Benang Merah Pemeriksaan Mulyono Menguak Retakan Kekuasaan di Sidoarjo

Mulyono
Mulyono yang juga Dewas RSUD Notopuro diperiksa Mabes Polri membuka dugaan pintu awal KKN yang menyeret lingkar kekuasaan Sidoarjo. Foto: Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang.co.id – Benang perkara dugaan penipuan dan penggelapan yang menjerat Dewan Pengawas RSUD Notopuro Sidoarjo, Mulyono Wijayanto,SE., menjadi pintu awal terkuaknya potensi praktik KKN yang disebut-sebut bersinggungan dengan lingkar kekuasaan Bupati Subandi.

Pemeriksaan Mulyono oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Mabes Polri pada Selasa–Rabu (11–12/11/2025) langsung mengguncang opini publik dan memantik gelombang tuntutan transparansi.

Mulyono diperiksa atas laporan warga Sidoarjo yang menjerit rugi Rp28 miliar, akibat dugaan investasi bodong properti.

Penyidik bakal menjeratnya dengan Pasal 378 KUHP (penipuan) dan Pasal 372 KUHP (penggelapan). Dua pasal inti yang kerap digunakan untuk membongkar skema penipuan berbasis penyalahgunaan kepercayaan.

Penyidik turut memanggil dua pejabat tinggi Sidoarjo berinisial BD dan KR, sehingga perkara ini tak lagi berdiri sendiri.

Keterangan internal penyidik menyebut pemeriksaan berlangsung maraton hingga larut malam.

Seorang pejabat tingkat kabupaten berinisial SBI, terlihat mendampingi Mulyono selama berada di lingkungan Mabes Polri. Namun, telepon seluler maupun WA (WhatsApp) Mulyono dan manajemen RSUD Notopuro tidak aktif saat dikonfirmasi.

Di sisi lain, warga Sidoarjo bereaksi keras. Lebih dari 100 warga dalam gerakan Suara Masyarakat Sidoarjo (SMS) menggelar rapat terbuka di CafƩ MHK, Jumat (14/11/2025).

Mereka mendesak pembentukan Panitia Uji Publik Kompetensi Dewas RSUD, sebuah langkah yang belum pernah terjadi dalam sejarah pemerintahan Sidoarjo.

Salah satu tokoh yang hadir, Urip Prayitno, SH., S.Kom., ST., MH., M.Kn., MAP., menyampaikan temuan penting terkait status BLUD Notopuro yang bekerja dengan mandat fleksibilitas anggaran berdasarkan Permendagri 79/2018 dan PP 32/2018.

Dalam pernyataannya, Urip menegaskan, ā€œMulyono masuk sebagai Dewas melalui PAW tanpa transparansi. BLUD mensyaratkan uji kelayakan dan kompetensi. Publik tidak pernah diberi akses hasil uji itu. Kami berhak tahu karena ini uang rakyat.ā€

Baca Juga  Panen Raya di Sidoarjo: 300 Ton Jagung untuk Swasembada Pangan, Pemerintah dan Petani Sukses!

Urip juga mempertanyakan rangkap jabatan Mulyono sebagai Ketua Paguyuban BPD se-Sidoarjo dan Dewas RSUD.

Ia menyatakan, ā€œIndependensi itu inti. Dua jabatan strategis bisa mengaburkan objektivitas, terutama saat menyangkut fiskal RSUDā€.

Dalam forum itu, muncul pula dugaan lain. Seorang peserta rapat menyampaikan secara terbuka, ā€œAda uang miliaran rupiah RSUD Notopuro pernah dipinjam atas nama elit Pemkab. Kami tidak tahu apakah sudah kembali atau tidakā€.

Urip kemudian membeberkan data kinerja fiskal RSUD Notopuro. Dalam dua tahun sebelum Mulyono masuk Dewas, RSUD mencatat surplus hingga 7 persen.

Namun sejak 2024–2025, surplus justru turun tinggal 1 persen. Ia menegaskan, ā€œIni bukti bahwa kehadiran Mulyono tidak meningkatkan kinerja. Dewas digaji dari retribusi pelayanan rakyat. Rakyat wajib tahu efektivitasnyaā€.

Meski situasi memanas, Pemkab Sidoarjo belum menerbitkan pernyataan resmi terkait gejolak internal ini.

Publik Sidoarjo dalam pertemuan itu menyimpulkan sementara, pemeriksaan Mulyono hanyalah awal dari babak panjang pengungkapan relasi kuasa dan dugaan penyimpangan yang selama ini tertutup rapat.

Gerakan SMS kemudian menutup rapat publik dengan seruan bersama: ā€œSaatnya rakyat bicara. Jabatan publik bukan tempat titipan. Sidoarjo bergerak!ā€