak bersalah oleh Polda Metro Jaya.
Lelaki berusia 33 tahun ini mengungkapkan rasa syukurnya saat menerima SP3 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan dari Kepolisian. Dokumen penting tersebut secara tegas menyatakan bahwa ia tidak terbukti melakukan tindak pidana penipuan melalui media elektronik maupun tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang sempat dituduhkan dalam kasus yang mencuat sejak 2022. Keputusan itu diambil setelah gelar perkara yang dilakukan pada 29 November 2023.
SP3 bernomor S.Tap/1402/XII/RES.2.5/2023/Ditreskrimsus ditandatangani langsung oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, pada 28 Desember 2023. Surat itu menjadi titik terang dari perjalanan panjang dan menyakitkan bagi Erick, yang harus menghadapi tekanan mental dan reputasi bisnisnya yang hampir hancur.
Kisah bermula awal tahun 2022, saat sejumlah debt collector datang ke kantor Erick di kawasan Pondok Jati, Sidoarjo. Mereka datang dengan gaya preman, menggebrak meja, dan bahkan membawa wartawan yang tanpa etika langsung melakukan interogasi seperti layaknya aparat. Erick dituduh memiliki utang Rp 1,4 miliar dari pinjaman online, padahal ia tidak pernah melakukan pengajuan pinjaman semacam itu. Situasi ini menjadi semakin panas ketika pemberitaan mulai menyebar tanpa konfirmasi yang memadai.
Tak tinggal diam, Erick menempuh jalur hukum. Ia menjelaskan bahwa pelaku sebenarnya adalah seseorang berinisial D, warga Surabaya, yang dikenalnya sebagai pengusaha solar. Dengan dalih kerja sama bisnis, D diduga memanfaatkan data Erick tanpa izin untuk mengajukan pinjaman online. Tanpa konfirmasi, pihak pinjol dan para debt collector langsung memburu Erick dan mengintervensi aktivitas bisnisnya.
Ironisnya, selama proses hukum berlangsung, nama Yayasan Mecca Al’Azka Indonesia dan pemiliknya, Rahmad Fahmi Saputro, ikut terseret dalam pusaran opini publik. Padahal, keduanya sama sekali tidak terlibat dan justru mendukung pengembangan usaha Erick melalui PT Putra Samudra Indonesia yang ia kelola.
āSaya ingin meluruskan bahwa Pak Rahmad Fahmi dan yayasannya tidak ada kaitan dengan masalah ini. Mereka malah banyak membantu saya dalam pengembangan usaha,ā ujar Erick, seraya menunjukkan bukti berupa SP3 dari pihak kepolisian.
Kasus ini membuka mata publik tentang betapa bahayanya sistem pinjol yang lemah dalam verifikasi identitas peminjam, serta buruknya etika penagihan oleh pihak ketiga. Tanpa dasar hukum yang jelas, seseorang bisa dijatuhkan martabat dan reputasinya dalam sekejap hanya karena ulah orang tak bertanggung jawab dan minimnya kontrol lembaga keuangan digital.
Kisah Erick menjadi bukti nyata bahwa masyarakat harus semakin waspada terhadap praktik pinjaman online yang rentan disalahgunakan. Ia juga mengajak aparat penegak hukum untuk lebih tegas dalam menindak penyalahgunaan data pribadi dan metode penagihan yang melanggar hukum.
Dengan keberanian dan keteguhan prinsip, Erick akhirnya bebas dari tuduhan, namun luka sosial dan tekanan mental yang ia alami tidak bisa dihapus begitu saja. Kini, ia kembali membangun usahanya dengan lebih hati-hati, sambil berharap agar kasus serupa tidak dialami oleh orang lain.
Apakah Anda yakin data pribadi Anda aman?. Kisah Erick merupakan alarm keras bagi siapa saja yang lalai menjaga identitas digital.

