Ruang.co.id – Gelombang konflik warisan keluarga mengguncang dunia hukum Surabaya dengan nilai fantastis dan ditaksir mencapai triliunan rupiah. Widyawati Santoso alias Kwee Ie Hwee (75), anak sulung dari pasangan mendiang Kok Kwee Quarry Kuotakusuma dan Liem Tjo Nge alias Ratnayani Limantoro, memilih jalur hukum dengan mengajukan gugatan perdata warisan terhadap adik kandungnya sendiri, Bambang Husana Kwee, ke Pengadilan Negeri Surabaya. Perkara sengketa harta warisan ini menyoroti mandeknya pembagian harta peninggalan orang tua yang telah berlarut selama empat tahun pasca wafatnya sang ayah.
Kuasa hukum penggugat, Albertus Soegeng, dengan lantang menyuarakan kelalaian pelaksana wasiat dalam menjalankan amanahnya. “Kami menilai pelaksana wasiat tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Sudah empat tahun berlalu, namun tidak ada pembagian kepada para ahli waris. Bahkan ada indikasi sebagian aset sudah dikuasai dan dibagi tanpa melibatkan pihak lain,” papar Albertus kepada wartawan usai pelaksanaan Pemeriksaan Setempat di lokasi sengketa. Pernyataan tegas ini memperkuat dasar gugatan sengketa warisan yang diajukan pihak penggugat.
Pemeriksaan Setempat yang digelar Jumat (17/10/2024) tersebut merupakan bentuk verifikasi fisik oleh Majelis Hakim PN Surabaya. S. Pujiono, Humas PN Surabaya, menerangkan bahwa “Tujuan PS ini untuk memastikan objek yang digugat benar ada dan sesuai dengan gugatan. Tidak ada tujuan lain. Soal siapa yang akan menang atau kalah, itu kewenangan majelis hakim.” Proses verifikasi objek sengketa warisan ini melibatkan secara langsung perwakilan kelurahan Kertajaya beserta kuasa hukum dari kedua belah pihak yang berseteru.
Portofolio kekayaan warisan yang menjadi rebutan dalam sengketa keluarga ini mencerminkan jejak bisnis keluarga yang tersebar di berbagai daerah. Aset perusahaan mencakup kepemilikan saham PT Bintang Jasa Tirta di Balikpapan, PT Bintang Artha Niaga Kusuma di Palangkaraya, dan PT Bintang Jasa Samudra Line di Surabaya. Kelengkapan portofolio bisnis ditambah dengan kepemilikan saham PT Bintang Jasa Niagatama di Balikpapan, PT Sudijayaagung di Balikpapan, serta Firma Tay Fung di Surabaya.
Daftar properti warisan juga meliputi berbagai jenis properti di beberapa kota besar. Di Surabaya terdapat rumah di Jalan Kertajaya Indah Tengah No. 317 dan dua rumah di Manyar Sabrangan. Keluarga ini juga memiliki gudang di Jalan IR Sutami Samarinda, ruko di Duta Merlin Jakarta Pusat, ruko di Jalan Ahmad Yani Bandung, dua bidang tanah dan rumah di Banjarmasin, serta tanah seluas 7 hektar di Minahasa. Luasnya kepemilikan aset warisan ini menjadi bukti konkret besarnya nilai harta warisan yang diperebutkan.
Albertus Soegeng menekankan signifikansi Pemeriksaan Setempat sebagai alat bukti fisik objek sengketa. “Kami memperlihatkan secara langsung bahwa fisiknya ada. Ini bagian dari boodle wasiat yang harus dibagikan kepada para ahli waris,” tegas Albertus. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa “Kami hanya ingin semua ahli waris memperoleh hak yang sama. Anak ada tujuh, ya dibagi tujuh secara adil. Kami tidak bermaksud menguasai, tapi meminta kejelasan pelaksanaan wasiat.”
Bukti nyata pelanggaran hukum warisan terungkap melalui penguasaan properti tanpa dasar kesepakatan bersama. Albertus mengungkap fakta bahwa “Contohnya rumah di Jalan Kertajaya Indah Tengah ini kini ditempati oleh keluarga janda mantan istri Rudy Jananto Kwee bersama anaknya, Arifano Jananto. Mereka sekarang tinggal di situ.” Kondisi ini menurutnya menunjukkan secara jelas adanya pembagian sepihak yang dilakukan pelaksana wasiat.
Historis perkara warisan keluarga ini sebenarnya telah memiliki landasan hukum yang jelas. Albertus mengungkapkan bahwa pihaknya sebelumnya telah memenangkan satu perkara di Mahkamah Agung melalui putusan Peninjauan Kembali terkait objek warisan lain di Manyar Sabrangan, Surabaya. “Dalam putusan PK itu ditegaskan pembagian harus dilakukan kepada tujuh ahli waris. Prinsipnya sama, warisan orang tua harus dibagi merata, bukan dikuasai sepihak,” tambahnya.
Prinsip hukum waris di Indonesia mengenai wasiat dijelaskan secara gamblang oleh Humas PN Surabaya, S. Pujiono. “Prinsipnya, wasiat boleh dibuat, tapi tidak boleh melampaui jatah bagi ahli waris. Ahli waris harus didahulukan,” jelasnya. Penegasan ini menjadi pondasi hukum yang memperkuat posisi penggugat dalam memperjuangkan haknya sebagai ahli waris sah.
Jadwal persidangan perkara warisan ini akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan lanjutan di PN Surabaya dalam waktu dekat. Seluruh pihak terkait kini menanti perkembangan lebih lanjut dari proses hukum yang telah meretakkan hubungan kekerabatan ini. Konflik warisan triliunan rupiah ini memberikan pelajaran berharga tentang urgensi transparansi dan keadilan dalam pembagian harta warisan keluarga.

