ruang

Pemilik APBG Ajukan Gugatan Class Action Terhadap Developer

Gugatan Class Action
Pemilik APBG Ajukan Gugatan Class Action Terhadap Developer
Ruang Arif
Print PDF

Surabaya, Ruang.co.id – Pengadilan Negeri Surabaya (PN) menggelar sidang Perdata. Para pemilik Apartemen Puncak Bukit Golf (APBG) mengajukan gugatan class action terhadap PT Bangun Prima Raya terkait dugaan pelanggaran dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)

Seperti diketahui bahwa Kantor Badan Pengelola Apartemen Puncak Bukit Golf (APBG) pernah disegel oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkot Surabaya karena belum terselesaikannya Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Penyegelan ini merupakan dampak dari belum lengkapnya persyaratan pengelolaan limbah rumah tangga yang seharusnya diurus oleh PT Bangun Prima Raya selaku developer.

Menurut kesaksian, meski pembangunan Apartemen Puncak Bukit Golf dimulai pada 2009 dan telah dilakukan penyerahan unit kepada pembeli pada 2012, developer belum menyelesaikan kewajiban penerbitan SLF. Surat dari Dinas PUPR Kotamadya Surabaya pada 27 Juli 2017 menegaskan adanya kekurangan dalam persyaratan tersebut. Pada Mei 2021, Dinas PUPR menerima surat terkait pencabutan segel setelah memenuhi SLF bersyarat berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2011 dan PP Nomor 13 Tahun 2021. Namun, para pemilik APBG masih meragukan kejelasan status Sertifikat Hak Milik (SHM) Sarusun dan keberadaan SHGB induk.

Para pemilik APBG mengajukan gugatan class action terhadap PT Bangun Prima Raya terkait Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang diduga dibuat di bawah tangan dan hanya dilegalisasi di depan notaris tanpa dibacakan. Menurut kesaksian, PPJB disiapkan oleh developer tanpa melibatkan notaris. Para penggugat juga menyoroti perubahan nama direktur PT Bangun Prima Raya dari Nanang Lesmana menjadi Netty Lesmana. Proses pembangunan apartemen dimulai sejak 2009 dan selesai pada 2010, dengan 40 pemilik apartemen menggugat karena merasa hak-hak mereka dilanggar.

Ketua Pengurus Pelita Warga Bukit Golf menjelaskan bahwa para penggugat terdiri dari pembeli tunai dan angsuran yang sudah melunasi pembayaran. Setelah melakukan gugatan ke BPSK Kotamadya Surabaya dan tidak mendapat eksekusi, para pemilik sepakat melanjutkan gugatan secara bergelombang ke Pengadilan Negeri Surabaya. Gugatan berfokus pada tiga poin utama:
1. PPJB disiapkan secara tidak sah dan hanya dilegalisasi di depan notaris.
2. PPJB tidak mencantumkan informasi penting mengenai SHGB induk.
3. Developer belum menyelesaikan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang merupakan syarat utama untuk penerbitan SHM Sarusun.

Berdasarkan informasi dari para pemilik APBG, PPJB yang dibuat oleh para penggugat diduga dilakukan di bawah tangan dan hanya dilegalisasi di depan notaris tanpa dibacakan. Hal ini mengakibatkan banyak pemilik merasa hak-hak mereka tidak dilindungi dengan baik. Para pemilik juga menyoroti perubahan nama direktur PT Bangun Prima Raya dari Nanang Lesmana menjadi Netty Lesmana. Para pemilik telah mengajukan gugatan class action karena merasa ada pelanggaran hak dalam proses ini. Gugatan ini diajukan oleh 40 pemilik apartemen yang membeli unit secara tunai dan angsuran.

Saudara saksi juga menyatakan bahwa PPJB yang dibuat oleh para penggugat diduga disiapkan oleh developer dan bukan oleh notaris. Proses pembangunan apartemen dimulai pada tahun 2009 dan selesai pada tahun 2010. Meski pembangunan telah selesai dan unit telah diserahkan kepada pembeli, masalah terkait PPJB dan SLF masih belum terselesaikan.

Para pemilik berharap gugatan ini dapat memberikan kejelasan dan penyelesaian atas hak-hak mereka yang selama ini terabaikan. (R2)