Surabaya: Pionir Revolusi Sampah Nasional yang Ubah Beban Jadi Energi

Inovasi Surabaya Atasi Sampah
Surabaya menjadi role model pengelolaan sampah nasional melalui teknologi waste to energy di TPA Benowo. Kini jadi inspirasi kota-kota lain di Indonesia. Foto: Dok Humas
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Ruang.co.id – Surabaya kembali membuktikan sebagai kota yang tak sekadar bergerak dinamis, tetapi melompat jauh dalam urusan lingkungan hidup. Kota KotwPahlawan ini menjadi pionir perubahan yang mengguncang cara pandang terhadap masalah besar sampah. Dalam Forum Lingkungan Hidup Seluruh Indonesia yang digelar baru – baru ini di Grand City Convex Surabaya, kota ini berdiri tegak menjadi rujukan nasional dalam pengelolaan sampah yang visioner dan berkelanjutan.

Menteri Lingkungan Hidup RI, Hanif Faisol Nurofiq, bahkan menyebut Surabaya sebagai contoh konkret bagaimana problem perkotaan bisa diurai dengan cerdas, kolaboratif, dan berbasis teknologi. “Surabaya hebat penanganan sampah yang harus didasari pada undang-undang kita, siapapun warga masyarakat di Surabaya yang menimbulkan sampah, harus bertanggung jawab pada sampahnya. Ini sedang digodok di level kabinet, mudah-mudahan tidak terlalu lama diselesaikan, sehingga kita akan mempunyai penyelesaian terhadap sampah yang timbulannya besar,” ujarnya.

Dalam forum yang mempertemukan para kepala daerah se-Indonesia itu, Surabaya tak hanya menyampaikan data, tapi juga membuktikan bahwa komitmen dan sistem yang berjalan bisa mengubah sampah menjadi sumber daya. Salah satu gebrakan terbesar adalah penerapan teknologi waste to energy melalui gasifikasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Ini bukan sekadar proyek, tapi manifestasi keberanian kota dalam mengubah beban menjadi kekuatan.

Menteri Hanif menyampaikan fakta mencengangkan, ada 33 kota di Indonesia yang menghasilkan lebih dari 1000 ton sampah per hari. Angka ini jelas mengkhawatirkan, terlebih bila tak ditangani dengan sistem yang holistik. Namun, ia menekankan bahwa penyelesaian tak bisa hanya bergantung pada perubahan perilaku masyarakat yang memerlukan waktu panjang. Butuh strategi masif, teknologi, dan payung hukum yang ditegakkan dengan tegas. Dan Surabaya, di matanya, sudah berada di jalur yang benar.

Baca Juga  Indahnya Ramadhan! TPS Surabaya Bagikan Takjil kepada Pengemudi Truk Sebagai Bentuk Kepedulian Sosial

Ia memuji Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi atas komitmennya menyelesaikan 100 persen pengelolaan sampah. Dari 1600 ton sampah harian, 1000 ton telah diproses melalui teknologi, sementara sisanya masuk sanitary landfill yang gasnya pun masih dimanfaatkan sebagai energi. Sebuah siklus yang nyaris tanpa limbah, tapi sarat nilai edukasi dan tanggung jawab kolektif.

Lebih dari sekadar solusi teknis, Surabaya menanamkan kesadaran bahwa pengelolaan sampah bukan sekadar urusan pemerintah, tapi tanggung jawab semua warga. UU No. 18 Tahun 2008 menjadi acuan kuat, dan Eri Cahyadi dengan lantang menyuarakan bahwa saatnya industri, mal, bahkan perumahan harus mulai mandiri dalam mengelola limbahnya sendiri.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Surabaya pun didorong menanamkan klausul pengelolaan sampah dalam kontrak kinerja seluruh unit kerja. Bahkan di level RW, sebanyak 500 titik akan memiliki sistem pengelolaan sampah mandiri.

Ini bukan sekadar instruksi teknokratis, tapi gerakan kolektif dari kota yang berani menolak jadi korban sampahnya sendiri. Surabaya sedang tidak sekadar bicara tentang sampah. Ia sedang bicara tentang masa depan kota-kota di Indonesia.

Apa yang dilakukan Surabaya saat ini menurutnya, bukan hanya soal mengelola, tapi menginspirasi. Forum ini bukan akhir, tapi awal dari perjalanan kolektif menuju kota yang tidak lagi takut kotor, karena ia tahu bagaimana membersihkan dan memanfaatkan setiap sisanya menjadi kekuatan. Dari Surabaya, pesan itu bergema, “Masa depan Indonesia yang bersih dimulai dari keberanian untuk berubah saat ini”.