Surabaya, Ruang.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, Surabaya, kembali menunjukkan pendekatan humanis dalam penegakan hukum. Melalui mekanisme Restorative Justice, kasus penggelapan motor yang melibatkan Nurul Hudah, seorang pengamen jalanan, diselesaikan secara damai. Langkah ini tidak hanya mengutamakan musyawarah, tetapi juga mencerminkan keberpihakan kepada masyarakat kecil.
Kasus yang terjadi antara Maret hingga Agustus 2024 ini bermula dari kesulitan ekonomi yang dialami Aulia, teman Nurul Hudah. Dalam upaya membantu, Nurul meminjamkan uang Rp 1 juta kepada Aulia tanpa meminta jaminan. Sebagai bentuk sukarela, Aulia meninggalkan sepeda motor Honda Supra X 125 dengan nomor polisi L 5189 GN sebagai jaminan.
Pada Agustus 2024, kebutuhan mendesak untuk biaya sekolah anak membuat Nurul menggadaikan motor tersebut kepada seseorang bernama Sugik alias Gondrong, yang kini berstatus buron. Tindakan ini dilakukan karena Nurul tidak dapat menghubungi Aulia, yang berada di luar kota.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Tanjung Perak, Yusuf Akbar Amin, menegaskan bahwa Nurul tidak memiliki niat jahat. “Perbuatan tersangka murni karena keadaan terdesak dan tanpa niat mencelakai. Hal ini yang mendasari keputusan menggunakan pendekatan keadilan restoratif,” ujar Yusuf dalam keterangannya, Selasa (26/11/2024).
Kepala Kejari Tanjung Perak, Ricky Setiawan Anas, turut memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Terminal Teluk Lamong, pihak kejaksaan memberikan bantuan pendidikan untuk anak-anak Nurul Hudah. Bantuan ini diserahkan di Rumah Restorative Justice “Omah Rukun” Kejari Tanjung Perak pada Kamis, 21 November 2024.
Yusuf Akbar Amin juga menyatakan bahwa langkah ini sejalan dengan arahan Jaksa Agung RI ST Burhanuddin. “Penegakan hukum harus mengutamakan hati nurani, bukan hanya berdasarkan teks undang-undang. Kami berupaya menyelesaikan persoalan hukum dengan cara yang lebih manusiawi,” tambahnya.
Kasus Nurul Hudah membuktikan bahwa sistem hukum Indonesia dapat bersikap fleksibel dan adaptif terhadap realitas sosial. Pendekatan Restorative Justice menjadi solusi yang bermartabat, tidak hanya bagi tersangka, tetapi juga korban dan lingkungan sosial. Kejari Tanjung Perak berhasil membangun sinergi yang mengedepankan dialog, solusi damai, dan keberlanjutan.
Langkah ini menjadi contoh nyata bahwa hukum tidak hanya untuk menghukum, tetapi juga untuk menyembuhkan. Pendekatan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dalam menangani kasus serupa di masa depan.