Air Mata Sengkarut Retribusi Parkir Sidoarjo: Achmad Shodiq Ahli Hukum Kritisi PAD Terperangkap ‘Titik Fiktif’ Miliaran Rupiah, Jukir Jadi Tumbal Konflik Elite

Parkir Sidoarjo
Sengketa KSO Parkir Sidoarjo terkuak data 'titik fiktif'. PAD miliaran rupiah terancam hilang. Nasib juru parkir jadi tumbal konflik elite. Foto: Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang.co.id – Di bawah terik matahari Kabupaten Sidoarjo, ribuan juru parkir (jukir) resmi dari Pemkab. Sidoarjo melalui OPD (Organisasi Pemerintahan Daerah) Dinas Perhubungan (Dishub) Kab. Sidoarjo, mengenakan seragam oranye lusuh, terus memungut receh demi receh retribusi dari pengguna jalan.

Namun, uang keringat yang mereka kumpulkan, kini terancam menguap di tengah sengkarut KSO (Kerja Sama Operasi) parkir, antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo dan PT Indonesia Sarana Service (PT ISS)-KSO.

ā€œKami harap ada keadilan yang pasti dari masalah itu, supaya kami punya kejelasan dan kepastian kerja tenang,ā€ ujar Yasin (35), juru parkir yang mangkal di kawasan Jalan Sultan Agung, Kota Sidoarjo.

Konflik hukum yang menjerat Pemkab dan PT ISS, telah membuka kotak pandora praktik cacat administrasi yang diduga kuat merugikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga miliaran rupiah.

Kisah para jukir, yang hidupnya digantung di tengah tarik-ulur sengketa, menjadi cerminan nyata dari tingginya human interest yang terabaikan.

Data Fiktif dan Potensi Kerugian Rp 7,1 Miliar Jadi Bukti Kelalaian Awal

Akar dari sengkarut ini bermula dari SK Bupati Sidoarjo Nomor 188 Tahun 2021 yang menetapkan 359 titik parkir sebagai dasar KSO.

Data ini pula yang menjadi dasar target setoran awal fantastis sebesar Rp 32,09 Miliar per tahun.

Investigasi mendalam Ruang.co.id, menemukan bahwa angka 359 titik tersebut diduga kuat merupakan ‘titik fiktif’ atau memiliki cacat administrasi serius, karena banyak lokasi bukan aset Pemkab atau tidak berpotensi.

PT ISS-KSO kemudian berdalih tidak mampu memenuhi target setoran tersebut, karena objek perjanjian (titik parkir) tidak valid.

Meskipun Dishub menyetujui adendum untuk menurunkan target setoran hingga Rp 6,6 Miliar per tahun, PT ISS-KSO tetap gagal menyetor. Dishub kemudian memutus kontrak, yang lantas digugat balik oleh PT ISS ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.

Baca Juga  Dugaan Kasus Korupsi Desa Sidokerto Kini Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor!

“Kami menyambut baik pemutusan kontrak, tetapi kami meminta ketegasan hukum terhadap tunggakan setoran PT ISS yang mencapai Rp 7,1 Miliar hingga tahun 2024,” ujar Taufik Juru Parkir resmi yang mangkal di kawasan jalan Gajah Mada Sidoarjo.

Uang itu seharusnya kembali ke rakyat Sidoarjo, bukan menguap di tengah sengketa. Taufik menambahkan, nasib ribuan jukir lokal terancam karena mereka tidak mendapat kejelasan perlindungan BPJS dan insentif yang dijanjikan.

Achmad Shodiq,SH.,MH.,M.Kn.: ā€œAncaman Pidana KKN di Tengah Konflik Perdata!ā€

Kondisi ini mendapat sorotan tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan aparat penegak hukum. Ditreskrimsus Polda Jatim bahkan telah memanggil Direktur PT ISS-KSO dan Kepala Dishub Sidoarjo, terkait dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan retribusi parkir.

“Kasus ini jelas bukan hanya soal wanprestasi perdata. Adanya data fiktif dalam SK Bupati adalah cacat administrasi fundamental yang membuka peluang kolusi dan korupsi,” tegas Ahli Hukum Perjanjian Notarial Sidoarjo, Achmad Shodiq, S.H., M.H., M.Kn., dalam bincang wawancara Ruang.co.id.

“Kami mendesak agar Kejaksaan mengusut tuntas aliran dana retribusi yang telah dipungut namun diduga tidak masuk ke Kas Daerah. Kegagalan Pemkab mengamankan PAD yang sudah jelas berpotensi besar ini merupakan pembiaran kerugian negara,” tukasnya.

Dalam kondisi kontrak diputus dan sengketa belum inkrah di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, tegas Shodiq, setiap penarikan retribusi yang dilakukan oleh pihak yang tidak berhak dapat dikategorikan sebagai pungutan ilegal atau penggelapan.

Pemkab Sidoarjo, menurut ahli hukum dan advokat ini, mestinya saat ini wajib mengeluarkan kebijakan sementara berupa Peraturan Bupati (Perbup) atau Surat Edaran (SE), untuk mengambil alih swakelola dan memastikan uang rakyat tidak tercecer.