Sidoarjo, Ruang.co.id – Harapan warga Jimbaran Kulon untuk memiliki pusat ekonomi desa sendiri pupus di tengah malam. Dua sosok yang semula dipercaya mengelola dana penyertaan modal BUMDes kini resmi ditahan karena diduga mengkhianati kepercayaan rakyat desa.
Inisial nama MH, mantan Sekretaris Desa Jimbaran Kulon yang juga merangkap sebagai bendahara BUMDes, dan AR, seorang warga yang menjual aset berupa tanah dan kios kepada BUMDes. Kamis malam (3/7/2025), keduanya dibawa Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo dan resmi diberi rompi pink oleh tim Pidsus, ditahan selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sidoarjo, Jhon Frangky Yanafia Ariandi, menjelaskan bahwa korupsi bermula dari rencana pembelian tanah dan kios tahun 2021.
Sayangnya, niat baik itu berujung pahit. “Harga aslinya Rp130 juta, tapi dilaporkan Rp150 juta. Mark-up ini dilakukan oleh MH, dengan memanfaatkan jabatannya demi keuntungan pribadi,” tegas Frangky.
Satus legal tanah itu juga bermasalah. Alas hak tanah tak sesuai aturan. Aset yang dibeli dengan uang desa itu tak bisa didaftarkan, apalagi digunakan. Dengan kata lain: hangus.
Kasus Ini menyakitkan bagi warga desanya. Padahal semua warga berharap kios itu bisa jadi tempat usaha anak muda desa. Sekarang malah hilang tanpa guna.
Audit dari Inspektorat Daerah Kabupaten Sidoarjo menyatakan kerugian negara sebesar Rp150 juta. Angka yang bagi desa kecil seperti Jimbaran Kulon, sangat besar.
“Itu bisa bangun dua posyandu dan satu lapangan olahraga mini. Tapi sekarang hanya tinggal angan,” tutur Munir (29), pemuda desa setempat.
Kini, penegakan hukum menjadi satu-satunya jalan menuju keadilan. Kepala Kejari Sidoarjo, Roy Rovalino Herudiansyah memastikan, tidak tertutup kemungkinan adanya tersangka baru.
“Kami dalami semua aliran dana. Tidak akan ada ruang bagi siapapun yang menyalahgunakan dana rakyat,” pungkasnya.
Kasus ini membuka mata banyak pihak, bahwa transparansi dan integritas dalam pengelolaan dana desa adalah harga mati.
Masyarakat Jimbaran Kulon hingga kini masih menangis, bukan hanya karena kehilangan uang, tapi karena kepercayaan warga yang ternodai.
Berharap, ada keadilan di kursi pesakitan nantinya, para tersangka mendapat vonis setimpal atas luka kecewa warga.