Ruang.co.id – Gelanggang hukum di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya, kembali memanas dalam lanjutan sidang gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang diajukan Nany Widjaja melawan PT Jawa Pos dan Dahlan Iskan. Rabu, (27/11/2025). Inti persidangan kali ini difokuskan pada pembahasan mendalam seputar legalitas perjanjian nominee, sebuah konsep yang diangkat melalui keterangan ahli hukum dari pihak tergugat. Kehadiran Dr. Ghansham Anand, seorang ahli hukum perikatan dari Universitas Airlangga (Unair), berhasil membongkar kompleksitas dimensi hukum dari isu pinjam nama ini di hadapan majelis hakim.
Dr. Ghansham memulai analisis hukumnya dengan menegaskan posisi fundamental sebuah akta notaris dalam hukum acara perdata. Ia menjelaskan bahwa akta notaris berdiri sebagai sebuah akta autentik yang di mata hukum memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat para pihak yang tercantum di dalamnya.
Pernyataan ahli ini menjadi landasan krusial untuk mengupas lebih dalam mengenai status dan sahnya perjanjian nominee yang menjadi sengketa utama. Ahli Unair tersebut secara gamblang menguraikan bahwa perjanjian nominee pada esensinya merupakan sebuah situasi hukum di mana seseorang secara sukarela meminjamkan namanya untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan pihak lain.
Lebih lanjut, Dr. Ghansham menekankan bahwa penilaian terhadap sah atau tidaknya perjanjian nominee harus dikembalikan sepenuhnya pada empat pilar syarat sah perjanjian yang termaktub dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Ia dengan tegas menyatakan, āSepanjang tidak ada cacat kehendak seperti paksaan atau ancaman, maka penilaian sah atau tidaknya perjanjian dikembalikan pada Pasal 1320 KUHPerdata.ā Keempat syarat sahnya suatu perjanjian yang dirincinya meliputi kecakapan para pihak, kesepakatan yang lahir secara bebas, objek tertentu, serta suatu sebab atau kausa yang halal. āJika keempat syarat itu terpenuhi, maka perjanjian tersebut dianggap sah dan mengikat,ā tegasnya menutup keterangan inti.
Namun, kuasa hukum penggugat, Richard Handiwiyanto, memiliki penafsiran yang berbeda. Ia justru melihat bahwa keterangan ahli tersebut mengukuhkan posisi hukum kliennya. Richard menegaskan bahwa perjanjian nominee hanya sah apabila terbebas dari segala bentuk cacat hukum dan niatan buruk. āPerjanjian nominee itu ruhnya ada di Pasal 1320 BW. Namun nominee dilarang ketika mengandung fraud atau bertentangan dengan UU Penanaman Modal dan UU PT. Dalam perkara ini jelas, tidak ada perjanjian nominee dan tidak pernah ada kesepakatan untuk membuatnya,ā tegas Richard. Ia juga menambahkan penjelasan mengenai asal-usul kepemilikan saham kliennya, yang diperoleh bukan dari setoran melainkan dari pembelian langsung dari PT Dharma Nyata Pers.
Di sisi lain, kuasa hukum Dahlan Iskan, Johanes Dipa Widjaja, menyoroti kontradiksi dalam konteks akademis. Johanes mengungkap bahwa ahli yang dihadirkan ternyata pernah membimbing sebuah tesis yang justru menyimpulkan perjanjian nominee dilarang oleh hukum. āTesis tersebut menegaskan bahwa perjanjian nominee dilarang oleh hukum karena bertentangan dengan UU PT dan UU Penanaman Modal, sehingga perjanjian tersebut batal demi hukum,ā ujar Johanes. Argumennya berpusat pada Pasal 33 UU 25/2007 tentang Penanaman Modal dan Pasal 48 UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mewajibkan saham hanya atas nama pemilik sah.
Johanes Dipa dengan lantang menekankan bahwa ketentuan dalam undang-undang tersebut bersifat dwingend recht atau norma memaksa yang tidak dapat dikesampingkan oleh kesepakatan privat mana pun. āJika dilanggar, perjanjian otomatis batal,ā tegasnya, menegaskan bahwa klaim kepemilikan berdasarkan perjanjian pinjam nama adalah tidak memiliki kekuatan hukum di hadapan ketentuan yang bersifat memaksa tersebut. Pernyataan ini semakin mengeraskan batasan hukum yang melingkupi praktik nominee, menempatkannya pada area yang pen dengan risiko pembatalan.
Di akhir persidangan yang menegangkan ini, Nany Widjaja, yang hadir secara langsung, menyampaikan pernyataan pribadi yang singkat. Ia menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan hak yang diyakininya sah. āSaya membeli saham PT Dharma Nyata Pers dengan uang saya sendiri. Tidak ada perjanjian apapun terkait nominee, dari awal hingga akhir,ā ujarnya, membantah secara tegas semua tuduhan terkait pinjam nama. Majelis hakim kemudian menutup persidangan hari itu dan menetapkan jadwal baru untuk kelanjutan proses hukum yang terus menarik perhatian publik ini.

