Wabup Sidoarjo Mimik Idayana Lantang Nyalakan Obor Integritas di Hari Antikorupsi

Hakordia antikorupsi Sidoarjo
Sidoarjo menegaskan komitmen antikorupsi pada Hakordia 2025. Wabup Mimik Idayana menyeru sinergi publik dan aparat untuk membasmi korupsi. Foto: Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang.co.id – Sidoarjo menyalakan obor integritas, ketika Wakil Bupati Hj Mimik Idayana memimpin Aksi Hakordia 2025, Senin (8/12/2025), dengan seruan tegas agar pemerintah dan masyarakat bersatu membasmi korupsi di seluruh lini kehidupan publik.

Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, menyampaikan bahwa perang melawan korupsi bukan slogan seremonial, tetapi panggilan nurani, yang menuntut keberanian setiap warga dan aparat, untuk menjaga kejujuran sebagai pondasi pemerintahan.

“Saya memimpin gerakan ini dengan komitmen penuh dan saya mengajak seluruh aparatur serta masyarakat untuk melawan korupsi dengan tindakan nyata, bukan kata-kata kosong,” ujarnya dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025.

Hakordia—singkatan dari Hari Antikorupsi Sedunia—terperingati setiap 9 Desember sejak penetapan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 31 Oktober 2003.

Momentum global ini menandai lahirnya Konvensi PBB Melawan Korupsi atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), yang mulai berlaku pada 2005 sebagai kesepakatan dunia, untuk mencegah dan memberantas korupsi lintas negara.

Tahun ini, Hakordia mengangkat tema “Satukan Aksi Basmi Korupsi”, selaras dengan meningkatnya urgensi pemberantasan korupsi di Indonesia setelah berbagai kasus besar mengguncang kepercayaan publik.

Mimik menegaskan bahwa pesan Hakordia harus hidup dalam sikap, keputusan, dan transparansi setiap layanan pemerintahan.

“Kami membangun Sidoarjo bukan dengan sandiwara integritas. Kami membangun dengan keberanian membuka data, memperbaiki sistem, dan membuka ruang kontrol publik agar tidak ada ruang bagi korupsi sekecil apa pun,” tegasnya.

Ia menilai sinergi antara pemerintah, aparat penegak hukum (APH), dan masyarakat merupakan kunci pencegahan. Kolaborasi itu, menurutnya, tidak bisa ditawar. Masyarakat harus berani melapor, sementara pemerintah wajib menutup celah penyimpangan.

Dinamika Nasional: Penurunan Kasus, Lonjakan Kerugian Negara

Data nasional 2023–2025 yang dirangkum dari penindakan KPK, Kejaksaan, dan Polri menunjukkan paradoks mencolok: jumlah kasus korupsi yang disidik turun dari 791 kasus (2023) menjadi 364 kasus (2024), namun nilai kerugian negara justru melonjak tajam hingga Rp 279,9 triliun pada 2024.

Baca Juga  Terbongkar! 21 Ijazah Karyawan Disandera, Wabup Mimik Turun Tangan! Buruh Menang, Perusahaan Tak Berkutik

Lonjakan itu terutama berasal dari Mega Korupsi Tata Niaga Timah—kerugian mencapai Rp 271 triliun—serta skandal emas 109 ton di PT Antam.

Tren ini menunjukkan bahwa meski jumlah kasus menurun, kualitas kasus meningkat drastis, karena menyasar sektor strategis dan praktik state capture (penguasaan kebijakan publik oleh kepentingan koruptif).

Kinerja penindakan pada periode transisi pemerintahan menuju 2025, didominasi oleh Kejaksaan Agung. Di bawah komando Jaksa Agung ST Burhanuddin, lembaga itu memprioritaskan pengembalian kerugian ekonomi negara melalui penyitaan aset dan penelusuran aliran dana menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Sementara itu, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia stagnan di skor 34–35 dalam tiga tahun terakhir, menandakan bahwa persepsi publik terhadap integritas birokrasi belum membaik.

Sorotan Jawa Timur dan Sidoarjo: Kasus Pejabat Tinggi Mencuat

Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kasus korupsi tinggi di Indonesia. Sidoarjo, sebagai daerah penyangga utama ekonomi Surabaya, menjadi pusat perhatian karena kasus-kasus yang melibatkan pejabat penting.

Sidoarjo mencatat beberapa kasus signifikan:

1. Kasus Suap Eks Bupati Sidoarjo (2020)

Perkara suap proyek infrastruktur yang menjerat Bupati Saiful Ilah memperlihatkan adanya pola penyimpangan sistemik dalam tata kelola proyek daerah.

2. Kasus Rusunawa Sidoarjo (kerugian negara Rp 9,7 miliar, 2024–2025)

Kejaksaan Negeri Sidoarjo terus mengembangkan perkara ini dengan menelusuri penyimpangan pengadaan, kualitas bangunan, dan potensi perluasan tersangka. Kasus ini menunjukkan bahwa korupsi di sektor layanan publik berdampak langsung pada masyarakat berpenghasilan rendah.

Dampak Korupsi terhadap Pelayanan Publik Sidoarjo

Korupsi di sektor infrastruktur menyebabkan kualitas bangunan rendah, keterlambatan pelaksanaan, hingga pembengkakan anggaran.

Dampaknya terasa pada masyarakat yang membutuhkan fasilitas publik seperti rusunawa, jalan lingkungan, atau layanan sosial dasar.

Baca Juga  Warga Citra Harmoni Rayakan HUT RI dengan Jalan Sehat

Birokrasi pun terdampak melalui “efek rem ganda”, yaitu ketakutan pejabat membuat keputusan karena trauma kasus, yang berujung pada melambatnya pelayanan perizinan dan pembangunan.

Di sisi investasi, penindakan memang menimbulkan ketidaknyamanan jangka pendek, namun dalam jangka panjang menciptakan iklim usaha yang lebih bersih karena menghapus biaya-biaya tidak resmi.

Upaya Pencegahan dan Reformasi di Sidoarjo Tidak Menutup Mata

Melalui Monitoring Center for Prevention (MCP) KPK, Sidoarjo mencatat skor kepatuhan 80–85 persen dalam reformasi sistem pencegahan. Namun skor sistem tidak otomatis menurunkan praktik korupsi, terutama jika budaya integritas belum kuat.

Karena itu, Mimik Idayana menegaskan komitmen memperkuat budaya jujur dan transparan sejak perencanaan anggaran, perizinan, hingga layanan publik.

“Saya ingin Sidoarjo berdiri sebagai daerah yang memimpin gerakan antikorupsi di Jawa Timur. Kita tidak boleh kalah dari korupsi; kita harus menang dengan integritas bersama,” ujarnya menutup Apel Hakordia 2025.