Sidoarjo, Ruang.co.id – Sudah kesekian kalinya upaya penggusuran bangunan semi permanen Pedagang Kaki Lima (PKL) di bantaran Sungai Pepelegi kec. Waru, sisi barat jalan raya Waru Sidoarjo, kembali gagal di eksekusi oleh petugas gabungan yang dikomandani Satpol PP Kab. Sidoarjo. Senin pagi (14/4), pasukan emak – emak PKL Pepelegi menghadang rencana penggusuran itu dan sempat terjadi ketegangan, padahal alat berat sebuah escavator telah didatangkan di sekitar lokasi untuk mengeksekusi pembongkaran PKL.
Rencana penertiban pembongkaran bangunan PKL, juga dilakukan di kawasan PKL dan bangunan liar di bantaran sungai Desa Sawotratap, Kec. Gedangan, sisi timur jalan raya Sawotratap. Kondisi sungai itu di Pepelegi masih sama seperti dahulu dengan lebar sungai 8 meter. Sedangkan kondisi saat ini di bantaran sungai Sawotratap yang semula selebar 8 meter sebagian besar mengalami penyempitan hingga lebar sungai menjadi sekitar 3 meter.
Hadir pula di lokasi PKL Pepelegi Kemudian sekitar pukul 08 30 WIB, Wakil Bupati Sidoarjo Mimik Idayana yang berupaya meredam ketegangan itu dan terjadi dialog dengan para PKL. Kedatangannya langsung dicurhati emak – emak yang melakukan aksi penghadangan, dengan berharap dapat memberikan solusi penyelesaian yang lebih baik.
Wabup Mimik menjelaskan, Satpol PP Sidoarjo sudan 3 bulan ini melakukan sosialisasi. Juga sudah 3 kali menyampaikan surat peringatan yang merupakan tugas satpol PP. Dikatakannya, ebagai wakil bupati dirinya tidak akan memotong jalan rezeki para pedagang. “Sabar sik ya. ini masalah perut. Mari berdialog. Saya akan memohon Lotte Mart untuk menyediakan lahan,” ujar Wabup Mimik.
Muncul gagasan, PKL di bantaran sungai Pepelegi ini rencananya direlokasi di sekitaran Lotte Mart sekitar 500 meter sisi barat yang berdekatan dengan komplek perumahan Pepelegi. Wabup Mimik juga menyatakan Pemkab Sidoarjo siap membantu UMKM Sidoarjo dengan program bedah warung, yang menjadi salah satu visi misi Pasangan Subandi-Mimik. Wabup Mimik juga meminta maaf kepada warga PKL Pepelegi, terkait dengan rencana penggusuran itu dan diperlukan relokasi, dengan harapan nantinya kondisi PKL tempat berjualan akan lebih baik. “Di tempat ini kan seperti ini. Kami akan perintahkan untuk merelokasi. Sabar nggih,”ungkap Wabup Mimik Idayana.
Rencana untuk merelokasi PKL di bantaran sungai Pepelegi, sebenarnya menjadi wewenang Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, dan sudah direspon cukup lama oleh para PKL itu sendiri. Buyung Ampera Daeng Siruah Ketua Paguyuban PKL Pepelegi mengatakan, pihaknya saat ini tidak mempermasalahkan direlokasi bila memang sangat dibutuhkan. Namun pihak PKL Pepelegi menyayangkan cara – cara yang digunakan pihak BBWS Brantas yang tidak pernah ada komunikasi dialog dengan mereka, hingga terjadi perselisihan yang terkesan menurutnya BBWS Brantas mencari – cari kesalahan PKL, dan terkesan cuci tangan permasalahan ini dilempar ke Pemkab. Sidoarjo.
*Kami sangat menyayangkan kepada BBWS Brantas, tidak pernah ada komunikasi dialog dengan kami tiba – tiba sekitar 3 bulan belakangan kami mau digusur tanpa ada kejelasan, padahal sudah 30 -an tahun kami jualan disini,” tandas Buyung, sapaan akrabnya.
*Sekarang kami dihadapkan dengan bupati dan wakil bupati serta Satpol PP Sidoarjo, untuk rencana penyelesaiannya. Kami sudah tidak keberatan untuk digusur dengan digantikan tempat jualan kami untuk menghidupi keluarga kami, dipindah di tempat lain yang tidak membuat kami akhirnya kehilangan pembeli dan pelanggan. Akan tetapi, selagi tidak ada dialog pertemuan relokasi jualan yang jelas sebelum digusur, kami tetap bertahan tidak akan mau pindah!,” tandasnya lagi.
Sebagai pembina PKL Pepelegi dan tokoh masyarakat sekitar, H. Tito Pradopo membenarkan adanya rencana ketiga kalinya ini PKL Pepelegi untuk digusur Satpol PP Sidoarjo. Senada dengan para PKL, Ia yang juga hadir dilokasi menyayangkan cara – cara pihak BBWS Brantas yang dianggapnya lempar batu sembunyi tangan. “Para PKL ini sudah jelas – jelas loh mau dipindah, direlokasi, tapi kenapa masih pakai cara begini, terkesan nyuruh Satpol PP Sidoarjo untuk membongkar paksa. Sedangkan sampai saat ini tidak pernah ada dialog nasib para PKL ini mau dikemanakan?,” tegas Tito.
Tito juga membenarkan dan mengapresiasi saat Wabup Mimik di lokasi rencana pembongkaran, keinginan para PKL untuk dialog membahas relokasi terlebih dahulu sebelum dilakukan pembongkaran Lapak, yang akan dijanjikannya usai Wabup Mimik melaporkan hasil perkembangannya kepada Bupati Subandi. “Warga PKL kami menyambut baik upaya solusi rencana penyelesaian yang disampaikan oleh Bu Wabup kepada para PKL tadi, sekali lagi, para PKL ini tidak keberatan untuk direlokasi, tapi dibahas dulu di pertemuan seperti apa dan dimana rencana solusi relokasinya dulu untuk disepakati bersama warga PKL,” ujar Tito Pradopo.
Upaya paksa penggusuran oleh BBWS Brantas lewat tangan Pemkab. Sidoarjo ini menurut mereka ada kesan dan dugaan titipan permintaan pengusaha di sekitar bantaran Sungai Pepelegi. Karena menurut Tito selama 30 tahun ini keberadaan PKL baik – baik saja untuk dipersilahkan berjualan dari pihak BBWS Brantas. “Tapi kenapa beberapa bulan belakangan ini BBWS gencar dan bersikeras untuk menggusur PKL ini? Alasan kesulitan pekerjaan normalisasi sungai jika terjadi pendangkalan untuk dikeruk pakai alat berat, warga PKL selama ini malah membantu ngasih akses keluar masuk bego dengan membongkar pasang sendiri beberapa unit lapaknya,” ungkapnya.
Keanehan atas rencana penggusuran paksa itu juga cukup kentara dicermati warga PKL dan sejumlah pendampingnya. Nadia Bafagih salah satu pendamping PKL Pepelegi menilai, keberadaan PKL ini tidak pernah dipermasalahkan dan mengganggu aktivitas pengguna akses keluar masuk jalan Pepelegi. ‘Keberadaan PKL Pepelegi ini nampaknya sejak dulu tidak pernah dipermasalahkan oleh BBWS Brantas dan Pemkab. Sidoarjo. Lihat saja plang papan namanya resmi bertuliskan Kawasan Kuliner Pepelegi masih terpampang apik di bagian depan bantaran sungai. Kalau dari dulu dipermasalahkan, kenapa plang tulisan itu tidak cabut paksa saja?,” ujar Nadia.
Keberadaan PKL di bantaran sungai Pepelegi ini tampak dalam satu sisi pemandangan, sepertinya cukup mengganggu view bangunan supermarket disebelahnya yang berganti – ganti nama, dan perusahaan – perusahaan lain yang ada di sekitaran sungai Pepelegi. Terlepas dari spekulasi sudut pandang penilaian terhadap para PKL ini, mereka saat ini sudah memahami untuk bersedia di relokasi. Namun yang dibutuhkannya adanya komunikasi yang intens secara dialogis secara terbuka, yang di fasilitasi oleh stake holder Pemkab. Sidoarjo untuk penyelesaian terbaiknya oleh para pihak. Bukan tindakan kesewenangan yang secara sepihak dirasakan oleh para PKL terkait nasib keberlanjutannya dalam menghidupi keluarganya. (MJ/Din)