Sidang Korupsi RPHU Lamongan Ungkap Fakta Baru: Wahyudi Tak Disebut dan Kerugian Telah Dikembalikan

Sidang korupsi RPHU Lamongan
Sidang kasus korupsi RPHU Lamongan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Foto: Istimewa
Mascim
Mascim
Print PDF

Ruang.co.id – Sidang kasus dugaan korupsi proyek Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Lamongan kembali mengungkap fakta-fakta mengejutkan. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (15/8/2025). Terungkap bahwa nama Moch. Wahyudi sama sekali tidak pernah disebutkan dalam keterlibatan proyek ini, baik pada tahap persiapan, lelang, maupun pelaksanaan.

Majelis hakim yang dipimpin Ni Putu Sri Indayani, SH bersama anggota Ibnu Abbas Ali, SH dan Athoillah, SH memimpin jalannya persidangan dengan nomor perkara 72/Pid.Sus-TPK/2025/PN Sby. Fakta mencolok muncul ketika seluruh saksi, baik dari JPU maupun terdakwa lain, tidak satupun yang menyebut keterlibatan Wahyudi dalam proyek tersebut.

Ketika JPU mempertanyakan peran Wahyudi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ia menjelaskan bahwa tugasnya hanya mencakup pembuatan berita acara, perencanaan, dan surat permohonan. Menanggapi pertanyaan tentang Berita Acara Kaji Ulang Pengurukan yang tidak ditandatanganinya, Wahyudi dengan tegas menyatakan, “Proyek itu seharusnya tidak dilanjutkan karena tidak ada tanda tangan saya.”

Baca Juga  Sidang RPHU Lamongan Bukti Lemahnya Dakwaan Korupsi, Kerugian Negara Tidak Jelas

Wahyudi juga menegaskan bahwa meski secara hukum PPK bertanggung jawab, pelaksanaan teknis sepenuhnya berada di bawah PPTK, tim pengadaan, dan tim teknis. Penunjukannya sebagai PPK pun bersifat ex officio karena jabatannya sebagai Kepala Dinas, bukan hasil penunjukan khusus.

Muhammad Ridlwan SH
Tim Kuasa hukum Moch Wahyudi, dalam lanjutan sidang kasus korupsi RPHU Lamongan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Foto: Istimewa

Kuasa hukum Wahyudi, Muhammad Ridlwan, SH, mengungkapkan fakta penting bahwa kerugian negara sebesar Rp92 juta yang ditemukan BPK telah dikembalikan oleh rekanan sebelum penyidikan dimulai. Bahkan temuan dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang sempat dipertanyakan pun telah dilunasi oleh pihak ketiga.

“Filosofi penanganan perkara korupsi adalah pemulihan kerugian negara,” tegas Ridlwan. “Dalam kasus ini, kerugian sudah dipulihkan, dan RPHU justru memberikan manfaat sebagai sumber PAD Kabupaten Lamongan. Melanjutkan perkara ini adalah bentuk ketidakadilan.”

Baca Juga  Sidang Tipikor RPHU Lamongan: Dakwaan Tanpa Dasar yang Menggantung di Ruang Pengadilan

Ridlwan juga menyoroti ketidakkonsistenan penegakan hukum. Ia membandingkan dengan banyak kasus lain yang dihentikan setelah kerugian dikembalikan, sementara kasus ini justru terus dilanjutkan meskipun tidak ada bukti keterlibatan Wahyudi.

Sebelum menutup sidang, Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani, SH menegaskan bahwa putusan akan berdasarkan fakta hukum dan pertimbangan nurani. Sidang ini akan menjadi penentu apakah keadilan benar-benar ditegakkan atau justru menjadi contoh ketidakadilan dalam sistem hukum.