Ruang.co.id – Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending kembali menunjukkan dampak positifnya terhadap perekonomian Indonesia. Menurut laporan terbaru dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), sektor ini berhasil membuka lapangan kerja baru untuk 362.000 orang dan membantu mengurangi angka kemiskinan hingga 177.000 jiwa. Hasil ini berasal dari riset yang dilakukan oleh Amartha bersama Center of Economic and Law Studies (Celios), membuktikan bahwa pendanaan produktif memiliki peran besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Ketua Klaster Pendanaan Produktif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia – AFPI, Tofan Saban, menjelaskan bahwa keberhasilan ini tak lepas dari semakin meningkatnya pendanaan sektor produktif. “Dengan pendanaan sektor produktif yang terus meningkat, dampaknya terlihat nyata pada sektor pekerjaan, penurunan angka kemiskinan, hingga kontribusi terhadap peningkatan PDB nasional,” ujar Tofan dalam media gathering AFPI 2025 yang berlangsung beberapa waktu lalu.
Kontribusi Fintech P2P Lending terhadap Ekonomi Nasional
Riset tersebut juga menunjukkan bahwa fintech P2P lending telah mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga sebesar Rp8,94 triliun. Dampak ini secara tidak langsung memperkuat daya beli masyarakat dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Tak hanya itu, kontribusi P2P lending terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai angka fantastis sebesar Rp60 triliun. Hal ini terjadi berkat investasi lintas sektor yang dikelola melalui platform fintech. Menurut Tofan, fintech lending juga menjadi pendorong utama pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di berbagai daerah.
Namun, di balik prestasi ini, terdapat tantangan besar. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa porsi penyaluran pinjaman sektor produktif masih terbatas pada 30,91% dari total pinjaman. Sementara itu, pinjaman konsumtif masih mendominasi. Untuk mencapai target OJK, yaitu 50-70% pinjaman produktif pada 2028, diperlukan inovasi dan kolaborasi yang lebih solid antara pelaku industri dan regulator.
Tantangan dan Masa Depan Industri P2P Lending
Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 menjadi tonggak regulasi baru yang mengatur tata kelola industri P2P lending. Menurut Tofan, perubahan regulasi ini menjadi tantangan tersendiri. “Ini pekerjaan rumah bagi kami. Kami harus memastikan industri ini tetap berjalan dengan tata kelola yang baik, sehingga cita-cita untuk mencapai satu titik ideal bisa terealisasi,” jelasnya.
Dengan potensi yang begitu besar, fintech P2P lending bukan hanya solusi keuangan, tetapi juga instrumen yang mampu membawa perubahan sosial dan ekonomi. Kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat diharapkan dapat mempercepat perkembangan sektor ini ke arah yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Melalui kontribusi nyata dalam membuka lapangan kerja, menurunkan angka kemiskinan, dan meningkatkan PDB nasional, fintech P2P lending menunjukkan perannya sebagai tulang punggung ekonomi digital Indonesia. Dengan dukungan regulasi yang adaptif dan inovasi berkelanjutan, sektor ini berpotensi menjadi katalis utama pertumbuhan ekonomi di masa depan.