Satpol PP Surabaya Bongkar Bangunan Liar di Sungai Kalianak: Langkah Tegas Wujudkan Kota Bebas Banjir

Satpol PP Surabaya Tertibkan
Petugas Satpol PP Surabaya membongkar bangunan liar di bantaran Sungai Kalianak dalam operasi penertiban menuju normalisasi sungai. Foto: Dok Humas
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Ruang.co.id – Langkah tegas Satpol PP Surabaya bersama BBWS Brantas untuk menyisir bantaran Sungai Kalianak, Rabu (7/5). Di tangan mereka tergenggam Surat Peringatan ke-3, sebuah penanda akhir toleransi dan awal dari perubahan besar.

Surat ini bukan sekadar selembar kertas, tetapi simbol dari konsistensi dan keberanian pemerintah kota dalam mengembalikan fungsi vital sungai demi keselamatan seluruh warga kota.

Meski demikian, para aparat ini dengan pendekatan humanis namun tak berkompromi, tim gabungan bergerak menyisir dua kecamatan strategis: Krembangan dan Asemrowo.

Di titik-titik rawan, bangunan liar yang mencengkeram tubuh sungai satu per satu dibongkar. Jamban, kandang ayam, hingga rumah semi permanen yang berdiri melawan alur air dibersihkan secara bertahap. Delapan di antaranya sudah rata dengan tanah. Ini bukan penggusuran, melainkan pemulihan. Surabaya tengah merawat nadinya yang selama ini tersumbat ulah ketidakpedulian.

Namun di balik suara palu dan derit kayu yang runtuh, terselip kesadaran baru yang tumbuh di kalangan warga. Tidak ada penolakan. Tak ada amukan. Justru yang hadir adalah permintaan bantuan untuk membongkar sendiri rumah yang terlanjur berdiri di tempat terlarang.

Seperti yang dilakukan Joko, warga Kalianak Barat, yang memilih merobohkan bangunannya sendiri sebelum alat berat mengambil alih. “Saya akui memang salah. Kalau sampai Minggu belum saya bongkar, silakan dibongkar alat berat,” ucapnya dengan nada penuh tanggung jawab.

Irna Pawanti, pejabat Satpol PP yang memimpin operasi ini, tak hanya bicara tentang penertiban. Ia bicara tentang transisi, tentang bagaimana negara hadir bukan untuk menindas, tapi memfasilitasi. “Kami siap membantu warga membongkar secara manual. Semua ini demi menyelamatkan kita bersama dari ancaman banjir,” tegasnya.

Dengan tempo yang telah ditentukan, yaitu tujuh hari ke depan, penertiban ditargetkan tuntas—bukan semata demi estetika kota, tetapi demi fungsi ekologis yang tak bisa ditawar.

Baca Juga  Jatim Raih WTP 10 Kali Beruntun! Kunci Transparansi APBD yang Tak Retak

Normalisasi Sungai Kalianak bukan hanya soal merapikan bantaran. Ini adalah pelajaran kolektif tentang tata kota, tanggung jawab sosial, dan pentingnya sinergi antara rakyat dan pemerintah. Ketika kota terancam bencana, tak ada ruang untuk ego sektoral. Yang ada hanya kerja sama, saling pengertian, dan keberanian mengambil sikap.

Surabaya terus membangun sejarah kota yang bebas banjir, kota yang tak hanya tegas menata, tapi juga berhasil menyentuh nurani warganya. Dan ketika kisah ini tersebar, semoga menjadi cermin bagi kota-kota lain di Indonesia.

Bahwa ketegasan bisa sejalan dengan kehangatan, dan keberanian bisa berpadu dengan empati. Karena kota yang hebat bukan sekadar yang megah bangunannya, tapi yang kuat fondasi kesadarannya.