Tim Kuasa Hukum Cecar Dua Saksi Ahli JPU Soal Penjualan Lahan Sidokerto “Rugikan Negara”

Saksi ahli Sidokerto
Dua saksi ahl kasus korupsi Sidokerto dicecar tim kuasa hukum para terdakwa soal nilai lahan dan anggapan kerugian negara. Foto: Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang.co.id – Sidang dugaan kasus korupsi di Sidokerto, Kec. Buduran, Sidoarjo, kembali berlangsung di ruang sidang Cakra, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, di Jalan raya Juandaz Sidoarjo, Senin (13/10/2025).

Sidang kali ini menghadirkan dua saksi ahli independen, yang diajukan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo. Yaitu Iwan Susanto (54), dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Pung Zulkarnaen, dan Ari Sanjaya dari Inspektorat Pemkab Sidoarjo

Sedangkan hakim ketua yang memimpin sidang bernama Ni Putu Sri Indayani, dan dua hakim anggotanya bernama Athoillah dan Ibnu Abbas.

Dalam suasana sidang, dia saksi ahli mendapat “serangan silang” dari tim kuasa hukum para terdakwa dugaan kasus korupsi ini.

Saksi Iwan Susanto dari KJPP Pung Zulkarnaen dan Ari Sanjaya dari Inspektorat Pemkab Sidoarjo, sengaja dihadirkan untuk menjelaskan dasar nilai dan kerugian negara atas transaksi lahan.

Bahkan para majelis hakim pun memberikan cecaran pertanyaan, untuk memperjelas pengungkapan status tanah itu yang dianggap telah merugikan negara.

Iwan menyebut bahwa permintaan penilaian datang dari Pidsus Kejari Sidoarjo pada Januari 2025, lalu timnya menyurvei lokasi proyek perumahan Griya Sono Indah milik PT Kembang Kenongo.

Ia menjelaskan bahwa dari peta bidang yang diterima—luas 4.128 meter persegi—sebagian besar sudah dibangun rumah. Menurut perhitungannya, nilai lahan rata-rata di atas Rp1 juta per meter perseginya.

“Kami menghitung berdasar data peta dan kondisi lapangan—rumah sudah berdiri, sehingga nilai pasar tidak bisa dianggap nol,” kata Iwan di persidangan.

Saksi Ari Sanjaya menjelaskan bahwa pihaknya menghitung kerugian negara sesuai dengan obyek tanah yang disebut “tanah cuilan” itu terjadi transaksi jual beli.

Baca Juga  Emak-Emak PKL Sidoarjo Gagalkan Penggusuran di Bantaran Sungai Pepelegi

“Ini adalah aset desa baik yang tercatat maupun yang tidak tercatat dalam pemerintahan desa, yang tidak boleh diperjualbelikan,” ujar Ari.

“Dasar penilaian kami dari hasil survei dan penghitungan akurasi nilai dan luasan dari obyek tanah yang dilakukan KJPP. Dari penjualan tanah itu terdapat kerugian negara sebesar Rp3 miliar 140 juta 100 ribu,” imbuh Ari.

Pedoman yang menjadi dasar dan yang digunakan dalam penilaiannya, berdasarkan pada Peraturan Bupati (Perbup) No. 48 tahun 2017 tentang tata cara pengelolaan aset desa.

Serta merujuk pada Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri RI) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, yang secara jelas memasukkan tanah tersebut sebagai salah satu bentuk aset desa.

Dari pijakan itu, pihak inspektorat menyatakan tanah “cuilan”—baik yang terdokumentasi maupun tidak—berstatus tanah desa. Dia menyatakan bahwa jika penjualan lahan itu dianggap merugikan negara, maka perlu dirinci elemen kerugian dan penerapan hukum tanah.

Bukti yang mengarah pada kerugian negara itu diketahui Inspektorat dari bukti surat perjanjian terdakwa Eko selaku pengembang dengan terdakwa Kastain yang disebut – sebut sebagai ahli waris dari tanah gogol gilir atas nama Saleh bin Hambali.

Sidang berjalan panas ketika kuasa hukum terdakwa Ali Nasihin menantang Ari untuk menyebut dasar auditor menyimpulkan kerugian negara.

Kuasa hukum para terdakwa tak tinggal diam. Dimas Yemahura, kuasa hukum terdakwa Ali Nasihin (Kades Sidokerto non aktif), mempertanyakan metode valuasi atas penjualan tanah tersebut hanya bersumber dari BAP penyidik Kejari Sidoarjo, namun tidak mempertimbangkan kejelasan faktor legalitas tanahnya.

“Anda menerangkan tadi terdapat kerugian negara dalam penjualan tanah di Sidokerto (tanah Griya Sono Indah di dusun Klanggri), sementara bahan anda didapat dari BAP penyidik. Apa alasan hak dari status tanah itu yang anda ketahui?,” cecar Dimas.

Baca Juga  Banjir Selutut di Kramat Jegu: Bupati Sidoarjo Turun Langsung Beri Solusi Darurat

Dikesempatannya, saksi ahli Ari kembali menjawab, “Saya tidak punya kewenangan menetapkan status hukum tanah tersebut, tugas saya menganalisa tentang penghitungn selisih nilai dibanding harga wajar”.

Sedangkan Naen Surjono, kuasa hukum terdakwa Eko, selaku pengembang, menanyakan SOP dari Inspektorat menyoal tanah berperkara ini, yang dinilai merugikan negara.

“Mohon dijelaskan SOP bapak sebagai inspektorat untuk menilai tanah ini seperti apa?,” tanya Naen di persidangan.

Persidangan ini bukan hanya berlangsungnya duel argumen. Setidaknya, dari keterangan para saksi ahli yang dihadirkan, menjadi barometer bagaimana keadilan diterjemahkan dalam fakta ruang dan hukum.

Ketua majelis, Ni Putu Sri Indayani, sempat menyarankan agar Inspektorat turun langsung ke lokasi supaya fakta fisik tanah dan bangunan bisa diverifikasi di mata hakim. Meski JPU tetap menyertakan keterangan ahli sebagai landasan tuntutan.

“Ada dua hal yang perlu diketahui yang dijadikan dasar inspektorat untuk menilai kerugian negara itu berdasarkan BAP penyidik. Artinya kan tidak ada data yuridis yang mempertegas dan memperjelas tentang keabsahan tanah ini inilok siapa?. Apakah sudah tercatatenjadi iventris desa? Ternyata inspektorat tidak pernah tahu kapan tanah ini diberikan oleh petani Gogol kepada desa, kalau mengacu pada Perbup No. 59 karena yang diterangkan oleh ahli tanah itu aset desa,” ungkap Dimas usai persidangan.

“Yang kedua, sebagaimana yang ditanyakan oleh majelis hakim kapan kerugian negara ini terjadi? Apakah karena tanah ini dijual? Ataukah uang hasil penjualannya tidak disetorkan ke rekening desa? Ini yang harus dipertegas dan diperjelas. Jika inspektorat mendeclare kan hasil auditnya kan tidak ada dalam persidangan,” ujarnya lagi.

Bila JPU menghadirkan ahli tanpa basis data konkret di lapangan, terhadap pihak – pihak terkait di persidangan, maka terjadi proses hukum bisa kehilangan keyakinan publik yang menyaksikan persidangan.

Baca Juga  Notaris Soesilowati Klarifikasi Berita Merugikan Tanpa Konfirmasi, Potensi Dapat Digugat Hukum

Kasus Sidokerto oleh majelis hakim dengan turut mencecar pertanyaan terhadap saksi ahli pihak Inspektorat akan dapat menjadi preseden, apakah dugaan korupsi tanah dan properti ini akan dibongkar sampai ke akarnya, atau sekadar perdebatan tanpa memberikan dasar alash hukum pasti di ruang sidang?

Sementara dengan pertimbangan majelis hakim, di luar sidang publik menunggu keadilan yang tidak sekadar verbal, tetapi diperkuat bukti nyata—tanah, sertifikat, dan perhitungan transparan.

Di luar ruang sidang, publik menuntut agar keadilan tak berhenti di tatanan kata, melainkan terpatri dalam fakta persidangan yang terungkap — dan itu hanya bila hakim, jaksa, dan ahli bersandar pada data valid dan akuntabel.