Malang, Ruang.co.id – Tidak bisa dipungkiri, Politik Uang menjelang Pilkada serentak 27 November 2024 nanti membuat banyak pihak prihatin, termasuk para calon yang berkompetisi dalam pesta demokrasi ini.
Dua calon wakil gubernur Jawa Timur, Lukmanul Hakim bersama Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans), kompak mendeklarasikan anti-politik uang di momen Pilkada ini. Deklarasi bersama ini dipandu langsung oleh Komisioner Bawaslu Jawa Timur, Eka Rahmawati, di Hotel Grand Mercure Malang Mirama, Selasa (5/11) sore.
Dalam deklarasi tersebut, kedua calon ini sepakat bahwa politik uang mencederai demokrasi dan pemilu, sehingga harus dilawan. Sayangnya, dalam deklarasi yang dikemas dalam format Sarasehan Nasional Pancasila itu, salah satu calon wakil gubernur dari Khofifah Indar Parawansa, yakni Emil Elestianto Dardak, tidak hadir.
Lukman sebagai wakil calon gubernur Luluk Nur Hamidah mengatakan bahwa pihaknya siap tidak dilantik sekalipun menang jika diketahui ada permainan politik uang yang mereka lakukan.
“Terus terang, sejak saya dipilih sebagai calon wakil gubernur Jatim, tak sepeser pun mengeluarkan uang,” kata Lukman yang langsung disambut tepuk tangan riuh dari peserta.
Sementara itu, Gus Hans selaku calon wakil Tri Rismaharini juga mengatakan hal yang sama, bahwa politik uang harus dilawan. Ia menambahkan bahwa kondisi Indonesia saat ini memang sudah koruptif.
“Jadi, saat ini kita mau jadi apa pun di Indonesia selalu high cost, ini yang harus diperbaiki,” kata Gus Hans.
Ketua Bawaslu Jawa Timur, A. Warits, mengatakan bahwa politik uang itu penyakit yang menjadikan rakyat sebagai barang dagangan. Suara rakyat hanya dinilai dengan harga Rp100.000 hingga Rp300.000 saja.
Karena itu, pihaknya mengajak semua pihak untuk sadar terhadap praktik politik uang. Ia menyatakan bahwa Bawaslu sudah melakukan pendataan dan menemukan sekitar 400 laporan dugaan pelanggaran pemilu.
“Nanti kalau hadirin pulang saat Pilkada nanti, jika menemukan ada ASN, TNI, atau Polri yang tidak netral, catat namanya lalu laporkan ke kami melalui formulir yang kami sediakan,” katanya.
Rektor Universitas Negeri Malang, Prof. Haryono, yang hadir sebagai salah satu penyelenggara melalui UPT Lapasila UM, berkolaborasi dengan Bawaslu Jatim dan Oase Institut, mengatakan bahwa Indonesia secara institusi sudah demokratis. Mulai dari adanya KPU, Bawaslu, eksekutif, hingga legislatif, namun belum ada nilai (value) yang tertanam di dalamnya.
“Jadi, pada setiap lembaga yang ada itu belum ada virtue yang membuat mereka bisa menerapkan nilai-nilai demokrasi dengan benar,” ujarnya.
Prof. Haryono juga menyinggung bahwa di Indonesia masih kebingungan untuk membedakan antara wilayah privat dan publik. Sehingga ketika seseorang menjadi pejabat publik, ia seolah-olah menganggap semuanya milik privat.
“Seperti yang kita lihat kemarin, ada pejabat publik yang mengundang dalam acara haul keluarganya atas nama institusi yang baru dia emban,” katanya.
Ketua UPT Lapasila UM, Dr. Akhirul Aminullah, yang hadir sebagai panelis, meminta para calon yang berkontestasi di Pilkada untuk berkomitmen anti-politik uang. Bagi dia, politik uang adalah problem moral yang belakangan ini sangat akut.
“Kalau suara rakyat bisa dibeli dengan harga Rp100.000, maka berarti ini bukan kedaulatan rakyat, melainkan kedaulatan oligarki,” tambah Prof. Haryono.