Ruwat Desa Pademonegoro: Tradisi Sakral dan Apresiasi Taat Wajib Pajak Warga

Ruwat Desa Pademonegoro
Ruwat Desa Pademonegoro jadi momentum sakral, budaya, dan apresiasi warga taat pajak yang menggugah empati dan perkuat nilai gotong-royong. Foto: Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang.co.id – Suasana magis dan khidmad menyelimuti Desa Pademonegoro, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo, saat tradisi tahunan Bersih Desa (Ruwat Deso) kembali digelar, Sabtu (28/6/2025).

Lebih dari sekadar ritual adat, peristiwa ini menjadi pertemuan spiritual, budaya, dan apresiasi warga yang taat membayar pajak.

Berlangsung di bulan Suro yang disakralkan dalam kalender Jawa, rangkaian acara dimulai dengan pembagian hadiah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) bagi warga yang disiplin pajak.

Disusul pagelaran seni budaya yang menghipnotis ribuan warga, dari anak-anak hingga orang tua, semua larut dalam kegembiraan yang penuh makna.

Kepala Desa Pademonegoro, Ispriyanto, menyampaikan rasa bangganya terhadap partisipasi masyarakat.

ā€œKetaatan warga dalam membayar pajak adalah bentuk tanggung jawab kolektif. Hasilnya bukan hanya untuk pembangunan fisik, tapi juga menjaga keberlanjutan tradisi seperti ini,ā€ tukas sambutannya.

Ia mengingatkan bahwa Ruwat Desa bukan sekadar seremoni, melainkan pengingat akan filosofi hidup masyarakat Jawa, terutama tentang kedamaian hidup dari masa ke masa di Desa Pademonegoro.

ā€œMari jaga nilai Guyub Rukun Agawe Santoso, Congkrah Agawe Bubrah. Dalam kebersamaan, ada kekuatan. Dalam budaya, ada jati diri,ā€ ujar Ispriyanto, yang disambut rasa bangga warga.

Suasana kian haru saat panitia menyerahkan hadiah simbolik kepada warga lansia pembayar pajak tercepat.

Tangis bahagia pecah di tengah panggung sederhana. Bagi banyak warga, ini bukan soal nominal hadiah, tapi pengakuan atas kontribusi kecil mereka untuk desa.

ā€œSaya tidak pernah menyangka dapat apresiasi seperti ini. Biasanya hanya bayar pajak, lalu lupa. Tapi kali ini, rasanya seperti dihargai sebagai bagian penting desa,ā€ ujar Mbah Lani (67), penerima hadiah, matanya berkaca-kaca.

Acara dilanjutkan pagelaran wayang kulit siang hari bertajuk ā€œWahyu Linggo Jatiā€ dan malam harinya, dalang kondang Ki Suparno Hadi dari Gresik menggelar lakon sakral ā€œTirto Pawitro Weningā€.

Baca Juga  Pemkab Sidoarjo Bangun Jembatan Kesetaraan bagi Difabel Lewat Ranperda Inklusif!

Alunan gamelan dan tembang-tembang campursari Nada Maestro menembus malam, mengikat hati para hadirin dalam nostalgia dan harapan.

Panitia pelaksana, Mustakim, mewakili seluruh perangkat desa, turut mengungkapkan rasa syukur.

ā€œRuwat Desa adalah bentuk cinta kami pada leluhur, pada budaya, dan pada negeri ini. Semoga anak cucu kita masih bisa menyaksikan ini puluhan tahun ke depan.ā€

Tepat pukul 20.35 WIB, suasana diselimuti khidmat saat doa dipanjatkan oleh Kesra desa, Ismail, menutup rangkaian acara yang tak hanya menghibur, tapi juga menggugah jiwa.

Ruwat Desa Pademonegoro kali ini tak hanya merawat tradisi, tapi juga mempererat tali sosial, menyadarkan pentingnya gotong-royong dan partisipasi.

Di tengah hiruk pikuk zaman, nilai-nilai luhur inilah yang membuat desa ini tetap punya nyawa.