Keluarga TNI AL Surabaya Terancam Kehilangan Rumah, GRIB Jaya Jatim Lawan Mafia Tanah!

Mafia Tanah Surabaya
Keluarga TNI AL Surabaya terancam kehilangan rumah akibat mafia tanah. GRIB Jaya Jatim siap hadang praktik tidak sah. Foto: Istimewa
Mascim
Mascim
Print PDF

Ruang.co.id – Kasus sengketa tanah di Surabaya kembali mencuat. Kali ini, keluarga TNI AL, Tri Kumala Dewi, terancam kehilangan rumah dan tanahnya di Jalan dr Soetomo No. 55. Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Jatim siap menghadang praktik tidak sah ini. Mereka menilai, ada permainan mafia tanah dan mafia peradilan yang merugikan masyarakat.

Rumah dan tanah tersebut memiliki sejarah kepemilikan yang sah secara hukum. Tri Kumala Dewi adalah ahli waris Laksamana Soebroto Joedono, mantan Panglima Armada Nusantara yang memiliki hubungan dengan Pahlawan Nasional Yos Sudarso. Pada 1 Desember 1963, Laksamana Soebroto menempati tanah ini berdasarkan izin TNI AL. Kemudian, pada 28 November 1972, rumah tersebut dibeli secara resmi dengan pembayaran lunas.

Tri Kumala Dewi juga telah membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp 484 juta. Namun, pada 1991, ia digugat oleh Hamzah Tedjakusuma, yang mengklaim memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 651/Kelurahan Soetomo. Meski gugatan itu dimenangkan Tri pada 1997, masalah tak berhenti di situ.

Setelah kalah di pengadilan, Hamzah Tedjakusuma menjual surat tanah tersebut kepada Rudianto Santoso melalui istrinya, Tina Hinderawati Tjoansa. Pada 2008, Rudianto menggugat Tri dengan tuduhan pemalsuan dokumen. Namun, pengadilan kembali memenangkan Tri pada 2010. Bahkan, Rudianto ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) pada 2013.

Ironisnya, pada 2016, Rudianto yang masih berstatus DPO menjual tanah tersebut kepada Handoko Wibisono. Transaksi ini dinilai cacat hukum karena tidak ada pengecekan validitas dokumen oleh notaris. Handoko kemudian menggugat Tri dan memenangkan perkara tersebut. Tri bahkan diperintahkan membayar ganti rugi Rp 5,4 miliar.

Baca Juga  Diskon Mudik Lebaran 2025 Tiket Damri, Pesawat, dan Tol Hemat Hingga 20%

Meski terdapat kejanggalan hukum, upaya eksekusi paksa tetap dilakukan. Dua minggu lalu, pihak tertentu mencoba mengeksekusi rumah dan tanah Tri. Padahal, masih ada dua gugatan pembatalan akta jual beli yang sedang dalam proses banding di PN Surabaya.

Melihat ketidakadilan ini, GRIB Jaya Jatim bersama MAKI, PSHT, dan FKPPAL siap membantu Tri. Mereka akan turun ke lapangan untuk menghadang upaya eksekusi yang dinilai tidak sah. “Kami akan ada di lokasi untuk memastikan tidak ada praktik mafia yang merugikan masyarakat,” tegas Ketua GRIB Jaya Jatim, Cak Ulum.

Heru Satriyo, Ketua MAKI Jatim, menegaskan bahwa kasus ini akan dibawa ke jalur hukum. Mereka juga akan melibatkan Komisi Yudisial untuk mengawasi keputusan Pengadilan Negeri Surabaya. “Kami akan review kembali dan melaporkan kasus ini agar mendapat perhatian lebih dari aparat hukum,” ujar Heru.

Dukungan juga datang dari berbagai elemen masyarakat, termasuk Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Forum Komunikasi Putra-putri Angkatan Laut (FKPPAL). Mereka bersatu untuk melawan praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat.

Kasus ini menjadi bukti betapa rumitnya praktik mafia tanah di Indonesia. Masyarakat diharapkan lebih waspada dan memahami hak-hak mereka. Selain itu, perlu adanya pengawasan ketat terhadap notaris dan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tanah.

Bagi Tri Kumala Dewi dan keluarganya, perjuangan masih panjang. Namun, dengan dukungan dari GRIB Jaya Jatim dan elemen masyarakat lainnya, harapan untuk mendapatkan keadilan tetap menyala.

Keluarga TNI AL, Tri Kumala Dewi, terancam kehilangan rumah dan tanahnya di Jalan dr Soetomo No. 55 Surabaya akibat praktik mafia tanah.

GRIB Jaya Jatim siap menghadang upaya eksekusi paksa yang dinilai tidak sah. Mereka bersama elemen masyarakat lain akan turun ke lapangan untuk membela Tri Kumala Dewi.

Tanah tersebut ditempati oleh Laksamana Soebroto Joedono pada 1963 dan dibeli secara resmi pada 1972. Tri Kumala Dewi sebagai ahli waris telah membayar BPHTB sebesar Rp 484 juta.

Ada dugaan cacat hukum dalam transaksi jual beli tanah, termasuk penjualan oleh Rudianto Santoso yang berstatus DPO dan tanpa pengecekan validitas dokumen oleh notaris.

Kasus ini akan dibawa ke jalur hukum dengan melibatkan Komisi Yudisial dan aparat penegak hukum untuk memastikan keadilan ditegakkan.