Kusumo Adi Nugroho Komisi B DPRD Minta Pemkab Lindungi Meja Makan Rakyat Sidoarjo dari Mafia RPH Ilegal di Krian

RPH Ilegal di Krian
Komisi B DPRD Sidoarjo ungkap praktik RPH ilegal dan pemotongan sapi gelonggongan di Krian. APH diminta bertindak tegas demi keamanan pangan. Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang.co.id — Komisi B DPRD Sidoarjo menggebrak Krian, setelah menemukan dugaan praktik mafia pemotongan sapi di rumah potong hewan (RPH) ilegal yang diduga menjalankan pemotongan sapi gelonggongan, Kamis (13/11/2025).

Sidak dilakukan untuk menjawab keresahan warga Sidoarjo Barat (Sibar), yang merasa kesehatan keluarganya terancam oleh daging tak layak konsumsi.

Sidak dipimpin Anggota Komisi B DPRD Sidoarjo, Kusumo Adi Nugroho, bersama tim gabungan dari Dispanpertan, DLHK, MUI Krian, Satpol PP, TNI, dan Polri. Ketika rombongan tiba tepat di depan UPTD RPH Krian, petugas menemukan RPH ilegal milik H. Sain, warga Krajan RT 29 Krian, yang beroperasi tanpa izin selama dua tahun.

Petugas mendapati enam ekor sapi dipotong per hari, terdiri dari tiga sapi jantan dan tiga sapi betina. Tidak ada sistem penampungan limbah, tidak ada juru sembelih bersertifikat, tidak ada sertifikat halal, dan limbah kotoran justru dibuang langsung ke sungai belakang bangunan.

Melihat kondisi memprihatinkan itu, Kusumo menegaskan bahwa pelanggaran semacam ini tidak bisa ditoleransi.

ā€œSaya minta aparat penegak hukum bertindak tegas. RPH ilegal dan pemotongan sapi gelonggongan harus kita hentikan. Aturannya jelas, semua harus berizin. Jangan main-main dengan kesehatan rakyat,ā€ tegas Kusumo.

Ia menambahkan bahwa Komisi B secara resmi merekomendasikan Dispanpertan, DLHK, dan kepolisian untuk menyusun tindakan hukum konkret.

ā€œAktivitas yang jelas-jelas melanggar aturan pemerintah tidak boleh dibiarkan. Limbah yang dibuang ke sungai itu keterlaluan dan sangat membahayakan,ā€ ujarnya.

Dari aspek regulasi, pemotongan hewan wajib mengikuti UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang mengatur standar kesehatan, sertifikasi halal, higienitas, sanitasinya, serta pengelolaan limbah melalui IPAL.

Peraturan ini dipertegas melalui Perda Kabupaten Sidoarjo tentang Penyelenggaraan Pemotongan Hewan, yang mensyaratkan izin usaha, izin lokasi, Nomor Kontrol Veteriner (NKV), serta standar bangunan minimal dinding berkeramik tiga meter.

Baca Juga  Komisi B DPRD Jatim Desak Tuntas Kasus Minyakita Tak Sesuai Takaran, Minta Penanganan Serius Jelang Lebaran

Perwakilan Dispanpertan Sidoarjo, dr. Nuning, menegaskan kembali kewajiban izin resmi.

ā€œSemua RPH harus berizin, lengkap dengan sertifikasi halal, higienitas, sanitasi, dan IPAL. Banyak RPH liar masih beroperasi dan praktik penggelonggongan itu sangat berbahaya bagi masyarakat,ā€ katanya.

Anak dari pemilik RPH, yang tidak ingin disebutkan namanya setelah didesak parlemen yang sidak, akhirnya mengakui bahwa usaha tersebut tidak memiliki izin.

ā€œIya, kami belum punya izin. Nanti saya urus. Limbahnya langsung saya buang ke kali,ā€ ujarnya.

Keberanian Kusumo Adi Nugroho dari Komisi B DPRD Sidoarjo, mendapat apresiasi tinggi dari berbagai pihak, terutama warga di kawasan Kecamatan Krian. Karena selama ini masyarakat keberadaan RPH – RPH swasta ilegal itu tidak ada satu aparat pun yang berani menindak tegas, apalagi smpai menutup usaha mereka.

Sidak ini menjadi alarm keras dari Komisi B DPRD Sidoarjo, agar APH dan Pemkab segera bertindak tegas terhadap RPH Ilegal dan nakal.

Mengingat bahwa keamanan pangan bukan sekadar soal aturan, melainkan soal keselamatan keluarga di meja makan setiap hari.