Sidoarjo, Ruang.co.id – Fenomena balapan motor liar di jalanan, menjadi persoalan serius bagi masyarakat Sidoarjo dan pemerintah daerah beserta jajarannya. Ulah pembalap liar jalanan ini selalu dipandang negatif. Bukan hanya mengganggu, tapi ulahnya sangat meresahkan masyarakat pengguna jalan umum.
Di sejumlah ruas jalan lurus yang ada traffic light (lampu merah), menjadi sasaran ajang aksi balap liar mereka. Biasanya di malam hari, di saat sepi atau sedikit pengguna jalan lalu lintas. Balap motor liar jalanan ini, mereka menyebutnya balapan “Herek” atau “Herekan”. Mereka cukup megambil jarak tempuh balapan motor di jalan lurus sepanjang 200 meter hingga 500 meter.
Salah satunya aksi laga liar mereka di pusat kota Sidoarjo, di simpang tiga traffic light jalan raya Pucang – Jenggolo, di malam hari hingga dini hari, mereka balapan di jalanan secara liar geber motor berlomba melaju sekencang – kencangnya.
Pernah beberapa kali, akibat ulah liarnya, mereka jadi sasaran umpatan dan caci makian para pengguna jalan lainnya, lantaran sangat terganggu. Tingkah liarnya pun kerap kali jadi incaran polisi lalu lintas dan aparat gabungan, untuk dibubarkan dan ditangkapi. Bahkan ulah liar pembalap Herek ini, tidak sedikit menelan korban jiwa, dari kecelakaan ringan hingga kecelakaan maut menjemputnya.
Tahun – tahun sebelumnya, memang sudah ada balap motor yang namanya road race, dan sudah terdaftar resmi dalam kejuaraan balap motor di Ikatan Motor Indonesia (IMI). Namun Herek, berbeda dengan event road race motor.
Bicara balapan Herek atau Herekan, di dalam lingkungan dan komunitas mereka, tidak lepas dari sosok lelaki bernama Muhammad Sirojuddin,S.Sos.i., atau yang akrab dipanggilnya Abah Didin yang punya kelahiran tahun 1984.
Dia dari segelintir orang yang tersisa eksis di Herekan, yang tahu segalanya tentang dunia Herek dan cikal bakal sejarahnya. Abah Didin, oleh lingkungan para komunitas pembalap liar atau pembalap jalanan, dijuluki “Bapaknya Herek”.
Istilah nama balapan motor liar di jalanan dulunya bukan bernama Herek. “Ongkek-ongkek’an gas”, itulah sebutan nama untuk mengajak lawannya balapan motor liar.
Sedangkan asal muasal Ongkek- ongkek’an gas, tutur cerita Didin, itu dari asal mula dia bersama segelintir orang kumpulannya memodifikasi motor yang belum ada nama kelompoknya, melakukan jumpa Kopdar, ngopi darat di puncak daerah dingin, di Tretes, Pasuruan, dan di kawasan puncak Trawas dan Pacet Mojokerto sekita tahun 2006 yang lalu.
“Herekan atau ongkek-ongkek’an gas itu awalnya dari kelompok saya yang pecinta motor (merk) Honda. Ada CB, Honda Ulung (Honda tahun 70-an), Honda 800, WIN, GL, Mega Pro, dan Tiger saat itu. Kita ngopi darat di puncak Tretes, Trawas dan Pacet,” cerita Didin.
“Pas pulangnya turun dari puncak malam hari, ayo kita nyoba balapan turun ongkek gas, turun dari puncak ke Kenjeran (Pantai Kenjeran, Surabaya) terus mau subuh pulang balik ke Sidoarjo ke rumah masing – masing. Gitu cerita awalnya,” lanjut ceritanya.
Balapan ongkek – ongkek’an gas itu dilakukannya, di setiap ngopi darat pada Sabtu. Lantaran cukup sering jumpa darat, komunitas motor Didin yang mayoritas berasal dari Sidoarjo dan Surabaya, akhirnya diberi nama Komunitas Barbara, yang mempunyai arti nama yang negatif.
“Balapan ongkek – ongkek’an gas kelompok saya kan dinilai negatif sama masyarakat, suda tidak berizin balapan, mengganggu pengguna jalan lainnya lagi. Usulan nama Barbara dari seorang teman di kelompok, menarik untuk dipilih. Nama Barbara kan dulu nama yang paling terkenal di Dolly (Lokalisasi Gang Dolly Surabaya), sebutan yang negatif juga. Tapi saya dan beberapa teman kelompok saya sama sekali gak pernah kesana,” tutur cerita Didin lagi.
Semakin lama balapan motor liar ongkek-ongkek’an gas berkembang kemudian cepat merebak diikuti kelompok – kelompok remaja dan pemuda pecinta motor balap lainnya.
Dari situlah nama balapan motor liar ongkek-ongkek’an gas diberi sebutan oleh orang komunitas lain di luar wilayah dengan istilah “Herek” atau “Herekan” motor di jalanan.
Herekan kali pertama di Sidoarjo, sekitar tahun 2008 dilakukan kelompoknya Didin di Jalan By Pass Krian Sidoarjo, jalur yang baru dibuat oleh pemerintah daerah. Di sepanjang jalan yang lurus dengan start dari traffic light (TL) perempatan By Pass Krian, kelompok Barbara beradu laga balapan liar di malam hari, berlaga Herek adu kecepatan motor juga dengan kelompok – kelompok pembalap motor liar lainnya, dan dengan beraneka ragam merk motor yang dilombakan.
Ketika balapan liar di kawasan By Pass Krian terendus oleh aparat kepolisian mulai atensi “diobrak” dan diamankan yang berhasil ditangkap, kelompok – kelompok komunitas balap motor liar mulai pindah mencari tempat yang aman.
Kemudian di jalan lurus di Arteri Porong Sidoarjo juga jadi ajang balapan motor liar kelompok – kelompok Herek. Ketika marak atensi kepolisian mengobraknya, mereka pindah lokasi di pusat kota Sidoarjo, tepatnya di TL Jalan raya Pucang – Jenggolo hingga sebelum fly over jalan raya Jenggolo Sidoarjo.
Berpindah – pindah titik balapan itulah tanpa rasa jenuh dan bosan lantaran sudah menjadi hobi yang mendarah daging, mereka menghindari atensi pengamanan aparat gabungan di Sidoarjo.
“Meski diobrak aparat, malah nyali kami tidak menciut tapi malah menjadi – jadi balapan berpindah – pindah tempat balapan. Ya namanya hobi nyali anak muda kalau dilarang – larang ya tambah nantang kucing – kucingan sama aparat,” kenang cerita Didin.
Dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi sampai sekarang, balapan liar Herek makin bertambah bayak, pun juga kelompok – kelompok Herekan makin berkembang banyak.
“Kelompok Herekan sekarang tambah banyak, jangankan di Jawa Timur, di Sidoarjo saja jumlah pembalap Herekan ada lebih dari 5.000 pembalap,” ungkap Didin.
Didin dijuluki Bapaknya Herek lantaran sering memenangkan adu cepat balapan Herek. Dan tak heran bengkelnya banyak didatangi pecinta herek mulai dari belajar trik dan strategi balapan, memodifikasikan motornya, bahkan tidak sedikit di bengkel Didin, anak – anak yang belajar memodifikasi motor supaya di jalanan motornya jadi andalan menang.
Segudang pengalaman pahit yang pernah dialami sang “Bapaknya Herek” ini berlaga balapan di jalanan, namun tidak diindahkannya lantaran gejolak hobi jiwa mudanya untuk menguji adrenaline dan tantangan motornya sebagai pemenang tercepat di laga jalanan.
Padahal, tidak sedikit risiko yang dialami pembalap Herek mulai dari kecelakaan ringan, hingga risiko ajal menjemputnya di jalanan.
“Saya dulu sering ketangkap polisi, sampai – sampai polisi bosan lihat muka saya. Kamu lagi kamu lagi yang bikin ulah penyakit masyarakat di jalan, itu yang sering diucapkan pak polisi. Itu sudah risikonya pembalap Herek, termasuk kecelakaan di jalan saat Herekan. Malah tidak sedikit yang mati tabrakan saat Herekan, salah satunya ketidakcermatan mengendalikan laju motornya di Herekan,” kenangnya.
Dari latar belakangnya, Didin dari keluarga yang ketat didikan ilmu agama dari sang kedua orang tua. Ayah Didin seorang usahawan jualan Accu yang cukup sukses, sedangkan sang ibu seorang aktivis muslimat NU. Ia kerap kali pernah dinasehati ayahnya untuk berhenti Herekan, lantaran penghasilan dari usaha bengkelnya tidak sepadan dengan penghasilan sang ayah. Bahkan tawaran untuk meneruskan usaha ayahnya ditolak, Didin tetap ingin Herekan dan meneruskan usaha bengkelnya.
“Bapak saya awal – awal pernah sering bilang kamu Herekan dan buka bengkel berapa sih penghasilan yang didapat? Lebih baik kamu teruskan usaha Accu bapak yang sudah jalan dan jauh lebih besar hasilnya. Tapi saya tidak mau ingin sukses dari meneruskan usaha orang tua, saya ingin sukses dari usaha keringat saya sendiri,” ungkap pendiriannya.
Dari Herekan dan usaha buka bengkel motor bernama Barbara, kini Didin memetik buah kesuksesan. Ia punya banyak murid membengkel sendiri dimana – mana yang awalnya belajar dari dia tanpa dipungut biaya apapun. Hingga dari usaha bengkel Hereknya, Didin selain mencukupi hajat hidup istri dan anaknya, hingga dia mampu melaksanakan ibadah haji di tanah suci Mekkah.
Ada sisi nilai baik yang dia tanamkan dari penilaian negatif Herekan yang selama ini dijalani Didin. Bersama Barbara kelompok Hereknya dan kelompok – kelompok komunitas Herek lainnya, mereka kerap mengadakan bakti sosial berbagi sedekah makanan kepada orang – orang yang membutuhkan.
Bahkan di setiap bulan Puasa Ramadhan, komunitas Herek berbagi makan sahur bersama gelandangan dan orang – orang jalanan. Malahan pula, dari ketenarannya Herekan, Didin di tahun 2024 ini pernah ditawari menjadi calon legislatif (Caleg) di DPRD Kab. Sidoarjo dari salah satu parpol. Tawaran itupun disetujuinya, meski bermodal seadanya pada akhirnya Didin tidak lolos di DPRD Sidoarjo lantaran kalah suara hampir 300 suara pencoblos dengan nomor urut 1 di parpolnya.
“Sekarang ini gen Z yang punya motor makin banyak menyukai Herekan, trek – trekan liar di jalan. Selera ini dari waktu ke waktu kenyataannya tidak bisa dibendung oleh aparat. Sampai saya dan teman – teman berfikir gimana caranya kita bisa trek – trekan diakui aparat dan pemerintah daerah hal yang positif. Ini sudah saya buktikan sendiri dan teman – teman saya, ada sisi nilai positif dan manfaatnya ada nilai ekonomi dari komunitas pecinta motor,” ujarnya lagi.
Dari situlah Didin beserta rekan – rekannya mengenal politisi daerah mengutarakan keinginan agar balapan Herek dapat diterima dan dipandang positif untuk diakomodir dan difasilitasi.
Bahkan, di momen Pilkada di Sidoarjo, Didin bersama rekan-rekannya pernah kopdar dengan kedua Calon Bupati (Cabup) di awal Pilkada, untuk kopdar meminta suaka dan diakui kalau Herekan dapat dinilai positif bila difasilitasi.
Namun diakuinya, upaya meminta suaka dan fasilitas arena trek – trekan resmi, direaksi tertarik dan dijanjikan oleh seorang Cabup kelak bila memenangkan Pilkada nanti. Dengan dijembatani oleh komunitas anak muda bernama Auto Pilot, Didin bersama rekan – rekan komunitas pembalap Herek yang juga menyetujuinya, ikut bekerja keras untuk memenangkan pasangan Cabup Cawabup untuk memenangkan Pilkada, demi keinginan dan cita – cita para komunitas Herek di Sidoarjo untuk dipandang positif dan di fasilitasi dibuatkan sirkuit Herekan secara resmi.
“Kami sudah kopdar ngobrol banyak dengan kedua cabup, meski pada akhirnya mereka menilainya positf. Tapi yang merespon serius hanya satu Cabup dan menjanjikan untuk dibuatkan sirkuit Herekan. Lalu kita koordinasi dengan semua kelompok komunitas Herek, teman – teman setuju dan ingin ada perubahan yang lebih baik bahwa kami dipandang positif, tidak lagi dinilai negatif,” ujar pengakuannya.
“Ya akhirnya kami pembalap Herek bergabung untuk menangkan beliau – beliau untuk mewujudkan janji kampanyenya, akan membuatkan sirkuit Herek di tahun 2026 nanti. Atau sebelum direalisasi pembagunan sirkuitnya, setidaknya kami di fasilitasi diberi izin resmi Herekan di jalan yang ditunjuknya,” imbuh tukas Didin.
Suka atau tidak suka di bidang politik, kata sarjana fakultas Dakwah UINSA ini, momen uji coba latber (latihan bersama) event resmi Sidoarjo Race Fest 2024 pada Jumat siang (22/11) yang digelar di Jalan NP Pondok Chandra Sidoarjo, menjadi ajang luapan kegembiraan pembalap Herek dari Gen Z dan anak muda menjadi tumpah ruah.
“Ajang latber Sidoarjo Race Fest 2024, menjadi ajang uji coba untuk diakui positif. Banyak gen Z dan anak muda secara gratis meluapkan latihan trek-trekan tanpa diobrak aparat sampai malam hari. Acara itu trek-trekan nasional dan banyak diikuti pembalap Herek Jatim. Semoga nantinya impian kami punya sirkuit Herek terwujud,” pungkas Didin. (DIN)