Iwan Sunito Tumbang! Mahkamah Agung NSW Cabut Kendalinya atas Crown Group – Investor Harus Apa Sekarang?

Iwan Sunito kehilangan Crown Group
Iwan Sunito, pengusaha properti Indonesia, menghadapi likuidasi paksa atas CII Group oleh pengadilan Australia. Foto: Istimewa
Mascim
Mascim
Print PDF

Ruang.co.id – Gempar! Pengusaha properti ternama Indonesia, Iwan Sunito, baru saja dilengserkan dari tahta eksekutifnya di Crown Group Holdings Pty Ltd setelah Mahkamah Agung New South Wales (NSW) menjatuhkan putusan likuidasi terhadap CII Group Pty Ltd, perusahaan induknya. Keputusan hukum ini bukan sekadar pergantian kepemilikan bisnis biasa, melainkan tamparan keras bagi reputasi Sunito sekaligus alarm bahaya bagi para investor yang selama ini mempercayakan dananya pada proyek-proyeknya.

Dibalik keputusan likuidasi paksa yang dijatuhkan pada 26 Maret 2025 ini, tersimpan drama hukum yang patut dicermati. CII Group—perusahaan yang menguasai 50% saham Crown Group—dinyatakan gagal memenuhi kewajiban keuangan oleh pengadilan. Padahal, Sunito sempat mengajukan upaya pertahanan terakhir melalui skema penyelamatan perusahaan (Deed of Company Arrangement/DoCA).

Sayangnya, hakim menilai proposal tersebut “tidak memiliki prospek keberhasilan” setelah meninjau laporan keuangan yang bermasalah. Bahkan permohonan penundaan likuidasi oleh administrator sukarela pun ditolak mentah-mentah. Kini, seluruh aset CII Group resmi berada di bawah kendali likuidator independen yang ditunjuk pengadilan.

Dengan palu hakim ini, secara de jure maupun de facto, Iwan Sunito tidak lagi memiliki hak intervensi terhadap operasional Crown Group. Namun, kabar buruk ini rupanya tidak menyurutkan ambisi Sunito.

Sumber terpercaya mengungkapkan, Sunito kini gencar menggaet investor baru untuk One Global Capital, perusahaan properti anyarnya yang berbasis di Indonesia. Di balik janji proyek menjanjikan, para analis justru mencium bau tidak sedap.

“Ketika sebuah perusahaan dilikuidasi karena gagal memenuhi kewajiban, logikanya kredibilitas pendirinya otomatis tercoreng,” tegas seorang pakar keuangan yang enggan disebutkan namanya. Profil risiko investasi di bawah bendera Sunito pun secara otomatis naik beberapa tingkat.

Kasus ini menjadi studi kasus sempurna tentang pentingnya due diligence ekstra sebelum menanamkan modal. Para korban investasi bodong di Indonesia seharusnya bisa mengambil pelajaran berharga dari kejadian ini.

Pertama, status hukum Sunito yang kini tercatat sebagai pengusaha dengan catatan likuidasi paksa. Kedua, transparansi keuangan One Global Capital yang masih dipertanyakan. Ketiga, janji return tinggi yang sering menjadi modus operandi proyek-proyek bermasalah.

Kalangan profesional properti Australia menyikapi perkembangan ini dengan sikap ambigu. Di satu sisi, mereka mengakui kontribusi Sunito dalam pengembangan properti mewah di Sydney. Di sisi lain, keputusan pengadilan ini dianggap sebagai koreksi terhadap praktik bisnis berisiko tinggi.

“Likuidasi ini seharusnya menjadi wake-up call bagi investor untuk tidak terjebak kultus figur,” tandas seorang pengamat properti asal Melbourne. Sementara itu, pihak Crown Group memilih bersikap diam, belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait perubahan struktur kepemilikan ini.

Kisah jatuhnya Iwan Sunito dari Crown Group ibarat cerita moral modern tentang bahaya investasi tanpa riset mendalam. Bagi para investor, momentum ini semestinya menjadi ajang introspeksi tentang pentingnya prinsip kehati-hatian dalam menempatkan dana.


Proses likuidasi membuka kemungkinan penyelidikan lebih lanjut terhadap praktik manajemen keuangan sebelumnya.

Selalu verifikasi melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mintalah laporan keuangan audit lengkap sebelum berinvestasi.

Dengan struktur kepemilikan baru, risiko hukum terhadap Crown Group berkurang, tapi tetap perlu analisis fundamental menyeluruh.