Sidoarjo, Ruang.co.id ā Di tengah riuhnya manuver politik dan derasnya baliho menghiasi jalan-jalan kota dan desa di penjuru Kabupaten Sidoarjo, sekelompok warga memilih menyalakan kembali bara dialog publik, pada beberapa hari kemarin (25/10/2025).
Mereka menamakan diri FoR Gress (Sidoarjo for Gress), komunitas yang tak jemu menyemai akal sehat di tengah bisingnya politik lokal.
Pada Jumat malam, 24 Oktober 2025, di Li Masan Kopi, Sidodadi Candi, FoR Gress menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertema: āMembaca Sidoarjo: Konflik Elit, Budaya Gaduh, dan Jalan Perbaikan Tata Kelola Daerah.ā Diskusi ini menjadi yang ketiga dalam rangkaian FGD tematik mereka.
Pemantik utama, Badrus Zaman atau Cak Sudrab, menegaskan bahwa konflik elit bukan hanya tontonan politik, melainkan ancaman nyata bagi rakyat.
āKetika tata kelola pemerintahan lemah dan partisipasi publik hanya simbolik, rakyatlah yang menanggung akibatnya,ā tegas Cak Sudrab di hadapan peserta.
Ia menyoroti lemahnya peran masyarakat sipil yang kerap reaktif tanpa basis data dan riset. āKita perlu melampaui peran reaktif dan sektoral. Civil society Sidoarjo harus menjadi komunitas epistemikāpenghasil pengetahuan, data, dan gagasan yang kredibel,ā ujarnya lantang.
Diskusi berlangsung intens dan penuh semangat. Hujan yang turun malam itu tak menghalangi peserta, diantaranya dari kalangan akademisi, aktivis, jurnalis, hingga anak muda, untuk duduk sejajar tanpa sekat jabatan.
Mereka sepakat bahwa masa depan Sidoarjo tak boleh digadaikan pada kepentingan elit, melainkan dibangun lewat partisipasi rakyat yang cerdas.
Kasmuin Cepad, founder FoR Gress, menambahkan semangat baru, āKami ingin Sidoarjo tidak hanya ramai oleh proyek dan baliho, tapi hidup oleh gagasan dan perbincanganā.
FoR Gress memastikan FGD berikutnya akan mengulas topik āMenyoroti Pendidikan di Sidoarjoā, sebagai lanjutan napas panjang perjuangan mereka menegakkan demokrasi berbasis akal sehat.
Sementara, data dari BPS Sidoarjo 2024 menunjukkan, tingkat partisipasi publik dalam forum konsultasi kebijakan daerah masih di bawah 35 persen.
Angka yang mencerminkan betapa pentingnya ruang seperti FoR Gress, untuk membangkitkan kembali budaya dialog dan tanggung jawab sosial warga.
FoR Gress hadir bukan cuma komunitas diskusi, tetapi pelita kecil yang berani menyalakan jalan menuju tata kelola yang bersih, partisipatif, dan berkeadilan. Di tengah gaduh politik, mereka memilih berpikir, bukan berteriak.

