Lamongan, Ruang.co.id – Baru – baru ini pengurusan SHM (Sertifikat Hak Milik) warga secara massal dalam program Prona di Dusun Prijek (Prijeg), Desa Taman Prijek, Kec. Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, menguak masalah perkara penyerobotan tanah milik orang lain yang nékad di sertifikatkan.
Hal ini diungkap Hayomi Gunawan, SH., MH., yang akrab dipanggil Bram, kuasa hukum korban penyerobotan sertifikasi massal di Dusun Prijek, Desa Taman Prijek, Sabtu (19/10).
Bram menjelaskan, bahwa 3 bidang lahan dengan Persil AJB (Akta Jual Beli) No. 134, 135, dan 136 atas nama Pamuji yang tercatat di kantor desa berupa Lètèr C nomor 8, yang dibeli kliennya bernama Choirul Roziqin dengan perjanjian dibawah tangan pada 2006 lalu, dan kini diserobot oleh seorang perempuan bernama Titik Handayani yang juga warga Dusun Prijek, tidak lain adalah bertetangga.
“Saat ini saya sedang menangani klien saya bernama Choirul Roziqin, dimana yang yng dibelinya sejak 2006 sekarang diduga diserobot oleh Titik Handayani, warga Dusun Prijek juga,” ungkap Bram di kantornya di Surabaya.
“Penyerobotan ini terbongkar, ketika Titik Handayani menerima SHM atas namanya di bidang lahan yang sama, yang setahun yang lalu di daftarkannya pengurusan tahap dua sertifikasi massal program Prona program dari pemerintah pusat,” imbuh ungkap Bram.
Atas dasar inilah, oleh Hayomi kuasa hukum korban, menyatakan SHM atas nama Titik Handayani tidak sah dan mengandung cacat hukum terjadi pemalsuan dokumen surat tanah 3 bidang lahan tersebut dalam pengurusan sertifikasi massal.
Oleh karenanya, Kamis kemarin (17/20) Hayomi meminta dengan sangat agar Titik Handayani segera mengembalikan 3 sertifikat yang baru diterbitkan oleh BPN (Badan Pertanahan) setempat, kepada petugas PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) Dusun Prijek, untuk diserahkan kepada petugas Pokmas Desa Taman Prijek yang menanganinya, untuk ke BPN kembali guna dilakukan verifikasi dan revisi ulang siapa sebenarnya pemilik terakhirnya.
Hayomi, kuasa hukum Choirul Roziqin juga menegaskan, bila dalam kurun waktu 2 kali 24 jam sejak Kamis kemarin oleh Titik 3 SHM tersebut tidak kunjung dikembalikan, pihaknya meminta Kepala Desa Taman Prijek untuk dilakukan pemblokiran, dan atas nama pembeli terakhir Choirul Roziqin, Hayomi mengajukan pemblokiran di BPN setempat.
Lebih dari itu, Hayomi juga akan menggugat hukum Titik Handayani beserta sederek nama perangkat yang diduga terlibat penggandaan dan pemalsuan dokumen negara untuk dilakukan pengurusan sertifikat tersebut.
PTSL adalah salah satu program pemerintah yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan sertifikat tanah secara gratis. Sertifikat cukup penting bagi para pemilik tanah, dengan tujuan PTSL adalah untuk menghindari sengketa serta perselisihan di kemudian hari.
Seperti yang diketahui sebelumnya, Hayomi diminta secara resmi sebagai kuasa hukum Choirul Roziqin, untuk menangani sampai tuntas atas 3 bidang lahan yang dibelinya, tiba – tiba diserobot oleh Titik Handayani untuk disertifikatkan.
Setelah mempelajari perkaranya, Hayomi pada Rabu (16/10) mendatangi kantor Desa Taman Prijek, Kec. Laren, Kab. Lamongan, untuk menemui Kepala Desa M. Kusnan, guna merunut dan mengklarifikasinya penyerobotan tersebut.
Kedatangan Hayomi sontak membuat geger sebagian warga Taman Prijek, khususnya warga Dusun Prijek, hingga pertemuan di rumah Kades Kusnan sempat didatangi seseorang pria berambut gondrong, diduga aktivis LSM yang mengaku dan sepertinya menyaru sebagai wartawan di desa itu, ikut nimbrung menyaksikan jalannya pertemuan tersebut.
Singkat cerita, Hayomi meminta Kades Kusnan untuk menjembatani dipertemukan dengan Titik Handayani, untuk menyelesaikan perkara sengketa dengan kliennya secepatnya.
Nmun hari itu Titik menolak untuk bertemu, dan keesokan harinya, Hayomi berhasil dipertemukan dengan Titik Handayani oleh Kades Kusnan, lengkap beserta keluarga besar dan para saksi kedua bilah pihak yang dihadirkan, perangkat Dusun Prijek, Perangkat Desa Taman Prijek beserta pengurus Pokmas yang juga sebagai petugas PTSL sertifikasi massal.
Di kantor Desa Taman Prijek, dilakukan mediasi antara Hayomi selaku kuasa hukum Choirul Roziqin dengan Titik Handayani terduga pelaku penyerobotan lahan sengketa tersebut.
Di ruang dan waktu mediasi itu, tidak membuahkan hasil. Titik tetap dengan pendiriannya tidak mau menyerahkan 3 bidang sertifikat yang baru diterbitkan tersebut kepada petugas PTSL setempat.
Bahkan suasana cukup memanasnya mediasi tersebut, dihadapan para pihak yang hadir Titik sempat berbohong dan memfitnah salah seorang petugas Pokmas bernama Karji, ketika sertifikatnya disembunyikan dimana keberadaannya.
Suasana mediasi semakin memanas dan sempat terjadi saling serang oleh sejumlah perangkat, terkesan ada pembelaan terhadap Titik, ketika Hayomi menunjukkan bukti – bukti orentik secara tertulis berkaitan hukum, yakni 3 surat AJB tersebut membuktikan bahwa Titik bukanlah pemilik lahan bidang tanah yang sebenarnya.
Suasana mediasi yang berlangsung hampir 3 jam tersebut, akhirnya mereda ketika Sugiono selaku Sekretaris Desa membacakan resume mediasi, yang diantaranya, kepemilikan Titik Handayani sebagai ahli waris Mujiono, yang nama Mujiono tertera dalam buku Rijik (Girik) dan SPPT Pajak lahan, tidak mempunyai kekuatan hukum setelah diterbitkannya 3 surat AJB atas nama Pamuji, yang pada 2005 oleh Mujiono dijual ke Pamuji. Sedangkan berjalannya waktu setahun kemudian, 3 bidang lahan ber-AJB tersebut oleh Pamuji dijual di bawah tangan kepada Choirul Roziqin.
Sedangkan Titik di mediasi tersebut sama sekali tidak dapat menunjukkan bukti orentik tertulis dan saksi kunci yang menerangkan kepemilikannya. Ia hanya menghadirkan 2 orang laki – laki dan perempuan untuk dijadikan saksi yang tidak dapat menguatkan, karena keduanya adalah pamannya dan ipar dari kerabatnya, yang kesaksiannya tidak dapat dipertanggungjawabkan penuh.
Poin notulensi dari hasil mediasi tersebut, Titik Handayani dinyatakan melakukan kebohongan terkait keberadaan sertifikat tersebut, dan menuduh tidak berdasar membuat malu petugas Pokmas yang juga petugas PTSL. Karena ada kekuatan bukti surat AJB, Titik Handayani diminta segera menyerahkan kembali 3 bidang lahan sertifikat tersebut, untuk dilakukan revisi kepemilikannya di BPN nantinya.
Poin selanjutnya, Hayomi selaku kuasa hukum yang dirugikan, meminta Kepala Desa dan petugas Pokmas yang menangani PTSL untuk dilakukan pemblokiran, guna mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, dan proses penerbitan sertofikat tersebut dalam keadaan sengketa.
Namun demikian, Titik Handayani tetap berkilah dan melawan tidak juga menyerahkan 3 bidang lahan sertifikat tersebut, dan meminta waktu yang dimauinya tidak ada kejelasan hingga kini untuk mengembalikan sertifikat, ia berupaya melawan hukum dengan alasan mempertahankan haknya sebagai pewaris Mujiono. (DIN)