Surabaya, Ruang.co.id – Rencana pemerintah Indonesia untuk memindahkan Mary Jane Veloso, terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, ke negara asalnya, Filipina, menuai kontroversi. Kritik datang dari berbagai pihak, termasuk pengamat hukum asal Surabaya, Prof. Dr. H. Sunarno Edy Wibowo, SH., M.Hum. Menurutnya, negosiasi hubungan bilateral seperti ini harus memberikan manfaat nyata bagi kedua negara dan tidak boleh mengganggu kedaulatan hukum Indonesia.
Dalam wawancaranya, Prof. Sunarno menegaskan, “Hukum harus menjadi panglima. Indonesia harus menunjukkan memiliki kedaulatan hukum yang kuat. Jika negosiasi tidak memberikan manfaat atau bahkan merugikan posisi hukum Indonesia, maka sebaiknya tidak dilakukan.”
Pemindahan narapidana lintas negara memang sering kali menjadi bagian dari hubungan bilateral. Namun, Prof. Sunarno menilai bahwa persoalan narkoba, terorisme, dan korupsi adalah isu serius yang telah diatur dalam perjanjian internasional. Menurutnya, Indonesia harus berhati-hati dalam mengambil langkah ini.
Ia menjelaskan, “Ada undang-undang nomor 24 tahun 2000 yang mengatur masalah hubungan internasional. Namun, pemerintah perlu memastikan bahwa langkah ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, yang mencakup hukuman seumur hidup hingga hukuman mati sebagai kewenangan penuh negara Indonesia.”
Salah satu kekhawatiran utama adalah pemantauan terhadap narapidana setelah pemindahan. Menurut Prof. Sunarno, jika Mary Jane dipindahkan ke Filipina, harus ada sistem pemantauan yang jelas untuk memastikan dia tetap menjalani hukumannya.
“Jika tidak ada pemantauan, bisa saja napi tersebut dilepas begitu saja di negara tujuan. Hal ini dapat merugikan Indonesia, baik dari sisi hukum maupun dari sisi harkat dan martabat bangsa,” tegasnya.
Prof. Sunarno juga mengingatkan pentingnya persetujuan DPR dalam kebijakan semacam ini. Menurutnya, rakyat telah mempercayakan DPR untuk mengawasi kebijakan pemerintah, termasuk yang melibatkan hubungan internasional.
“Seharusnya, kebijakan ini melibatkan persetujuan DPR dan dilakukan pengawasan ketat. Jika napi dilepas tanpa pemantauan, maka itu akan menjadi preseden buruk,” ungkapnya.
Rencana pemindahan Mary Jane Veloso bukan hanya soal hubungan bilateral, tetapi juga soal kedaulatan hukum Indonesia di tengah tekanan internasional. Prof. Sunarno menegaskan, Indonesia sebagai negara merdeka tidak boleh tunduk pada tekanan negara lain.
“Presiden memang memiliki hak seperti amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Namun, semua itu harus dilakukan dengan mempertimbangkan kedaulatan hukum serta asas legalitas undang-undang yang berlaku,” tutupnya.
Dengan kritik dan pro-kontra yang muncul, pemerintah diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat demi menjaga nama baik dan kedaulatan hukum Indonesia. Rakyat dan DPR pun perlu dilibatkan secara transparan untuk memastikan langkah yang diambil sejalan dengan kepentingan nasional.