ruang

Akhir Damai Kasus Penyerobotan Tanah di Desa Wates, Tulungagung: Marni Mendapat Kompensasi

Marni dan Wakijan kasus tanah
Kasus sengketa tanah di Desa Wates, Campurdarat, Tulungagung, antara Marni dan Wakijan akhirnya mencapai kesepakatan damai. Marni didampingi oleh tim hukum Palenggahan Hukum Nusantara berhasil mempertahankan kepemilikan SHM yang sah.
Ruang redaksi
Print PDF

Tulungagung, Ruang.co.id – Perkara dugaan penyerobotan tanah dengan luas 2.295 m² di Desa Wates, Kec. Campurdarat, Kab. Tulungagung, atas laporan pengaduan Wakijan ke Polres Tulungagung kepada Marni, yang dianggapnya melakukan penyerobotan tanah, akhirnya kini berujung damai.

Pengaduan Wakijan atas penyerobotan tanah itu, berlangsung sejak 23 Juni 2022 ditujukan kepada Marni, tidak lain adalah pemilik SHM dengan atas nama Marni bin Besar sendiri.

Teradu Marni yang didampingi Tim kuasa hukum Palenggahan Hukum Nusantara Achmad Shodik,SH.,MH.,MKn. Dan Rekan yang ditunjuk untuk mendampinginya selama proses di Polres Tulungagung, pun kini akhirnya dapat bernafas lega setelah terjadi kesepakatan damai dengan pihak pengadu, Selasa (29/10).

Tidak hanya itu, Teradu Marni juga mendapatkan kompensasi yang telah disepakati dari Pengadu Wakijan, atas kerugian yang dialaminya selama menjalani proses pemeriksaan yang sangat panjang ini.

Uniknya Marni yang dituduh melakukan penyerobotan tanah sengketa tersebut, yang memiliki SHM tanah sengketa itu dan sudah berada di atas lahan kepemilikannya secara turun temurun.

“Ini kan perkara unik, selain tidak memenuhi unsur yang menguatkan atas tuduhan itu, juga banyak terjadi kejanggalan. Kami tidak ingin pihak kepolisian digunakan sebagai alat untuk mencari bukti – bukti yang berpotensi di gunakan oleh pihak yang berkepentingan,” ungkap Achmad Shodik,SH.,MH.,MKn., kuasa hukum Marni, Jumat (1/11).

Tim kuasa hukum Marni yang menanganinya yang berkantor di komplek Perumahan Wahyu Taman Sarirogo Sidoarjo, diantaranya bernama Achmad Shodik,SH.,MH.,MKn., Zaenal Abidin,SH., Hari Susanto,SH., dan Ahmad Naufal Pratama,SH. Mereka secara resmi ditunjuk oleh teradu Marni sejak tanggal 17 September 2022 untuk mendampingi perkaranya.

Achmad Shodik kuasa hukum teradu Marni menceritakan, selama proses pemeriksaan baik sebelum dan saat didampinginya, teradu kliennya beberapa kali mendapatkan perlakuan yang tidak profesional, yang cenderung dan terkesan membela pihak pengadu.

Baca Juga  Setelah Pura-pura Sholat dan Curi Tas Jama'ah, Pelaku Akhirya Berlebaran di Polsek Tandes

Tim kuasa hukum Teradu Marni akhirnya sempat melayangkan surat pengaduan balik ke Kapolda Jatim, Direskrimum (Direktur Reserse Kriminal Umum), Kabid Propam, Irwasda, dan Wasidik Polda Jatim, dan ditujukan kepada Kapolres, Kasatreskrim, Wasidik, dan Irwasda Polres Tulungagung.

Surat pengaduan balik tersebut dilayangkan pada 12 Agustus 2024 kemarin, lantaran adanya pelanggaran kode etik profesi anggota yang menangani pemeriksaan terhadap kliennya.

“Selama pemeriksaan di Satreskrim Polres Tulungagung, klien kami beberapa kali mendapatkan perlakuan yang tidak profesional oleh anggota yang menangani. Kami menemukan adanya pelanggaran kode etik terhadap klien kami. Berkali – kali pun kami sudah ingatkan kepada yang bersangkutan, tapi masih saja perlakuan tidak profesional masih dilakukannya dan peringatan kami tidak diindahkan,” ungkap lagi Achmad Shodik.

Surat pengaduan balik adanya pelanggaran kode etik profesi tersebut, kemudian membuahkan hasil ditanggapi positif oleh pihak Polda Jatim. Selanjutnya Teradu Marni didampingi tim kuasa hukumnya, diarahkan Polda Jatim untuk penyelesaian mediasi dengan anggota terkait di Satreskrim Polres Tulungagung, dan terjadi kesepakatan damai aduan pelanggaran kode etik tersebut untuk tidak diteruskan.

Perihal perkara sengketa dugaan penyerobotan tanah terhadap klien tim hukum Palenggahan Hukum Nusantara, Achmad Shodik mengatakan, kisah ceritanya sangat panjang dan cukup melelahkan.

“Kejadiannnya pada 23 Juni 2022, klien kami dilaporkan oleh pengadu Wakijan ke Satreskrim Polres Tulungagung. Itu sebelum kami tangani dan kami dampingi. 3 bulan kemudian teradu Marni kami dampingi,” tutur cerita Achmad Shodik.

Ia melanjutkan, tanah SHM seluas 2.295 m² milik kliennya diduga melakukan penyerobotan itu, sepertinya ingin dikuasai oleh pengadu Wakijan. Dengan bukti kwitansi transaksi pembelian di bawah tangan yang diajukan ke Satreskrim Polres Tulungagung. Sejak itulah terjadi perselisihan sengketa kedua belah pihak dan berbuntut kliennya dilaporkan dengan delik aduan.

Baca Juga  Operasi Gempur Rokok Ilegal Berhasil Ungkap 1,4 Juta Batang Rokok di Suramadu

“Singkat cerita, kami menemukan adanya kejanggalan dari 2 bukti kwitansi jual beli tanah yang disengketakan itu, yang dijadikan barang bukti di Polres Tulungagung. Di 2 kwitansi itu tanggal pembuatannya berbeda, dan nominal angkanya berbeda. Di kedua kwitansi itu tidak jelas disebutkan uang sebesar itu untuk pembelian tanah apa?, luasannya berapa?, dan beli kepada siapa?,” tambahnya.

Lebih jauh Achmad Shodik menceritakan, bahwa barang bukti kwitansi pembelian tanah tersebut tidak menunjukkan bukti kepemilikan sah hukum. Dari penelusuran, Pengadu Wakijan membeli tanah dalam sengketa melawan klien kami itu, tanggal transaksinya jauh setelah terbitnya SHM milik kliennya. Transaksi pembelian tanah oleh Wakijan, ditengarai dengan bantuan perangkat desa yang belakangan terungkap adalah masih kerabatnya pengadu.

Malahan, lanjut Achmad Shodik, kliennya yang mempunyai kekuatan hukum sah berupa SHM atas nama beliau, yang juga diserahkan ke polisi sebagai barang bukti, semula mencoba berupaya dilemahkan pada proses pemeriksaan di kepolisian.

Keberadaan SHM tersebut dengan nomor 4041, memang benar atas nama teradu Marni, diterbitkan oleh BPN Tulungagung pada tanggal 14 Februari 1995. Asal usul tanah tersebut merupakan pemberian hak.SK. Gubernur TK I/1987 nomor:592.1 /24/SK.R/320/1987 nomor urut 1703, Penunjuk: BERDISTRIBUSI ONYEK LANDREVROM nomor 301/912/1995.

“SHM milik klien kami masak mau dikalahkan dengan adanya bukti kwitansi jual beli aja, dan klien kami tidak pernah tau dan tidak pernah menerima uang pembeliannya. Jual beli dengan kuitansi itu ada dugaan campur tangan perangkat desa yang ujung – ujungnya masih kerabat lawan klien kami,” tukas Achmad Shodik. (DIN)