Sidoarjo, Ruang.co.id – Menjelang akhir tahun 2024, Lapas Kelas I Surabaya mencatatkan pencapaian membanggakan. Lima narapidana kasus terorisme (napiter) resmi menyatakan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan ini menjadi simbol penting dari keberhasilan program pembinaan di lembaga pemasyarakatan tersebut.
Kadiv Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jatim, Heri Azhari, mengungkapkan bahwa total ada 14 napiter yang telah menyatakan setia kepada NKRI sepanjang tahun ini. “Tahun ini total sudah ada 14 orang napiter dari Lapas I Surabaya yang menyatakan ikrar setia kepada NKRI,” ujar Heri, Selasa (31/12).
Langkah positif ini tidak hanya berhenti pada ucapan. Para napiter juga menunjukkan perubahan perilaku nyata selama menjalani program pembinaan, menciptakan harapan baru untuk reintegrasi mereka ke masyarakat.
Kalapas Surabaya, Jayanta, menegaskan bahwa ikrar setia kepada NKRI yang diucapkan para napiter bukanlah formalitas belaka. “Ini adalah bukti nyata bahwa mereka telah memahami dan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa,” katanya.
Sejak dipindahkan dari Rutan Cikeas pada 21 November 2024, lima napiter ini konsisten mengikuti program pembinaan kemandirian dan keterampilan yang diselenggarakan Lapas Surabaya. Mereka juga menunjukkan kemampuan beradaptasi dan berbaur dengan warga binaan lainnya.
Heri Azhari turut mengapresiasi keberhasilan pembinaan ini. Menurutnya, peran aktif petugas Lapas, sinergi dengan TNI/POLRI, BNPT, dan eks warga binaan yang tergabung dalam Lingkar Perdamaian menjadi kunci keberhasilan program ini. “Kami berharap hal ini mampu menjadi awal untuk kembali ke masyarakat sebagai individu yang berkontribusi positif bagi bangsa,” ungkapnya.
Program deradikalisasi yang dijalankan Lapas Surabaya menempatkan Pancasila sebagai landasan utama. Menurut Heri, pemahaman para napiter tentang Pancasila telah berkembang jauh dari sebelumnya. “Mereka kini memahami bahwa Pancasila tidak hanya menjadi dasar negara, tetapi juga pandangan hidup bangsa dan perekat persatuan,” jelasnya.
Jayanta menambahkan bahwa program ini juga dirancang untuk memberikan para napiter kesempatan mengembangkan keterampilan yang bermanfaat. Dengan demikian, mereka tidak hanya meninggalkan ideologi radikal tetapi juga mampu berdiri mandiri setelah bebas nanti.
Keberhasilan ini tidak lepas dari kolaborasi lintas institusi yang solid. “Sinergi antara petugas lapas, aparat keamanan, BNPT, dan komunitas eks warga binaan adalah kunci utama,” kata Jayanta. Ia menekankan bahwa upaya deradikalisasi memerlukan kerja sama semua pihak untuk menciptakan dampak jangka panjang.
Ke depan, Lapas Surabaya berkomitmen melanjutkan program-program inovatif yang mampu memperkuat proses deradikalisasi dan membantu para narapidana menemukan jalan baru dalam hidup mereka. Dengan pendekatan yang holistik, Lapas Surabaya berharap dapat menjadi contoh dalam pengelolaan kasus serupa di Indonesia.